Follow Us

12 Years a Slave: Catatan Kisah Ironi menjadi Budak

Rian Sidik (old) - Jumat, 07 Maret 2014 | 12:59
12 Years a Slave Catatan Kisah Ironi menjadi Budak
Rian Sidik (old)

12 Years a Slave Catatan Kisah Ironi menjadi Budak

Best Motion Picture of the Year, Best Perfomance Actress in a Supporting Role, dan Best Writing Adapted Screenplay yang diperoleh oleh film 12 Years a Slave di ajang Oscar 2014 kemarin rasanya sudah cukup mempresentasikan betapa hebatnya film garapan sutradara Steve McQueen ini.

Bermodalkan portofolio di film layar lebar sebelumnya Hunger (2008) dan Shame (2011), Steve tahu betul apa yang harus ia laksanakan untuk membuat film dengan durasi sepanjang 134 menit ini terasa "menyayat-yayat" untuk ditonton. Terlebih ia memiliki naskah apik yang digarap oleh John Ridley berdasarkan kisah adaptasi dari pengarang aslinya, Solomon Northup yang ia tuliskan di buku dengan judul yang sama.

Visualiasasi tones dan set tempat yang mengambil latar belakang di tahun 1853 pun disajikan secara realistis. Apalagi dengan tema rasisme, kala bisnis perdagangan budak berkulit hitam (negro -RED) dianggap seseatu yang wajar terjadi dilakukan oleh kaum bangsawan di beberapa negara bagian Amerika Serikat pada abad silam.

Dengan komposisi yang sudah matang seperti itu, Steve cukup mencari karakter yang sesuai dengan tokoh adaptasi yang ada di naskah, sebelum akhirnya nama itu jatuh kepada Chiwetel Ejoifor sebagai tokoh sentral Solomon Northup, seorang negro merdeka berintelektual asal New York.

Sesuai dengan judulnya, 12 years a slave menceritakan pengalaman Solomon Northup selama 12 tahun sebagai budak. Kisahnya menjadi budak sendiri dimulai ketika Solomon yang kala itu berstatus negro merdeka ditawarkan bekerja sebagai musisi. Sayangnya tawaran itu adalah fiktif, dan begitu ia terbangun ia malah menemukan dirinya sebagai tawanan dan dikirim ke New Orleans sebagai budak.

Selama menjadi budak, Ia mengubah nama panggilannya sebagai Platt. Ia pun akhirnya dijual kepada pemilik perkebunan bernama Ford yang diperankan oleh Benedict Cumberbatch. Dengan situasi perbedaan jauh antara Budak Negro dengan kasta kulit putih yang ada, Ford yang sadar kalau Platt bukanlah budak yang biasa pun nggak ingin mengambil resiko dan justru menyerahkan Platt kepada Edwin Epps.

Di antara nama besar Benedict Cumberbatch dan Brad Pitt untuk peran Bass yang juga memerankan sebagai karakter pendukung dan muncul di akhir film, Pujian justru diberikan kepada Lupita Nyong'o. Kelawasannya memerankan karakter budak perempuan bernama Pattsey memberikan sentuhan khusus dalam menciptakan scene memorable yang didominasi oleh tindakan absurd yang dilakukan oleh kedua tuannya.

Nah, buat kalian yang belum nonton, 12 years a Slave merupakan tontonan yang tepat untuk kamu yang penasaran kenapa film ini sangat difavoritkan di OSCAR. Watch Out!

Editor : Hai

PROMOTED CONTENT

Latest