Sekolah Tatap Muka Juli 2021: Remaja Masih Punya Risiko Kena Covid-19, Nggak Ya?

Senin, 07 Juni 2021 | 11:09

Uji coba Sekolah Tatap Muka, apakah Remaja Masih Punya Risiko Kena Covid-19, Nggak Ya?

HAI-Online.com- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek), Nadiem Makarim mengatakan pembelajaran tatap muka tetap bakal digelar pada Juli 2021.

Menurutnya, dengan kebijakan prioritas vaksin untuk para guru, sudah waktunya pembelajaran kembali dilakukan di sekolah.

Namun, Nadiem menekankan bahwa orang tua punya hak mutlak menentukan apakah anaknya sudah boleh ikut sekolah tatap muka atau belum.

Baca Juga: Biar Nggak Salah Komen dan Dianggap Ofensif, Remaja Perlu Tahu Dasar Konflik Israel-Palestina

“Itu hak prerogatif orangtua untuk memilih anaknya mau belajar tatap muka atau belajar jarak jauh,” tegas Nadiem dari laman Kemendikbud-Ristek.

Lalu,seberapa besar sih anak atau remaja berisiko terinfeksi Covid-19?

Menurut dr. Tuty Mariana, SpA, Dokter Spesialis Anak Primaya Hospital Bekasi Timur, hingga saat ini, belum diketahui pasti risiko infeksi Covid-19 pada anak-anak.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan dari jumlah total penderita Covid-19 di seluruh dunia, sebanyak 8,5 persen merupakan anak-anak dan remaja berusia di bawah 18 tahun.

Angka kematiannya pun lebih sedikit dan biasanya gejalanya lebih ringan.

Kendati demikian, tetap ada laporan pasien anak-anak yang kritis melawan Covid-19.

Sejumlah penelitian terbatas yang dilakukan oleh sejumlah negara mendapati risiko anak tertular Covid-19 lebih kecil ketimbang orang dewasa.

Baca Juga: Nggak Terima Dicap Positif Covid-19, Pria Ini Mengamuk di Bandara: Saya Udah Vaksin berkali-kali, Kalian Kerja Sembarangan!

Anak yang diteliti antara lain yang berumur di bawah 18 tahun, 15 tahun, dan 9 tahun.

Namun, berbeda dengan anak usia di bawah 1 tahun, risiko terkena Covid-19 lebih besar.

“Salah satu faktor yang mungkin memengaruhi risiko itu adalah sistem kekebalan anak," kata Tuty.

Dia menjelaskan, pada anak usia di bawah 1 tahun, sistem kekebalannya masih lemah sehingga lebih rentan tertular Covid-19.

Sedangkan anak yang lebih besar sudah sering diserang berbagai virus dan bakteri sehingga daya tahan tubuhnya lebih terlatih.

"Walau begitu, kemungkinan ini masih butuh penelitian lebih lanjut,” ujar dr. Tuty.

Namun perlu diingat, sekecil apa pun presentasenya tetap ada sekian anak yang berisiko terinfeksi.

Gimana penularan Covid-19 di sekolah?

Menurut WHO, peran anak-anak dalam penularan Covid-19 secara umum belum sepenuhnya dipahami.

Tuty menerangkan, hingga saat ini, sejumlah kluster muncul di sekolah-sekolah di berbagai negara karena biasanya gejala pada anak lebih sedikit dan sakitnya tidak terlalu parah. Kasus positif Covid-19 kadang tak terdeteksi.

Data studi awal pun menunjukkan tingkat penularan di kalangan remaja lebih tinggi ketimbang pada anak berusia lebih muda.

“Yang pasti, kesadaran anak untuk menerapkan protokol kesehatan secara umum lebih rendah ketimbang orang dewasa. Hal ini bisa menjadi salah satu faktor yang memengaruhi peran anak-anak dalam penularan Covid-19 di sekolah,” ujar Tuty.

Baca Juga: DKI Jakarta Gelar Uji Coba Tahap 2 Pembelajaran Tatap Muka, Ini Daftar Lengkap Sekolahnya

Dia mengingatkan, masa inkubasi virus corona pada anak-anak sama dengan orang dewasa.

Adapun jarak antara paparan Covid-19 dan munculnya gejala pertama kali rata-rata 5-6 hari, selambatnya 14 hari.

Meski demikian, ada laporan periode inkubasi virus yang bisa mencapai 24 hari.

Karena itu, lama isolasi mandiri bagi anak juga sama dengan orang dewasa.

“Baik anak maupun orangtua mesti mematuhi pedoman mengenai karantina dan isolasi mandiri terkait dengan Covid-19 bila ada dugaan tertular. Sebaiknya segera menghindari kontak langsung dengan anggota keluarga lain yang memiliki penyakit bawaan atau komorbid yang serius,” ujar dr. Tuty. (*)

Tag

Editor : Al Sobry