HAI-ONLINE.COM -Danudjaditya merupakan unit rock yang dibentuk pada akhir 2018 setelah Didit pindah dari Bandung ke Yogyakarta dan merekam live demonya yang bertajuk 'Adiksi Atensi' dan 'Suay Marabahara', yang mana saat itu posisi drum di isi oleh Jono Terbakar.
Setelah sebelumnya merilis 4 single ke digtal streaming platform selama satu tahun terakhir, Danudjaditya kali ini melempar album penuh bertajuk "Distöpia" yang rilis pada 20 Mei lalu. Proyek musik kali ini merupakan eksperimen Didit, doi menjelaskan hal itu karena "Distöpia" merupakan gabungan dari nuansa agresif punk 70-an dan Lo-fi serta suara berat dari gitar fuzz.
"Distöpia" menjadi rilisan yang berbeda bagi Didit dengan karya sebelumnya. Karena karya Danudjaditya kali ini cuma dirilis dengan format cakram padat, dan juga dirilis melalui label independent yang berdomisisli di Yogyakarta, yakni SönLéTarian.
Baca Juga: HAI DEMOS : Berkontemplasi Bersama 'Arunika' Di Tengah Hiruk-Pikuk Hidup, Oleh Prawi!
“Distöpia” adalah fiksi yang mekar dalam kepala Didit. Cerita itu ia gelantarkan ke tempat bernama Nuransäthä. Negeri yang disegani, kuat, kaya raya, serta makmur itu direbut paksa panglima perang bernama Uthärös. Dia merupakan rujukan imajinatif tentang sebenar-benarnya sifat celaka dan pengkhianat. Dia menusuk rajanya sendiri, menggunakan cara-cara purba, menunggangi kekuatan militer dan gerombolan muda lalu mengarahkan moncong senjata ke istana serupa Brutus dan Gaiaus bersama 60 senat yang menikam Caesar.
Setelah mendengarkan track dalam “Distöpia”, unit rock berbasis di Yogyakarta ini agaknya punya musik yang menantang. Terkesan unik dengan mayoritas musik yang diawali dengan riff gitar, dan dengan sound gitar fuzz-nya.
Untuk vokalnya sendiri, Danudjaditya nggak kayak band rock biasanya sih. Di sini doi punya karakter vokal yang low dan berat kayak stoner,reverb delay. Sedangkan kalo lo biasa dengerin rock, mereka punya vokal tinggi atau melengking.
Dengan pengambilan chord yang seram, suasana menantang, karya Danudjaditya cukup menarik bagi HAI sendiri. Lo bisa temui juga unsur psychedelic dan stoner di beberapa lagunya. Album “Distöpia” juga seakan ditutup dengan track sangat pas!
Benar adanya, kalo sebelumnyaDanudjaditya menyebutkan album ini terdapat gabungan nuansa agresif punk 70-an. Namun, jika dikatakan Lo-fi, HAI kurang setuju nih. Karena didengar dari hasil mixingnya sendiri,“Distöpia” bisa dikatakanHi-fiatau "kering".
Proses rekaman, mixing, sampai masteringdigarap sendiri oleh Didit di kamar yang doi sulap menjadi studio. Proses rekamannya dilakukan seadanya, seperti take gitar yang menggunakansmartphonedi dalam kotak kecil, dilengkapi busa di dinding-dindingnya lalu ditodong ke pengeras suara. Didit juga merekam ulang 4singleyang dirilis keplatform digitalsehingga terdengar jauh berbeda di album barunya.
Untuk artwork-nya sendirimerupakan Resharrris, bentuk dari respon atas fiksi yang ditaruh Danudjaditya ke dalam album. Resharrris bercerita, kehancuran sekaligus kesuraman Nuransäthä dalam kepala Danudjaditya ditampilkan dengan warna merah menyerupai darah. Mereka juga menaruh figur seseorang yang menutup wajah dan tubuh dengan kain dari kepala hingga kaki dalam artwork. Figur itu dipilih menjadi cover depan album ini.
Lo bisa langsung kepoin Didit ke laman media sosialnya di bawah ini nih!