Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

JOGJA HIP HOP FOUNDATION : SI PENEBAR MANTRA JAWA

Sekar Seruni (old) - Jumat, 18 November 2011 | 12:59
JOGJA HIP HOP FOUNDATION SI PENEBAR MANTRA JAWA
Sekar Seruni (old)

JOGJA HIP HOP FOUNDATION SI PENEBAR MANTRA JAWA

Kalau kamu berkunjung ke Jogja, tanyakan pada siapa saja orang yang kamu temui tentang lagu Jogja Istimewa. Dijamin dari yang tua sampai anak kecil bisa menyanyikan lagu satu ini.

Lirik yang kritis, syair dengan bahasa jawa yang dilafalkan secara cepat kemudian dicampur dengan beat-beat hip-hop dan kemeja batik yang selalu menempel di badannya adalah satu ciri khas dari Mohammad Marzuki atau yang lebih kerap menyamar dengan nama Kill The DJ.Dia adalah sosok founder dari Jogja Hip Hop Foundation (JHF) yang telah menebar mantra hip-hop jawa sejak tahun 2003. Bagi dia, pemaknaan lahirnya hip-hop Jawa bukan semata-mata tendensi kontemporer saja, tapi lebih apa-adanya, natural, alamiah, dan kejujuran pada ekspresi.

JHF sendiri beranggotakan Ki Jarot (Kill The DJ, Jahanam, Rotra), tiga paduan yang mumpuni dalam pergerakan dunia hip-hop. Kill The DJ sendiri adalah pendiri Performance Fucktory, Parkinsound, Republik Art, United of Nothing, dan Jogja Hip Hop Foundation. Dia juga berhasil menciptakan Poetry Battle yang menghasilkan trilogi hip-hop yang semua liriknya dihasilkan dari bacaannya terhadap teks asli Serat Centhini. Jahanam yang merilis album perdananya di tahun 2003 dengan tajuk Jahanam Su!telah berhasil menyedot lebih dari 20.000 copy di awal kemunculannya. Sedangkan Rotra, adalah legenda dari G-Tribe yang merupakan kru hip-hop berbahasa Jawa pertama di Yogyakarta dan bahkan Indonesia. Ki Ageng Gantas atau yang akrab dipanggil Anto, adalah pionir hip hop berbahasa Jawa. Formulasi Rotra juga diperkuat oleh Lukman Hakim a.k.a Rajapati. Semua perjalanan ini telah terpotret dalam satu film dokumenter, Hiphopdiningrat yang telah diluncurkan tahun di 2010 silam.

Bagi Marzuki, bahasa menjadi hal terpenting dalam hip-hop, karena musik hip-hop penuh dengan kata-kata.

"Kami merasa lebih bebas bila nge-rap dalam bahasa Jawa, bahkan sering kali bahasa Indonesia kurang nyaman di-hip-hop-kan. Ada bunyi-bunyi dalam bahasa Jawa yang tidak ada dalam bahasa Indonesia" ujar Marzuki, seorang anak petani dan guru agama dari Prambanan yang apabila ditanya agama dianut ia akan menjawab menganut animisme progresif.

Belum lama ini, tepatnya Mei lalu, JHF telah mengunjungi kota kelahiran hip-hop, New York. Di sana mereka melakukan konser ekslusif dan tour selama 3 hari. Meski sempat khawatir dengan publik Amerika yang skeptis terhadap program ini, "Java Hip Hop? So what?" cerita Marzuki.

"Hal yang terpenting adalah di mana kita manggung kita menikmati apa yang kita kerjakan, for the music for the stage dan kita menikmati layaknya jatilan trance. Memberikan energi jujur mendidikasikan tubuhmu terhadap kejujuran panggung, kejujuran ekspresi. Aku pikir penonton dapat menangkap energinya" tambah Marzuki yang kerap bekerjasama dengan sinden Jawa, Soimah Pancawati.

Editor : Hai





PROMOTED CONTENT

Latest

x