HAI-ONLINE.COM - Pertengahan 2000-an lalu, gelombang pop melayu merajai tangga musik Indonesia. Lagu-lagu Kangen Band, ST12, hingga Wali bisa dengan mudahnya kita dengar di berbagai tempat, diputar berulang-ulang sejak acara musik TV pagi hari hingga sinetron malam, bikin sebagian orang muak.Nggak jarang yang nyebut masa-masa ini sampah, kualitas musik Indonesia memburuk, dan sebagai. Seiring berjalannya waktu, masa melayu ini malah jadi sebuah nostalgia, bahkan part of kitch culture yang lagi naik juga. Lihat aja karaokean melayu di Synchronize Fest atau proyek dari Kiki "Ucup" Aulia bernama Ucupop.Tapi, gimana ceritanya melayu pop dan segala perintilannya laku di Indonesia? Mari balik ke tahun 2005.Kali ini kita bakal ngebahas sebuah band bernama radja. Perlu diingat, nama bandnya memang radja dengan "r" kecil. Soalnya, dikutip dari arsip HAI, mereka menolak menggunakan huruf kapital di depan namanya."Kami lebih suka kalo nama band kami ditulis dengan huruf kecil semua. Soalnya, kami ini nggak spesial. Kalo 'Radja' kan kesannya jadi gimana gitu? Mendingan ditulis radja, deh! Biar lebih membumi," bilang Ian Kasela, sang vokalis.Sepintas, alasan ini emang terdengar konyol. Pake huruf kapital atau nggak, maknanya tetep sama. Tapi, pendapat band yang diperkuat juga sama Moldy (gitar), Indra (bas) dan Seno (drum) patut dihargai.
Baca Juga: Gorillaz Bertualang di Los Santos 'GTA San Andreas' dalam Video Klip 'The Valley Of Pagans'
Apalagi kalo berhubungan sama keinginan untuk tidak menyombongkan diri."Meski album kami lumayan laku,tapi kami bukanlah band yang istimewa. Kalo dibandingin sama band-band lain kayak Padi. Gigi dan Peterpan, jelas kami masih kalah. Pokoknya, kami ini ordinary band. Yang masih harus banyak belajar buat masa depan," bilang Ian, dari arsip HAI 2005 lalu.
Pada akhirnya, semangat radja ini ditiru sama band-band sejenis. Wali dkk selalu tampil sederhana dan biasa-biasa saja, walau sedang berada di atas.Sebenarnya sih, Ian terlalu merendah. Dengan angka penjualan album setengah juta kopi di masa sulit saat itu (pembajakan merajalela, masanya ring back tone, dll), prestasi radja jauh lebih baik dibanding beberapa band senior yang sempet mereka puji.Yang bikin beda, mungkin cara mereka ngeraih kesuksesan. Kalo biasanya band-band yang albumnyalaris manis memulai petualangannya di kota besar, radjajustru kebalikannya. Nih band rela bergerilya ke berbagai daerah demi mempromosikan lagu-lagunya. Cara yang kemudian hari juga dilakukan Kangen Band.Hasilnya, lumayan! Berkat usaha keras yang udah dilakuin, banyak pecinta musik daerah yang menjelma jadi fans. Mereka inilah yang jadi penyumbang terbesar buat penjualan album radja."Kami jelas harus berterima kasih sama pendengar musik daerah. Karena, kami memang lebih dulu besar di daerah. Tanpa bantuan mereka, kami nggak bakal mencapai sukses seperti sekarang," aku Moldy, tegas.
DITOLAK DI KOTA BESARPada masa itu, internet emang nggak kayak sekarang. Jadi, kalo promo album tuh masih ngandelin banget radio, media cetak, panggung, dll.Kalo mau gede se-Indonesia, biasanya emang harus "megang" di kota-kota besar dulu. Tapi strategi beda dilakuin sama radja.Pengen tau, kenapa fans musik daerah yang pertama kali disasar radja?"Sebenernya, hal itu sama sekali nggak disengaja.Kami sama sekali nggak pernah berpikir untuk bergerilya dulu di daerah," terang Ian."Sebagai anak band, pastinya kami pengen ngetop dulu di kota besar. Terutama di Jakarta," sambung Moldy, santai."Tapi, nggak tau kenapa, musik kami rada 'ditolak' di kota besar. Emang sih, sempet diputer di radio. Tapi nggak begitu kedengaran," timpal Indra.
Man, semenjak ngerilis album Lepas Masa Lalu (2001), lagu radja emang jarang banget diputer di radio kota besar. Airplay-nya emang sempet melonjak pas Manusia Biasa(2002) dirilis. Tapi, tetep aja masih kalah sama band-band lainnya."Sempet lho, kami ngerasa sebel sama kondisi ini. Makin sebel lagi, pas tau kalo promosi album kami emang nggak di-push di kota. Malah daerah yang diprioritaskan," repet Seno, sewot."Waktu itu, kami sempet ngebatin. Soalnya, kami kecewa sama sistem promosi kayak gitu. Emang sih, kami sukses dikenal di daerah. Tapi di kota besar, radja tetep nggak diomongin," sungut Seno.Meski rada gondok sama sistem promosi, masa-masa selepas album kedua dirilis lumayan indah buat nih band. Job-job mulai kencang mengalir. Meski semuanya dari daerah, lumayan bikin kantong tebel.Ternyata, banyaknya job radja di daerah, bikin EMI Music Indonesia naksir. Nih label langsung nawarin tuh band untuk ngerilis album ketiga."Berhubung waktu itu kami lagi free agent, tawaran itu langsung diiyakan. Kami menganggap, sistem promosi dan distribusi EMI bakal lebih seru dan mendukung perkembangan band," terang Moldy."Anggapan itu benar. Di bawah EMI, distribusi album kami bisa sampe ke daerah terpencil. Akibatnya, penjualan pun meningkat drastis. Baru juga keluar, udah laku 75 ribu kopi. Padahal, lagu barunya cuma tiga," samber Ian.Fakta ini bikin Ian cs. sadar kalo strategi promosi yang dilakuin selama ini nggak salah. Bahkan, dengan distribusi yang lebih oke, angka penjualan album mereka di daerah bisa lebih maksimal. Dalam waktu lima bulan, album berjudul Langkah Baru terjual lebih dari 500 ribu kopi. Kesuksesan ini ternyata bawa berkah tambahan. Pelan tapipasti, job dari Jakarta mulai mengalir. Bukan cuma manggung, tawaran nongol di TV pun mulai rajin mampir.
Artinya, prestasi radja mulai dapet pengakuan.
"Akhirnya cita-cita kami tercapai. Sebenernya sih,kami hampir ngelupain cita-cita jadi band ibu kota. Tapi, justru di saat kami hampir lupa, cita-cita itu tercapai. Ini beneran anugerah yang nggak ternilai harganya," bilang Moldy, polos.
HAUS TVPopularitas yang makin tinggi jelas diimbang idengan tanggung jawab yang besar. Khususnya, pas tampil di atas panggung. Seluruh personil radja dituntut untuk tampil total di setiap konser.Kalo untuk tampil di depan ribuan penonton, sama sekali nggak masalah. Nyaris di setiap konsernya -yang rata-rata dihadiri 10 ribu penonton-, Ian cs. tampil apik.Anehnya, giliran tampil di TV, semua keapikan itu lenyap. Musiknya sih tetep oke, tapi vokal Ian sering banget nggak tune. Hasilnya, semua lagunya jadi fals. Kenapa sih?"Nggak tau kenapa, setiap kali tampil di TV, gue selalu grogi. Abis, gue berpikir, yang nonton jutaan orang, sih!" bilang vokalis yang ngidolain Armand Maulana, jujur.
Baca Juga: Bulan Juli 15 Tahun Lalu, Kangen Band Terbentuk. Kenapa Sih Dulu Banyak yang Benci Mereka?Selain masalah grogi, Ian juga nyebutin kalo kondisi fisiknya yang kurang fit sering jadi kendala tambahan. Karena jadwal turnya padat (saat itu nyaris dua hari sekali radja manggung, RED.), dia jadi nggak bisa tampil maksimal."Kadang kondisi fisik yang nge-drop bikin penampilan gue nggak oke. Tapi, kami semua masih haus TV. Meski kondisi fisik capek, kalo ada tawaran pasti kami ambil. Makanya, penampilan kami jadi sering nggak asik," tambahnya.Sebagai band yang saat itu naik daun, radja juga sadar kalo mereka harus mulai jaga kualitas."Kami sepakat untuk beneran tampil maksimal setiap kali manggung. Biar semua orang tau kalo radja adalah band yang bener-bener berkualitas dan pantes dapetperhatian," tegas Indra.Setuju! Apa yang udah dicapai dengan susah payah emang meski dijaga baik-baik. Dan sadar atau nggak, radja membuka jalan buat para juniornya buat sukses juga di kota besar, dan rajin main di TV.Jadi, masih pada inget lagu-lagu di album Langkah Baru nggak nih?