Setidaknya larangan tersebut diberlakukan dalam masa penelusuran dan pengujian secara komprehensif kepada golongan obat sediaan cair atau sirop yang dicurigai sebagai penyebab dari gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak tuntas dilakukan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, Kementerian Kesehatan untuk sementara waktu melarang penggunaan obat-obatan dalam bentuk cair ataupun sirop sampai hasil penelitian kualitatif yang dilakukan terkait penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal selesai dilakukan.
Hal ini dilakukan sebagai langkah konservatif untuk melindungi anak-anak di Indonesia.
”Jumlah anak balita yang teridentifikasi AKI (gangguan ginjal akut.red) sudah mencapai 70-an anak per bulan. Realitasnya pasti lebih dari ini, dengan tingkat fatality atau kematian mendekati 50 persen,” katanya dikutip dari Kompas pada Kamis (20/10) ini.
Dari hasil penelitian sementara yang dilakukan Kementerian Kesehatan, pasien balita yang terkena gangguan ginjal akut terdeteksi memiliki tiga zat kimia berbahaya, yakniethylene glycol(EG),diethylene glycol(DEG), danethylene glycol butyl ether(EGBE). Ketiga zat tersebut merupakan cemaran (impurities) dari zat kimia polyethylene glycolyang sering dipakai sebagai pelarut pada berbagai obat-obatan jenis sirop.
Budi mengatakan, beberapa jenis obat sirop yang digunakan oleh pasien balita yang terkena gangguan ginjal akut terbukti mengandung EG, DEG, dan EGBE yang seharusnya tidak ada atau sangat sedikit kadarnya pada obat-obatan sirop tersebut.
Untuk itu, penelitian pun dilakukan untuk melihat dampak intoksikasi (racun) dari obat cair tersebut.
Merujuk pada keterangan resmi, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menuturkan, sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirop untuk anak ataupun dewasa tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG.
Meski begitu, EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan.
BPOM pun telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional.
Hasil pengujian pada produk yang mengandung cemaran EG dan DEG masih memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk memastikan pemenuhan ambang batas aman berdasarkan referensi.
"Semua industri farmasi yang memiliki obat sirop yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG diminta melaporkan hasil pengujian yang dilakukan secara mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha. Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain, seperti mengganti formula obat ataupun bahan baku jika diperlukan,” ujar Penny.
Baca Juga: 55 Persen Anak Muda Pertimbangkan Popularitas Partai Ketika Berpolitik | Yang Muda Yang Memilih
Kecurigaan pada obat sediaan cair atau sirop sebagai penyebab gangguan ginjal akut berawal dari kasus serupa yang terjadi di Gambia, Afrika.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyebutkan, sebanyak empat produk sirop obat untuk anak yang terkontaminasidietilen glikol &etilen glikolterkait dengan kasus gangguan ginjal akut pada anak di Gambia. Namun, empat produk yang terkait dengan kasus di Gambia tersebut tidak terdaftar di Indonesia. (*)