HAI-online.com - Salah satu masalah yang dihadapi dunia musik tanah air adalah minimnya pengarsipan atau dokumentasi. Jika ada, biasanya dilakukan oleh swasta/pribadi yang memang tertarik untuk mengoleksi musik Indonesia.
Dari sedikit pihak itu, ada nama Alvin Yunata. Dilandasi oleh kesadaran pentingnya mengenal dan memahami musik Indonesia sebagai identitas bangsa bagi masyarakat, pada 2013 ia dan teman-temannya mengarsipkan data dan informasi tentang musik Indonesia. Mereka bergabung di bawah payung IramaNusantara.
“Kami berangkat dari kenyataan bahwa Indonesia membutuhkan arsip musik, karena musik Indonesia itu kaya sekali,” tutur Alvin Yunata, kepala program iramanusantara.org.
Berawal dari pertemanan antara sesama kolektor piringan hitam, Alvin tersadar bahwa lagu Indonesia sangat kaya dan bagus, namun tidak terdokumentasikan dengan baik.
“Awalnya kami mendigitalisasi dari piringan hitam, pakai alat yang paling sederhana. Gimana cara menyiarkannya, akhirnya pakai website, scan cover, lalu tulis ulang datanya, dan menggunakan format mp3 yang paling rendah resolusinya,” Alvin mengisahkan.
Lelaki yang pernah menjadi disc jockey (DJ) ini menilai pengarsipan saja tidak cukup dan harus didukung dengan sosialisasi. Sehingga ia mulai menggandeng anak muda untuk mempublikasikan lagu-lagu yang berhasil ia dokumentasikan.
“Kasih challenge DJ muda untuk remix lagu tua,” bebernya.
Dalam perjalanannya, proses digitalisasi dan sosialisasi musik populer Indonesia oleh Irama Nusantara ini menjadi perhatian Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Saat dimulai pada 2013, ada sekitar 800-an data yang berhasil didigitalisasi. Angka ini melonjak tajam, setelah Bekraf terlibat.
“Ketika Bekraf tahu pergerakan kami di 2016, lalu akhirnya kerjasama dan angka bertambah signifikan. Sekarang sudah ada sekitar 2.300 data,” tutur Alvin.
Salut!