Dua Tips Biar Nggak Kena Tipu Investasi Bodong ala Pakar UGM

Senin, 21 Maret 2022 | 19:14
Pixabay / TheDigitalWay

Ilustrasi investasi

HAI-ONLINE.com - Masalah investasi bodong makin hari makin memakan banyak korban.

Mereka yang mudah tergiur dengan keuntungan instan yang dijanjikan pelaku pun menjadi sasaran empuk untuk menyasar korban-korban investasi bodong.

Persoalan ini pun makin disoroti setelah dua influencer investasi binary option tersandung kasus hingga ditahan polisi.

Pengamat perbankan, keuangan dan investasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) Eddy Junarsin memberikan pendapatnya setelah dua nama afiliator Indra Kesuma atau Indra Kenz dan Doni Salmanan jadi tersangka.

Baca Juga: Berbisnis Konten Video Singkat, Siskaeee Kini Jalani Sidang Kasus Pornografi

Eddy Junarsin mengatakan, masyarakat harus lebih waspada terhadap berbagai tawaran bisnis investasi yang menawarkan profit menggiurkan dalam waktu singkat.

Tidak ada bisnis beri keuntungan secara instan

Sebab, tidak ada bisnis yang mampu memberikan keuntungan secara instan berlipat-lipat. Eddy menerangkan, masyarakat harus memperhatikan dua hal saat berinvestasi yakni soal legal dan logis.

"Kata kuncinya itu 2 L yaitu legal dan logis," terang Eddy seperti dikutip dari laman resmi UGM, Minggu (20/3/2022).

Eddy menjelaskan, ketika akan berinvestasi masyarakat harus melihat perusahaan atau aplikasinya legal atau tidak. Lalu melihat dari sisi logisnya. Masyarakat bisa menilai tingkat kewajaran. Jika menawarkan keuntungan hingga 200 persen per bulan misalnya tentu itu tidak logis.

Baca Juga: Hindari Jebakan Crazy Rich Instan? Yuk Pahami dan Teliti Cara Terhindar dari Platform Investasi Bodong

Eddy menyampaikan, tips tersebut bukan hanya berlaku bagi warga masyarakat yang berniat ingin menjadi investor. Namun juga berlaku bagi afiliator maupun influencer yang ingin mempromosikan sebuah bisnis investasi.

"Dari sisi investor dan afiliator membiasakan berpikir lebih logis dan diteliti dulu," tambahnya.

Dalami dulu profil perusahaan penyedia aplikasi

Eddy menegaskan, biar nggak kejebak investasi bodong atau bisnis yang tidak berizin, masyarakat yang mau berinvestasi sebaiknya terbiasa untuk sebelumnya mendalami soal profil perusahaan penyedia aplikasi terlebih dahulu.

"Cari tahu ini apa jualannya, apakah legal atau tidak. Lalu pengalaman orang yang sudah investasi seperti apa," beber Eddy.

Eddy mengungkapkan, kerugian para korban Binomo tidak sepenuhnya menyalahkan aplikasi. Sebab aplikasi tersebut dibuat dan juga beroperasi di negara luar yang melegalkan perjudian. Sementara di Indonesia sendiri melarang adanya perjudian.

Bahkan, dari sisi pemerintah sendiri selaku regulator masih lemah dalam pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) selaku regulator dan pengawas.

"Sosialisasi dan panduan kurang, belum sampai menjangkau masyarakat bawah," terang Eddy dilansir dari Kompas, Minggu (20/03/2022).

OJK dan Bappebti harus bertindak tegas

Namun begitu, para korban investasi bodong umumnya memiliki latar belakang yang berbeda. Ada sebagian mengetahui bahwa itu investasi bersifat gambling. Namun, ada juga korban yang sekedar ikut-ikutan karena disosialisasi oleh influencer.

"Ada yang tahu. Ada juga yang tidak tahu tapi ikut-ikutan influencer muda dan kaya. Tapi memang ada investor pengen gambling, namun jika kalah marah," paparnya.

Bahkan, dari sisi pemerintah sendiri selaku regulator masih lemah dalam pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) selaku regulator dan pengawas.

"Sosialisasi dan panduan kurang, belum sampai menjangkau masyarakat bawah," ungkapnya.

Agar tidak terjadi kejadian serupa di kemudian hari, ia berharap pemerintah melalui OJK dan Bappebti menindak tegas aplikasi dan influencer investasi bodong tidak berizin yang beredar di internet agar tidak merugikan masyarakat.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Agar Tidak Kena Tipu, Begini Cara Cek Investasi Bodong ala Pakar UGM". (*)

(Tanya Audriatika)

Editor : Al Sobry

Baca Lainnya