Follow Us

Gara-gara Pisang Siswi SMAK St. Louis Surabaya Bikin Bangga Indonesia

Rizki Ramadan - Sabtu, 06 Agustus 2016 | 09:46
Elizabeth Maria Clarissa,   SMAK St. Louis 1 Surabaya  bawa pulang medali emas dan perunggu di Asia Pacific Conference of Young Scientists  di India
Rizki Ramadan

Elizabeth Maria Clarissa, SMAK St. Louis 1 Surabaya bawa pulang medali emas dan perunggu di Asia Pacific Conference of Young Scientists di India

Muda, berprestasi dan mampu mengharumkan nama bangsa merupakan impian tiap pelajar Indonesia. Namun, bukan hal yang mudah untuk mewujudkan hal tersebut. Butuh perjuangan dan semangat yang nggak pernah habis untuk menjadi seorang juara. Jatuh dan gagal adalah hal yang harus kita jalani selama proses meraih impian.

Elizabeth Maria Clarissa, siswa yang baru saja menginjakkan kakinya di kelas XI di SMAK St. Louis 1 Surabaya ini salah satu contoh siswa berprestasi. Dia mampu mengharumkan nama bangsa di ajang sains tingkat Asia-Pasifik serta membawa pulang 2 medali, emas dan perunggu.

Eliz, nama sapaannya, juga mengatakan bahwa nggak pernah terpikir bahwa ia akan membawa pulang medali emas, “Nggak pernah kepikiran sama sekali, enggak ada bayangan kalo nanti aku bakalan menang,” cerita gadis berwajah oriental ini.

Eliz mengikuti ajang APCYS (Asia Pacific Conference of Young Scientists) di India berkat keberhasilan yang ia peroleh di ajang sains nasional. Membawa penelitian dengan judul Fiber Packet Meat, dia bertarung dengan ratusan anak dari beberapa negara di kawasan Asia-Pasifik.

“Aku meneliti tentang daging yang dibuat dari bonggol pisang. Jadi bonggol pisang kita olah menjadi sebuah bahan makanan yang memiliki rasa seperti daging,” paparnya.

Ide penelitian itu berasal dari keluarganya, tepatnya adik sepupunya yang susah sekali makan sayur.

“Oleh karena itu aku pengen buat makanan yang kaya serat buat anak-anak. Sedangkan bonggol pisang merupakan bahan makanan yang kaya akan serat dan gizinya juga cukup banyak. Dengan makanan dari bonggol pisang aku berharap kebutuhan serat dan gizi anak-anak tercukupi,” jelas siswi Eliz

Untuk menjadi juara seperti saat ini, Eliz harus melewati beberapa seleksi mulai tingkat kota sampai dengan tingkat nasional. Namun sayang, di tingkat nasional ia hanya sebagai finalis saja. Tapi nggak sampai situ, ia kemudian dipanggil oleh sebuah organisasi yang menanungi para peneliti belia yang berada di Bandung.

Butuh waktu yang cukup lama dalam penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth. Penilitian ia mulai saat awal ia masuk kelas X di SMAK St. Louis 1 Surabaya. Tidak sendirian, selama penelitian ia dibantu oleh gurunya. “Saat itu saya masih kelas X, nah aku punyaide bonggol pisang ini aku ajukan ke guru kelasku. Ternyata ada sambutan baik, malahan aku diberikan guru pembimbing yang khusus menangani tentang bonggol pisang. Namanya Pak Eko,” ceritanya.

Pak Eko menyambut baik penelitian Eliz terlebih karena dulu, saat kuliah, Pak Eko juga meneliti objek yang sama: bonggol pisang. “Rasanya itu klop banget. Sampai-sampai hasil penelitian yang saya buat saya berikan untuk ia pelajari,” tutur Petrus Eko Sugiharto, guru Biologi.

Namun, ada yang mengejutkan tentang ajang yang diikuti oleh Elizabeth di India. Biaya akomodasi yang dikeluarkan oleh cewek oriental ini merupakan dana pribadi. “Jadi untuk biaya akomodasi dan untuk ikut dalam APCYS, aku mengeluarkan uang pribadi. Waktu itu orang tuaku ditanya tentang kesanggupan dalam hal biaya. Dan orang tuaku menyanggupinya, karena biaya yang dikeluarkan nggak bisa dibilang sedikit,” cerita Eliz.

Meskipun nggak mendapat bantuan dana untuk biaya dia pergi ke India, Eliz tetap semangat untuk mempersiapkan dirinya dalam ajang APCYS 2016. Menurutnya uang yang dikeluarkan bukan masalah, karena pengalaman dan ditambah dia telah menjadi jawara dalam ajang peneliti belia Asia-Pasifik merupakan harga yang sepadan.

Editor : Bayu Dwi Mardana Kusuma

PROMOTED CONTENT

Latest