Follow Us

Pengakuan Para Pemakai “Narkoba Digital” di Indonesia

- Selasa, 13 Oktober 2015 | 10:30
ilustrasi
Hai Online

ilustrasi

I-Doser yang disebut-sebut sebagai ‘narkoba digital’ dan lagi rame-ramenya nih, dibicarain di jagat maya. Meski baru-baru ini, BNN merilis kalau i-Doser sama sekali bukanlah jenis narkoba, namun beberapa riset menyatakan efek mendengarkan suara lewat aplikasi i-Doser bisa sedikit mempengaruhi gelombang otak kita.

Kerja dari gelombang suara yang terdapat di listy aplikasi i-Doser digunakan untuk menstimulus kerja otak kita agar mencapai satu kondisi mood tertentu. Tekniknya bernama Binaural Beats yang digunakan oleh program ini dan sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 1839.

Andezzz, seorang disc jockey (DJ) yang juga merupakan produser musik lulusan Berkeley College of Music mengaku sempat mencoba mendengarkan Binaural Beats semasa kuliah. Waktu itu, ia mengenalnya sebagai salah satu jenis music therapy yang mempengaruhi gelombang otak.

“Saya sih nggak menyebutnya sebagai digital drugs. Saya nyebutnya brainwave. Sebuah frekuensi aja. (musik ini) emang aneh kalau didengarkan pada awalnya,” cerita Andezzz kepada HAI, Selasa (13/10).

ANdezzz yakin, binaural beats bukanlah salah satu jenis narkoba, sebab penggunaannya nggak bikin mabuk atau high.

"Program kayak gitu emang bukan narkoba. Dan nggak bikin mabuk atau high kok. Nah, kalau soal nama-nama dose yang mirip nama narkoba, itu menurut saya hanya marketing language saja. Supaya orang-orang penasaran." tambah cowok yang udah nge-DJ dari tahun 2003 ini.

Waktu mendengarkan Binaural Beats, Andezzz mengaku hanya merasakan isi pikirannya menjadi kosong untuk sementara, meski sempat teralihkan dari rutininas ke ruang imajinasi, efek mendengarkan gelombang suara itu membuatnya tertidur pulas. “Kadang program ini juga ditujukan untuk meditasi dan memberikan rasa santai atau relaksasi (stress relief),” lanjutnya lagi.

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest