Rindu Ternyata Punya Dampak Buruk ke Kesehatan Mental, Ungkap Studi

Kamis, 29 Juli 2021 | 17:20
Agência Brasil Fotografias/Wikimedia

Simone Biles yang mengundurkan diri dari Olimpiade Tokyo karena nggak sanggup menahan kerinduan terhadap orangtuanya.

HAI-Online.com – Rasa rindu ternyata nggak sesederhana kedengarannya. Studi mengungkapkan, perasaan tersebut bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental kita, lho!

Berdasarkan laporan Scientific American, kondisi jauh dari orang tersayang bisa memicu peningkatan kecemasan, depresi, dan masalah seperti gangguan tidur.

Laporan tersebut juga didukung oleh riset yang dilakukan ahli saraf Pusat Penelitian Primata Nasional Yerkes.

Baca Juga: Pakar Hubungan: Kalo Udah Putus, Ya Jangan Kepoin Mantan Lagi!

Untuk membuktikannya, penelitian tersebut melibatkan tikus yang sengaja dipisahkan dari pasangannya.

Setelah beberapa lama, tikus jantan yang terpisah dari betinanya mengalami perubahan fisiologi dan menunjukan perilaku depresi.

Tikus tersebut menunjukan adanya peningkatan kadar kortikosteron, yakni hormon yang serupa dengan hormon stres kortisol pada manusia.

Baca Juga: Bangun Subuh Jadi Cara Chicco Jerikho Lawan Stress di Kala Pandemi

Penjelasan ilmiahnya

Nah menurut dugaan peneliti, jauh dari orang tersayang membuat tubuh mengalami respon fisik yang setara dengan gejala penarikan obat.

Saat hewan monogami melakukan kawin dan hidup bersama dengan pasangan, kadar oksitosin dan vasopresin yang mendorong keterikatan emosional meningkat. Hal tersebut bisa mengaktifkan area otak yang terkait dengan penghargaan.

Alhasil, tikus-tikus tersebut bisa mengalami reaksi fisik yang serupa dengan gejala penarikan saat berada jauh dari orang tersayang.

Hal serupa juga terjadi pada manusia. Riset yang dilakukan psikolog dari University of Utah, Lisa Diamond juga berhasil membuktikan adanya reaksi fisik dalam diri manusia saat berada jauh dari pasangan.

Riset dilakukan dengan memisahkan pasangan yang terlibat dalam penelitian selama empat hingga tujuh hari.

Reaksi fisik tersebut membuat manusia susah mengontrol emosi dan mengalami gangguan tidur.

Mereka juga menunjukan adanya peningkatan kadar stres dan kortisol, kecemasan, serta kenggaknyamanan fisik selama berada jauh dari pasangan.

Baca Juga: DeadSquad Rilis Lagu Baru 'Paranoid Skizoid', Bercerita Soal Guncangan Mental

Sejumlah atlet pun mengalaminya

Udah bukan rahasia lagi, selama pandemi Covid-19 ini banyak orang harus terpisah atau berada jauh dengan keluarga dan orang tersayang.

Hal itu membuat masalah kesehatan mental pun semakin meningkat selama pandemi ini. Bahkan peristiwa terbaru juga sempat terjadi dalam ajang Olimpiade Tokyo.

Atlet senam asal AS, Simone Biles, mengundurkan diri dari kejuaraan dunia tersebut untuk menjaga kesehatan mentalnya.

Padahal, Biles memiliki track record yang cemerlang dalam dunia senam atletik.

Biles telah didiagnosis mengalami depresi. Dalam sebuah wawancara, Biles mengaku nggak sanggup melanjutkan pertandingan karena merasakan kerinduan luar biasa terhadap orangtuanya.

Ajang olimpiade Tokyo tahun ini memang terasa berat karena penonton yang dibatasi dan para atlet nggak bisa ditemani oleh keluarga atau orang tersayang. Haltersebut dinilaibisa menambah tekanan mental bagi mereka.

Hal serupa juga pernah dilakukan Naomi Osaka ketika mengundurkan diri dari ajang French Open and Wimbledon karena memprioritaskan kesehatan mental diri daripada ekspektasi fisik orang lain terhadap mereka.

Yah, atlet-atlet ini bukanlah manusia super. Mereka sama seperti kita yang juga memiliki perasaan dan bisa merasakan kerinduan.

Banyak orang menerima kenyataan jika atlet favoritnya mundur dari pertandingan karena mengalami cedera. Namun, kita seringkali sulit menerima dan mengakui betapa sulitnya untuk fokus secara mental dan emosional dan tetap bersaing di level tertinggi.

Baca Juga: Jangan Berlarut-larut dalam Kesedihan, Ini 4 Tips Menghadapi Fase Quarter Life Crisis

Nggak bisa dipungkiri, seringkali para atlet ini memang mengandalkan keluarga dan teman-teman mereka untuk membuat mereka tetap semangat dan fokus dalam bertanding.

Namun,hal itu nggak berlaku pada penyelenggaraan tahun ini. Mereka nggak bisa melihat ke arah penonton untuk mendapatkan dukungan.Mereka nggak bisa melihat wajah bangga orangtua saat bertanding dan memastikan bahwa diri mereka akan baik-baik saja. (*)

Editor : Al Sobry