HAI-Online.com -Para pelajar di Indonesia, mulai dari SD hingga SMA nampaknya saat ini sedang menghadapi kondisi gawat darurat dalam penguasaan kompetensi dasar untuk berpikir dan bernalar.
Dilansir dari harianKompas, temuan ini disampaikan dalam acara Deklarasi Gerakan Nasional Berantas Buta Matematika (Gernas Tastaka) yang digelar di Universitas Indonesia pada Sabtu kemarin (10/11).
Dalam acara bertajuk 'Berantas Darurat Matematika' tersebut, inisiator Gernas Tastaka, Ahmad Rizali menyatakan bahwa di Indonesia saat ini tengah terjadi kondisi gawat darurat bermatematika siswa dari SD hingga SMA yang berdampak pada kemampuan dalam berpikir dan bernalar.
Hal ini terlihat dari studi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) terhadap siswa SD pada 2016 yang sudah menunjukkan kondisi gawat.
Baca Juga : Lulus Kuliah, Anak Miliarder Ini Malah 'Disuruh Jadi Miskin' dan Cuma Dibekali Rp100 Ribu
Gimana nggak sob, sebanyak 77,13 persen siswa SD di seluruh Indonesia memiliki kompetensi matematika kurang, sedangkan 20,58 persen dalam kondisi cukup, dan 2,29 persen lainnya baik.
Pada AKSI 2017, hasil untuk siswa SMP juga memprihatinkan setelah siswa kelas VIII dari dua provinsi di Indonesia hasil rata-rata kompetensi literasi matematikanya terbilang kurang karena hanya mencapai 27,51 dari skor 0-100.
Mengetahui hal tersebut, Ahmad mengajak semua pihakuntuk bergerak bersama agar nasib pendidikan dari generasi muda kita bisa terselamatkan ke depannya.
"Jika ini dibiarkan, generasi emas Indonesia terancam gagal membangun peradaban Indonesia di masa yang akan datang. Kita harus bergerak bersama menyelamatkan generasi emas bangsa" terang Ahmad.
Lebih lanjut, anggota tim SMERU Research Institute, Niken Rarasati menjelaskan bahwa menurut data Indonesia Life Survey Famili 2000 dan 2014,kemampuan bermatematika siswa semakin menurun, termasuk ketika berada di jenjang sekolah yang lebih tinggi.
Baca Juga : Viral Nangis Pas Ditilang, Bocah SMP di Lombok Dapat Hadiah Sepeda dari Polisi
Apa Penyebabnya?
Menurut dosen matematika dari Sampoerna University, Dhitta Puti Sarasvati, masalah dalam pembelajaran matematika ini bisa saja muncul akibat para pelajar Indonesia selama ini belum terfasilitasi dengan baik.
"Kami nggak mengatakan bahwa siswa di Indonesia bodoh. Akan tertapi, dari kurvanya banyak anak yang kapasitasnya nggak berkembang. Ini artinya orang-orang dewasa di sekitar anak nggak memfasilitasi mereka dengan baik," terang Dhitta.
Menurut Dhitta, belajar matematika sendiri bukanlah untuk menjadikan para pelajar sebagai matematikawan, melainkan untuk bernalar dengan menguasai perhitungan aritmatika dasar.
"Belajar matematika penting untuk membantu anak dapat memikirkan hal abstrak. Namun belajar semestinya dimulai dari hal-hal konkret," ujarnya sambil meminta para guru untuk mengembangkan proses pembelajaran matematika.
Sedangkan menurut mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Jajal, mendesak agar indikator mutu dimasukkan dalam perencanaan pendidikan guna mengondisikan pemerintah pusat dan daerah dalam memperbaiki hasil belajar siswa. (*)