HAI-ONLINE.COM - Baru-baru ini, isu konten Netflix hingga YouTube menjadi perhatian Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) setelah dianggap ada beberapa unsur yang melanggar peraturan penyiaran.
Ketua KPI Pusat Agung Suprio menegaskan bahwa pihaknya bakal meminta YouTube hingga Netflix untuk memiliki kantor di Indonesia.
Saat tampil dalam acara Sapa Indonesia Malam, Agung menyampaikan pesannya itu.
"Ada dua hal yang akan kami lakukan, yang pertama berkoordinasi dengan pemerintah agar Netflix, YouTube, berbadan hukum Indonesia atau mempunyai kantor di Indonesia," ujar Agung, Sabtu.
Kala itu, Dara Nasution, selaku penggagas petisi "Tolak KPI Awasi YouTube, Facebook, Netflix!" juga hadir untuk bisa berdiskusi langsung dengan KPI.
Kala itu, Dara mengatakan bahwa Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Indonesia nggak mengatur lembaga penyiaran yang nggak berbadan hukum Indonesia.
Oleh karenanya, Dara mengatakan kalau UU tersebut nggak bisa digunakan sebagai acuan KPI untuk melakukan pengawasan terhadap YouTube, Netflix, dan media sejenisnya.
"Netflix, Facebook, dan lain-lain itu tidak berbadan hukum Indonesia, jadi tidak bisa (UU 32) dipakai untuk mengatur media sosial dan media baru," kata Dara.
"Jadi secara undang undang enggak cuma lihat bahwa medianya dan kayak dewan pers dan macam-macam. Tapi ini ada lokasi geografis yang enggak tercakup. Kecuali misalnya Netflix mau dibikin kantor di sini, itu kan lain cerita lagi ya," sambungnya.
Baca Juga: 4 Fitur Situs NINESPACE blink-182 yang Terinspirasi dari MySpace
Hingga saat ini, rencana KPI untuk memonitor konten dari media digital masih menjadi perbincangan.
Kata Agung, pihaknya masih menunggu terbitnya UU penyiaran baru yang bakal memperluas kewenangannya dalam pengawasan media digital.
Agung melanjutkan, kalau pun nantinya UU penyiaran ini tak juga disahkan, UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang telah ada saat ini sebenarnya juga bisa mengakomodir KPI untuk melakukan pengawasan terhadap media baru.
"Yang kedua, beberapa bulan yang lalu, kami melakukan FGD dan kemudian ada beberapa narasumber di sana yang menafsirkan bahwa UU 32 tahun 2002 sekalipun dibuat pada masa silam tetapi kalau ditafsirkan ternyata dapat menjangkau media baru. Contoh misalnya ada kata media lainnya," ucap Agung.
Baca Juga: Dikritik Jose Mourinho Usai Chelsea Kalah 0-4 dari MU, Lampard: Gue Nggak Peduli
"Nah, kalau kita mengambil inspirasi dari UU pers, itu media lainnya ditafsirkan sebagai media online," lanjutnya.
Agung mengatakan, tafsir media lain dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tersebut nantinya akan didetailkan dalam PKPI (Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia) yang mengatur tentang pengawasan atas media baru yang akan bersiaran.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "KPI Pusat Akan Minta YouTube hingga Netflix Berkantor di Indonesia".
Penulis : Sherly PuspitaEditor : Andi Muttya Keteng Pangerang