HAI-ONLINE.COM - Melihat peluang bisnis memang memerlukan keahlian sendiri. Ketika Irvin Gunawan, pengusaha asal Indonesia lulusan Monash University Australia jurusan Commerce dan IT ini memulai bisnis makanan di Singapura, salted-egg snack (cemilan telur asin) nggak ada dalam menunya.
“Waktu itu aku baru saja balik ke sini (Singapura) dan ingin punya restoran sendiri. Lalu di tahun 2008 aku membuka restoran Irvin’s yang pertama di River Valley. Aku cari chefnya, interview, food tasting dan ternyata chef yang datang memiliki keahlian di salted egg. Jadi kita masukkan ke dalam menu,” katanya.
Waktu yang tepat, resep yang sempurna dan sedikit keberuntungan membawa restoran tersebut terkenal dengan salted egg crabnya hanya dalam waktu 2 tahun.
“Awalnya hanya salted egg crab terus jadi ada salted egg chicken, mushroom, tofu. Lalu kita buat salted egg potato chips dan salted egg fish skin. Yang dua ini terkenal banget, orang ternyata suka. Sepertinya kita beruntung karena resepnya langsung cocok dengan selera pelanggan,” cerita Irvin. “Customer restoran suka minta takeaway, lalu kita buat made-to-order [order sesuai pesanan]. Lama-lama kita pikir kenapa nggak kita buat di toples jadi kalau orang mau takeaway ya tinggal ambil aja tanpa perlu menunggu kita masak lagi.”
Cek: Rugi Besar Di Usia 22, Pebisnis Ini Bisa Omzet Miliaran Di Usia 26. Simak Kisahnya Ini
Dengan bisnis yang semakin berkembang, sang adik, Ircahn, seorang fotografer professional, ikut bergabung dan bersama membuat beberapa perubahan. Toples transparan dengan tutup merah tersebut kemudian berevolusi jadi kemasan kantong dengan warna cerah. Bersamaan dengan pergantian kemasan, Irvin’s Salted Egg Snack juga membuka counter pertamanya di Vivo City. Dengan hadirnya outlet terbaru mereka di Terminal 3 Changi Airport, Irvin’s Salted Egg mengukuhkan diri sebagai salah satu oleh-oleh yang paling dicari di Singapura.
Kedua kakak beradik ini memiliki alasan tersendiri mengapa memilih Singapura untuk memulai bisnis mereka. “Kita pindah ke Singapura karena Papa dan Mama (pindah kerja ke Singapura). Jadi Singapura sudah jadi rumah kedua bagi kita sejak tahun 1997/1998,” jelas Ircahn.
Keluarganya pindah di tahun 1998 ketika Ircahn masih duduk di bangku sekolah dasar. “Makanya ketika kita selesai kuliah, kita pulangnya ke Singapura dan terpikir gimana kalau kita berbisnis di sini. Lalu kita menyadari bahwa berbisnis di Singapura itu menyenangkan,” tambah Irvin.
Berbisnis di negeri orang tentunya memiliki tantangan tersendiri. Tantangan terbesar adalah biaya, terutama dengan bisnis makanan yang memiliki resiko tinggi. “Struggle di Singapura adalah menghasilkan keuntungan, krn segala sesuatu mahal sekali. Tapi kalau sukses dan berhasil menghasilkan uang, banyak hal yang dapat dilakukan dengan cepat,” kata Ircahn.
Namun dua bersaudara yang telah jatuh bangun dalam dunia bisnis sebelum sukses dengan Irvin’s Salted Egg ini optimis dengan masa depan mereka di Singapura. Mereka mengaku bahwa tiga tahun terakhir ini adalah blessing karena nggak menyangka bahwa snack salted egg yang mereka produksi ternyata meledak dan populer.
“Bisnis F&B biasanya menghilang dalam 1 atau 2 tahun, dan digantikan dengan yang selanjutnya. Kita berharap bisa terus bertahan dengan menjaga kualitas produk. Jadi orang nggak hanya setahun dua tahun lalu pindah ke makanan lain. Kita berharap juga bisa menambal produk, nggak hanya dua. Kita harap dalam 5 tahun mendatang kita masih berbisnis dengan baik,” ujar Irvin.