Hampir seluruh sekolah punya sistem pengeras suara. Nah, kebanyakan sekolah memakainya hanya untuk memberi pengumuman atau mengeraskan suara bel. Nggak kayak teman-teman dari SMA Tarsisius II Jakarta Barat yang juga memanfaatkannya untuk media hiburan. Yap, mereka bikin radio sekolah!
Ide tersebut muncul dari kepala sang ketua OSIS, Giovanny. Ngeliat mic yang tersambung ke speaker sekolah ia jadi punya ide untuk menggunakannya untuk cuap-cuap dan muterin lagu saban jam istirahat. Apalagi, mic dan soundsystem tersebut ditaro di ruangan kecil. Jadi mirip kayak studio di kantor radio. Untungnya, guru dan para pejabat sekolah nggak ngelarang, malah mendukung. Makin gencarlah ide tersebut diwujudkan.
Bersama temannya dari seksi Seni OSIS, Jeremy, Giovanny merelakan waktu istirahatnya tersita demi siaran menghibur teman-teman satu sekolahnya.
Selayaknya stasiun radio pada umumnya, radio sekolah ini pun menyajikan obrolan ringan seputar pergaulan sekolah dan memutar lagu. “Yang biasa diobrolin saat siaran itu seputar lagu-lagu yang sedang hits, menyampaikan support untuk temen-temen yang sedang belajar, dan tentunya, ada sesi titip salam untuk si doi,” cerita Gio. Satu kali siaran durasi yang dihabiskan adalah 30 menit.
Yap, radio ini paham banget kalau banyak siswa yang suka malu-malu menyampaikan salam untuk sang gebetan. Karena itu, Gio dan Jeremy membuka sesi DUDU ( Dari, Untuk, Dengan Ucapan). Pendengar bisa mengirimkan pesan DUDU-nya lewat LINE atau langsung dateng ke ruang siaran dan membisikkannya ke kedua penyiar.
Tentu, request lagu pun diterima. Gio bercerita, karena salah satu tujuan radio ini digagas adalah sebagai cara untuk penggalangan dana, maka tiap DUDU dan request lagu dikenakan tarif. Rp 2.000 untuk request satu lagu. Rp 1.000 untuk titip salam. “Lagian, kan, nggak ada yang gratis di Jakarta. Hehehe,” canda cowok berkacamata ini. Wah, cara yang kreatif. Bisa dicontoh, nih.
Penyiar tetap radio memang cuma Jeremy dan Gio, tapi, kalau keduanya sedang berhalangan, termasuk karena alasan yang Gio sebut “sedang terlalu lelah” penyiar pengganti siap tampil. Walau begitu, nggak jarang juga kosong siarang terjadi.
“Sempet ditanyain juga kalau lagi bolos, ‘Kok tumben nggak ada radio sekolah?’ tanya guru atau temen,” kata Gio.
Sekolah Gio adalah sekolah gabungan. Dalam gedung tiga lantai itu, ada SD dan SMP juga. Tentu, suara radio sayup-sayup akan terdengar oleh warga SD dan SMP. Untungnya, itu nggak pernah jadi masalah. Konyolnya, komplain malah pernah datang dari area yang deket banget sama studio rekaman, yaitu ruang guru.
Waduh, kenapa tuh?
“Jadi, waktu itu kami lupa matiin sambungan ke speaker yang ada di ruang guru, jadi lagunya ikut kedengar juga ke situ. Jadi berisik. Guru-gurunya marah. Hehe,” ujar Gio enteng. Komplain lainnya sesekali datang, yaitu dari pendengar yang DUDU atau request lagunya belum sempat dikabulkan.
Kini, kepengurusan OSIS pimpinan Gio udah mencapai ujungnya. Gio dan teman-teman kelas XII pun mulai sibuk sama Try out dan persiapan ujian. Alhasil, radio sekolah ini vakum sementara.