HAI-Online.com-Beberapa orang punya kebiasaan menggigit kuku atau mencabuti kulit di sekitar kuku dengan gigi. Sebagian orang hanya sekadar menggigit kuku yang digunting nggak rapi atau kulit lembut di sekitar kuku, namun sebagian suka menggigiti hingga menyebabkan luka berdarah yang cukup parah.
Kebiasaan menggigit kuku bukanlah hal yang baik dan higienis, apalagi kalo dilakukan di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang.
Namun, mengapa sebagian orang mendapatkan rasa puas dan senang ketika menggigiti kuku? Dilansir Allure, Psikiater Rebecca Berry mengkategorikan kebiasaan menggigit kuku dan kutikula sebagai perilaku berulang yang berfokus pada tubuh atau BFRB (body-focused repetitive behaviors).
Ini mengacu pada perilaku berulang yang merusak kulit, rambut atau kuku seseorang.
"Seseorang mungkin mengalami berbagai emosi sebelum dan selama melakukan kebiasaan tersebut, termasuk stres, cemas, marah, dan tidak sabar, dan menggigit atau mengunyah kuku memberikan rasa lega atau kesenangan langsung terhadap mereka," kata Berry.
Sementara sebagian orang lainnya mungkin sekadar mengalami kebosanan atau nggak puas, dan menemukan kalo menggigit dan mengunyah kuku menawarkan stimulasi sensorik.
Selain itu, terkadang mereka juga bisa meningkatkan fokus pada suatu pekerjaan karena melakukan kebiasaan tersebut Ini menciptakan semacam lingkaran setan di mana kita terus mengulanginya dan ingin lebih.Lebih lanjut, Psikolog dan Dermatolog Evan Rieder menjelaskan bahwa kebiasaan menggigit kuku juga bisa menjadi respons terhadap rangsangan emosional yang kemudian berkembang menjadi perilaku yang terjadi secara otomatis, bahkan tanpa adanya rangsangan apapun.
Dengan kata lain, menggigit bisa menjadi respons psikologis terhadap emosi yang kita lekatkan padanya, yang pada akhirnya menjadi refleks dan kebiasaan yang sulit dihentikan.
Efek membiarkan kebiasaan menggigit kuku
Kebiasaan menggigit kuku yang dibiarkan daat menimbulkan efek samping langsung, seperti pembengkakan, pendarahan, dan nyeri. Namun, efek yang terjadi dari waktu ke waktu mungkin jauh lebih menakutkan.
"Efek jangka panjang sebenarnya dapat mencakup luka jaringan parut, perubahan warna permanen, dan infeksi jamur kronis pada kulit," kata dokter kulit Mona Gohara.
Rieder menjelaskan, perubahan warna tersebut disebabkan oleh respons biologis yang dipicu oleh aktivitas ketika menggigit kuku.
"Kadang-kadang melanosit, sel pembuat pigmen, dalam matriks kuku tempat kuku terbentuk terstimulasi dan mulai membuat lebih banyak pigmen," kata Rieder.
Kuku dapat mengembangkan garis-garis dan bercak coklat, atau kelainan arsitektur, seperti punggung bukit, bintik-bintik darah, dan skala atau kerak.
Menurut Dokter kulit, Charlotte Birnbaum, karena kutikula adalah garis pertahanan pertama kuku kita, kerusakan pada kutikula dapat menyebabkan infeksi di sekitar kuku.
"Pada orang-orang yang gemar menggigit kuku, kita dapat melihat risiko infeksi bakteri, infeksi virus herpes, dan penyebaran kutil yang lebih mudah di sekitar kuku," katanya.
Itulah sebabnya, menggigit kuku bisa menyebabkan kerusakan kuku permanen bahkan kehilangan kuku. Duh!Menghentikan kebiasaan
Menurut Berry, belajar mengalahkan kebiasaan menggigit kuku adalah kuncinya. Menurut dia, terapi perilaku kognitif (CBT) adalah "standar emas" dalam menangani perilaku berulang seperti menggigit kuku.
Terapi memang membutuhkan bantuan ahli kesehatan mental, tetapi Berry menyebutkan ada beberapa poin penting yang dapat kamu lakukan sendiri di rumah.
Awalnya, terapis dan klien akan bekerja bersama untuk melakukan penilaian menyeluruh atas perilaku bermasalah tersebut, termasuk pikiran, perasaan, dan perilaku sebelum menggigit, selama menggigit, dan setelah menggigit.
Baca Juga: Sama Sekali Nggak Terpuji! Aksi Remaja Injak Makam Pahlawan, Ngaku Dapet Challenge dari Teman
"Selanjutnya, terapis membimbing klien untuk menetapkan pengganti sensorik yang dapat digunakan individu memenuhi kebutuhan mereka dengan cara yang berbeda," kata Berry.
Dengan kata lain, jika kamu dapat mengidentifikasi mengapa kamu begitu menikmati kebiasaan menggigit kuku, kamu dapat mengetahui kapan kamu membutuhkan rangsangan untuk mengalihkan perhatian dari melakukannya.
"Misalnya, kamu bisa mengambil amplas untuk merangsang ujung jari dengan sikat kuku atau sikat bayi sebagai pengganti sensorik," tambah dia.
Jika kamu tahu bahwa kamu sering menggigit kuku saat stres tentang pekerjaan, misalnya, simpanlah sesuatu di meja kerja yang dapat mengalihkan perhatianmu dari menggigit kuku ketika stres menyerang.Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Ketahuilah, Dampak Buruk Kebiasaan Menggigit Kuku bagi Kesehatan"