HAI-ONLINE.COM -Kota Bandung adalah salah satu magnet utama yang memiliki soliditas untuk membangun ekosistem kuat dalam skena musik rock ataupun metal di dalamnya - sebut saja skena musik bawah tanah.
Dalam melancarkan kegiatan para pemuda yang telah aktif sejak tahun 1970-an, barudakBandung mempergunakanSaparua menjadi salah satu tempat ikonik yang menjadi saksi sejarah pergerakan musik tersebut sejak tahun 1970an hingga akhir 1990an.
Sejarah tersebutlah yang hendak diceritakan di dokumenter yang akan tayang tahun 2021 ini. Wujud dari dokumenter inidisepakati untuk memaksimalkan bagaimana peran dari Gedung Saparua membentuk ekosistem yang sehat bagi skena musik rock dan metal di Kota Bandung.
Para pelaku sejarah pergerakan musik Bandung seperti Sam Bimbo, Arian13 (Vokalis Seringai), Dadan Ketu (Manager Burgerkill/Riotic Records), Eben (Gitaris Burgerkill), Suar (Mantan Vokalis Pure Saturday), dan banyak lagi lainnya dilibatkan sebagai narasumber.
Sam Bimbo bersama Guntur Soekarno Putra yang membentuk sebuah bandbernama Aneka Nada adalah salah satu saksi utama yang pertama kali mencicipipanggung di gedung olahraga bersejarah ini pada 1963 dan akan menjadi salah satu dari banyaknya narasumber yang akan dilibatkan dalamdokumenter ini.
Baca Juga: BTS Bersuara Atas Sentimen Anti-Asia: Kami Marah dan Juga Prihatin!
Dikerjakanoleh Rich Music yang menjadi penggagas proyek rangkaian program DistorsiKERAS dan menjadi eksekutif produser dari film ini, film “Gelora Magnumentary: Saparua” akan disutradarai oleh Alvin Yunata, gitaris dari Teenage Death Star yang juga merupakan seorang penggiat musik dengan pengalaman di bidang jurnalistik dan aktivisme konservasi musik.
Alvin Yunata mengatakan, “Film ini adalah sebuah jurnal dari sebuah gedung yang kemudian sejak berdirinya dengan sengaja dialihfungsikan juga sebagai sarana panggung seni dan hiburan dari generasi ke generasi."
"Namun ada fenomena menarik di dekade terakhir sebelum gedung ini dinon-aktifkan, yaitu lahirnya sebuah generasi yang menjunjung tinggi kolektivitas di mana mereka bisa mengubah gedung ini bukan lagi menjadi sekedar gedung pertunjukan seni namun lebih dari itu, di mana sebuah titik melting pot ini melahirkan ideologi baru di kalangan budaya pop, ruang pertukaran informasi dan sebuah pergerakan yang mampu membawa gedung ini sebagai salah satu kuil rock n roll dalam sejarahskena musik underground di Indonesia.”
"Gelora Magnumentary: Saparua" dihadirkan untuk mengapresiasi sejarah scene rock-metal di Indonesia. Program ini didasarkan pada proyek Membakar Batas yang diprakarsai oleh Cerahati sejak tahun 2011. Tujuan dari proyek ini adalah untuk menangkap semua tonggak besar dalam sejarah skena rock dan metal.
Pekerjaan rumah yang paling susah untuk dikerjakan bagi perkembangan musik di Indonesia adalah pengarsipan dan dokumentasi.
Gelora Saparua yang awalnya digunakan sebagai kegiatan fisik ini dipergunakan sebagai ajang komunitas punk yang dijejali oleh para pemuda kota Bandung di saat itu. Namun sayangnya, nggak ada dokumentasi berarti yang bisa diabadikan untuk mengenang masa-masa tersebut.
Atas dasar permasalahan tersebut, Edy Khemod selaku Creative Director dari Cerahati menjelaskan bahwa inisiatif awalnya adalah untuk merekam sejarah dan jadi inspirasi untuk generasi ke depan dan belajar dari momen tersebut, “Proyek ini inisiatif dari pihak Cerahati, Arian13 dan Roni Pramaditia."
"Kami sama-sama berasal dari Bandung, dan turut merasakan pertumbuhan budaya di Bandung era 90an saat gerakan independen mulai membesar di Bandung. Dan kami menyadari ternyata selama ini belum banyak dokumentasi dari momen sejarah tersebut,” pungkasnya.
Ia menyadari pentingnya dokumenter untuk memberikan semangat ke generasi berikutnya, “Dokumenter ini penting karena ada motivasi yang berbeda yang generasi ke depan perlu tahu. Bahwa pergerakan musik independen saat itu memulai tidak atas dasar ekonomi tapi passion atas musiknya. Hal ini penting agar generasi ke depan tidak melulu berorientasi ada kesuksesan ekonomi.”
Momentum 20 tahun penutupan Saparua sebagai ruang pertunjukan musik dirasa tepat untuk menghadirkan lagi kisah perjalanannya.
Melalui penyajian fakta dan juga wawancara yang membangkitkan memori, film ini diharapkan dapat memantik semangat kolektif dari para pemuda generasi sekarang agar ekosistem musik bawah tanah dapat terus terjalin.
Dengan adanya pembentukan ekosistem yang melibatkan seluruh rekan-rekan kreatif - seperti media, clothing line, ataupun sejarawan & budayawan - yang diharapkan untuk saling bekerja sama menghormati dampak gelombang musik rock, metal, dan independen khususnya; di kota-kota besar Indonesia.
Dokumenter "Gelora Magnumentary: Saparua"telah memasuki tahap akhir dalam proses produksi dan menyisakan beberapa hari lagi dalam proses shooting. Dokumenter inidiharapkan dapatdiluncurkan pada Juni 2021 mendatang.
Selain itu, untuk menyambut perjalanan menuju dirilisnya dokumenter ini, dihelatlahvirtual concert dengan line up Rocket Rockers, Burgerkill, Teenage Death Star, The Panturas, Koil, Jasad, KILMS, Avhath, dan beberapa artis lain.