Sniper, dalam bayangan kita, biasanya bertubuh kekar, berwajah dingin, dan misterius. Tapi nggak dengan Joanna Palani. Ia seorang cewek, cantik pula! Mahasiswi cantik ini baru 23 tahun, tapi ia rela tinggalin kuliah demi perang melawan ISIS.
Cewek blasteran Kurdi-Denmark ini, seperti dilaporkan Daily Mail, kabur dengan senapan SVD Dragunov dan Kalashnikov kesayangannya dan dilaporkan telah menghabisi sekitar 100 nyawa pejuang ISIS di medan pertempuran kedua negara.
Atas prestasinya ini, Joanna jadi sniper kebanggaan Batalion YPG, bagian dari Angkatan Bersenjata Pemerintah Regional Kurdistan di Irak. Dengan pakaian kamuflase, ia biasa “berburu” pada malam hari, dari tempat-tempat sepi, berbekal teropong termal, granat, dan makanan kecil!
Pengalaman buruk semasa kecil di pengungsian dan kerasnya perjuangan keluarganya (orang-orang Kurdistan) dalam peperangan di Irak, telah membentuk Joanna berbeda dengan cewek pada umumnya. Pada usia empat tahun, ia sempat diungsikan ke Denmark untuk mendapatkan pendidikan yang baik.
Namun keinginannya untuk menguasai senapan nggak ditepis ketika kakeknya mengajaknya berlatih menembak pada usia sembilan tahun. Ia ngaku darahnya selalu mendidih setiap kali dengar berita pejuang ISIS memperlakukan buruk anak-anak dan cewek. Selanjutnya, keluarga di perkampungan Kursistan Irak hanya bisa terpana mendengar Joanna meninggalkan bangku kuliah, pergi ke Irak pada 2014.
“Para penempur ISIS adalah mesin pembunuh, namun sejujurnya amat mudah untuk menjatuhkan mereka,” ungkapnya kepada Daily Mail.
Aksi Joana ternyata diketahui ISIS. Mereka telah mengumumkan bahwa kepada siapa saja yang bisa membunuh atau menangkap Joanna Palani, akan diberi hadiah sebesar 1 juta dolar atau sekitar Rp13 miliar.
“ISIS memang sangat ingin menangkap saya, lalu jadikan saya budak sex,” ungkapnya kepada Daily Mail.
Informasi keganasan sniper Joanna tampaknya sengaja dihembuskan untuk menurunkan moral pejuang garis keras ISIS. Di lain pihak, informasi ini juga memancing berbagai media di Eropa untuk menguak kisah perjuangannya.
Kesempatan muncul ketika badan intelijen Denmark (P.E.T) menangkap Joanna pada Desember 2016. Nick Fagge dan Lara Whyte dari Daily Mail Online berhasil mewawancarai The Most Wanted Woman Sniper ini tak lama setelah dibebaskan dari penjara akhir Januari lalu. P.E.T. bermaksud “mengamankan” sang sniper, tapi pihak kejaksaan tampaknya tak mau ambil risiko. (Intisari)