Tanya Jawab Dengan Stevie Item Tentang Serunya Berkarier di Musik Sidestream dan Mainstream Sekaligus

Minggu, 10 Maret 2019 | 12:05
HAI

Pesan Stevie Item

Dikutip dari arsip majalah HAI 03 2017

HAI-online.com - Andra and The Backbone dan Deadsquad adalah tempat dirinya berkarya. Dua band bergenre berbeda, yang juga menempuh kesuksesan dan meniti karir lewat jalur berlainan. Pilihan yang satu adalah masuk ke major label. Di sana semua kepentingan dan urusan promo udah ada yang ngatur.

Sebaliknya, pilihan satu lagi adalah mengerjakan semuanya sendiri, mulai dari bikin album sampai memasarkannya.

Dia adalah Stevi Item. Mungkin, dia bukanlah pengamat, apalagi kritikus musik. Justru, Stevi adalah pelaku yang udah nyemplung ke bidang ini selama lebih dari 15 tahun. Asal tahu aja, Stevi udah ngerasain sendiri perbedaan dua “tanah” yang dipijaknya.

Bagaimana serunya berada di skena independen dan melaju di jalursidestream menurut musisi yang udah bergelut bahkan sebelum jaman MySpace masih jadi andalan para anak band? Simak!

Yuk, mari disimak.

T: Faktanya, era digital sekarang makin mempermudah pengenalan musik-musik dari arus pinggir. Menurut lo, seberapa besar era digital ini berpengaruh?

J:Sangat, sangat berpengaruh. Perkembangan digital di era internet mengubah hampir semua hal. Kalau dipersempit lagi, bicara musik di era digital ini bisa jauh berbeda dari cara kita mendengarkan atau menikmati, dan cara memroduksi musik atau memainkannya. Karena, sifat perkembangan teknologi ini selalu ingin praktis dan efisien.

Baca Juga : Iga Massardi Berbagi Kunci Suksesnya Merintis Karier Musik Secara Independen

T: Gimana perbedaan “rasa” antara ngejalanin Andra and The Backbone dan Deadsquad dari segi proses penciptaan karya dan pemasaran karya?

J: Beda band, otomatis beda juga cara produksi dan pemasarannya. Kalau di ABB, dari awal (kami) sudah langsung masuk major label, sehingga treatment-nya dari mulai produksi, promo sudah ada yang mengatur, karena (merupakan) bagian dari kontrak kerjasama. Sementara Deadsquad, semuanya sendiri.

T: Menurut lo, perkembangan musik sidestream sekarang ini gimana? Di awal 2000,media sosialbaru muncul (dan itu) masih menjadi mainan baru buat band sidestream karena sarana promo yang mudah, efektif, dan gratis. Sekarang, band-band yang dari awal sudah pakai media sosial, bisa merasakan manfaatnya.

J: Deadsquad pun salah satu band yang juga mendapat manfaat dari era Myspace waktu berjaya, sekarang FB, Youtube, dan IG. Apa yang sering keliru dipahami oleh musisi di jalur sidestream?

Cara pandang mayoritas yang terlibat di sidestream ini. Bahwa karena serba D.I.Y jadi harus low budget. Padahal, mau sidestream atau mainstream, biaya produksinya sama saja, bahkan di kasus tertentu bisa lebih besar yang sidestream.

Yang dilakukan Deadsquad pada saat itu adalah nekat. Artinya, sudah tau tidak mendapatkan garansi dari tiap panggung bahkan untuk sekedar cover ongkos produksi, sering minus, tapi standar produksinya tidak dibedakan mana gigs yang low atau high profile.

T: Apa yang paling lo cemaskan dari skena arus pinggir ini?

J: Nggak kuat mental saat situasinya berubah. Lebih baik siapkan mentalnya, karena ada juga yang nggak kuat menerima perubahan, menganggap jalur pinggir ini dengan segala keterbatasannya adalah bentuk kepribadian yang kebetulan saja musik sebagai medianya. Nggak peduli siapa penikmatnya dan berapa banyak atau sedikit fansnya.

Ada perbedaan tingkat “keren” antara sidestream dan mainstream, nggak, sih? Musisi mainstream atau sidestream sama saja nilai “keren”-nya. Pertama ya, dari karyanya. Selebihnya, dari faktor-faktor penunjang dari masing-masing musisi itu sendiri. Artinya, ya sama saja musisi yang mainstream kalau memang keren ya keren aja. Begitu juga musisi sidestream. Apa yang harus dilakukan oleh musisi sidestream untuk menjaga “massa”, para pendengar, dan idolanya?

Tetap manggung, tur, dan berkarya. Karena itu adalah bentuk tanggung jawab ke fans, apalagi yang sudah kategori ‘massa’.

Baca Juga : Kebijakan-kebijakan Pemerintah Yang Meresahkan Musisi Dari Masa ke Masa

T: Apa kegelisahan yang pernah lo alami selama bergelut di dunia sidestream?

J: Semenjak tahun ‘92 dan ’93, saat itu Sepultura dan Metallica datang ke Jakarta dan konser di stadion Lebak Bulus. Itu cukup membuktikan bahwa musik metal punya tempatnya sendiri di Tanah Air ini.

T: Gimana ramalan lo terhadap dunia musik Indonesia dalam 5-10 tahun mendatang, terutama di dunia sidestream dan metal?

J: Akan makin banyak band bermunculan dan (datang) dari berbagai macam genre. Akan makin rame. Begitu juga metal, mungkin aja nambah lagi varian subgenre-nya. (*)

Editor : Rizki Ramadan

Baca Lainnya