3 Band Rock Ini Dikenal Karena Aksi Protes Mereka Melalui Karya!

Selasa, 03 Mei 2022 | 13:00
XLRepublicca

Pussy Riot

HAI-ONLINE.COM – Pada awal tahun 2021 seorang bintang indie California Phoebe Bridgers mencoba hal yang agaknya sedikit brutal dalam panggung live yang ia lakukan di Saturday Night Live.

Pada klimaks lagunya ‘I Know The End’, Bridgers membenturkan gitarnya ke monitor yang ada.

Beberapa ada yang bilang kalo hal itu keterlaluan sih.

Di balik pertunjukan seperti itu, gampang banget melihat bagaimana banyak orang juga berpikir punk atau bentuk musik protes lainnya udah mati.

Mayoritas musisi sekarang kayaknya takut akan kontroversi.

Sebagian besar dari mereka punya substansi atas apa pun yang ingin dikatakan, atau memilih diam. Karena bakal berdampak ke karier mereka.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Olivia Rodrigo: Gue Tumbuh di Era Cuma Sedikit Cewek yang Bawain Musik Rock, dan Itu Bikin Gue Terpacu

Tapi di sisi lain, nggak sedikit juga kok musisi yang nggak takut untuk mengungkapkan pikiran politik mereka.

Nah, para pemain yang penuh semangat ini biasa menyebut mereka kaum konservatif, terlibat dalam protes, dan dianggap memberontak terhadap orang-orang yang mereka anggap sebagai politisi yang bengkok.

HAI bakal kasih tau 3 band dan musisi dengan pemberontakan mereka yang masih sangat hidup!

Fat White Family

Fat White Family adalah salah satu band yang bisa dibilang paling vokal saat ini.

Para rocker London Selatan ini berkembang pesat dalam kontroverso sejak kehadiran mereka di 2011. Mereka menggembar-gemborkan campuran konfrontatif dari seni transgresif, nihilisme, dan referensi obat-obatan yang nggak masuk akal.

Band ini pertama kali menjadi berita utama pada tahun 2013, setelah kematian mantan PM Inggris Margaret Thatcher.

Pada hari Iron Lady meninggal, anggota Fat White Family menuliskan kalimat “The Witch is Dead” di spanduk dan bergabung dengan ratusan orang yang berpesta di Brixton untuk merayakan kematian Thatcher.

Dari kegilaan yang dilakukan oleh band ini, mereka nggak ngerasa melanggar batas sama sekali.

Hal ini mereka ungkapkan kepada wartawan pada tahun 2015, “Orang-orang melakukan banyak hal buruk di atas panggung mereka di hadapan banyak orang. Ini bukan hal baru, gue rasa kita nggak melakukan sesuatu yang unik atau spesial sih” ujar sang vokalis Lias Saoudi.

Pussy Riot

Selama sepuluh tahun terakhir, Pussy Riot berjuang melawan dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah Rusia.

Gaya mereka dalam bermusik dikenal karena aksinya yang keterlaluan dan menarik perhatian. Akibatnya beberapa anggota dari mereka telah dipenjara karena mengkritik Kremlin.

Band yang terbentuk di Moscow ini memperlihatkan diri mereka pertama kali pada November 2011. Band ini memanjat scaffolding, merobek bantal, dan melemparkan bulu ke kereta bawah tanah.

artlyst

Pussy Riot clambered up scaffolding

Ketenaran global bermulai pada tahun 2012 saat mereka berdemonstrasi menentang terpilihnya kembali Vladimir Putin. Lima anggota Pussy Riot dengan balaclava berwarna melakukan protes di Cathedral of Christ the Savior.

Baca Juga: Bantu Galang Dana untuk Ukraina, Personel Pussy Riot Jual NFT Bendera Ukraina Seharga Rp38 Miliar

Mereka melompat-lompat di sekitar altar menyanyikan lagu anti Putin mereka ‘A Punk Prayer’ di bawah slogan “Sh** to the Lord”

Kunt and the Gang

Kunt and the Gang bisa dibilang pemberontakan paling nggak sopan. Terlepas dari namanya, aksinya dilakukan oleh satu orang, yaitu pemain synth dengan omongan yang asal-asalan.

Kunt berasal dari kota Basildon di Inggris, dengan memulai kariernya pada tahun 2003 memainkan lagu-lagu komedi provokatif seperti ‘A Lonely Wank in a Travelodge’, ‘Jimmy Saville & The Sexy Kids’ dan masih ada lagi dengan judul-judul yang terlalu kasar.

Baca Juga: Pengen Kuliah di Inggris? Ada Beasiswa S1-S2 Seni dan Desain 2022 Senilai Rp 76 Juta Nih!

Pada tahun 2020 Kunt merilis single besar pertamanya dengan judul ‘Boris Johnson Is A F*** C****’ yang berhasil mencapai nomor lima pada chart lagu natal dan kemudian menjadi lagu terlaris ke-20 di tahun itu. Lagu dengan durasi kurang dari satu menit dengan pesan yang jelas itu tentu udah menangkap sesuatu dalam jiwa masyarakat progresif Inggris dengan pencapaian yang doi dapet dari lagu itu.

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya