Coba hitung dari sekian banyak temanmu di sekolah, ada berapa yang minat lanjut kuliah di jurusan musik? Kalaupun ada, coba pastikan lagi, berapa dari mereka yang benar-benar dilancarkan usahanya oleh para orangtua?
Para pegiat musik memang sedikit yang menempuh pendidikan tinggi musik. Banyak dari musisi pun yang menggeluti musik secara otodidak alias belajar sendiri. Di kalangan pelajar SMA, salah satu alasan mengapa kuliah musik nggak dipilih adalah larangan orangtua.
Hal ini memang wajar terjadi. Menurut Idhar Resmadi, pengamat musik, sejak awal mulanya masuk ke Indonesia oleh bangsa Portugis dan Belanda, musik dilhat dari konteks hiburan semata. Musik-musik yang popular pun adalah musik bawaan kedua bangsa itu, seperti musik keroncong, dibanding musik klasik. Kemudian gedung-gedung kesenian dan alun-alun dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menonton musik.
“Jadi, yah, selama berabad-abad musik bagi masyarakat kita itu baru sebatas hiburan. Hal ini berbeda dengan kondisi di Jepang ketika melakukan modernisasi beberapa abad lalu, yang mereka kedepankan itu musik klasik sebagai bagian dari pendidikan formal. Karena musik punya kemampuan untuk merangsang berpikir abstrak dan berimajinasi,” papar Idhar.
Mindset tersebut yang bikin kita tertinggal cukup jauh dalam menjadikan musik sebagai pendidikan formal. Dan akhirnya, masyarakat memandang sebelah mata mereka yang lanjut kuliah musik.
“Padahal kan kalau musik dalam konteks pendidikan formal banyak manfaatnya. Ilmiahnya kan musik mampu merangsang perkembangan otak. Untuk mengedepankan semangat inovasi dan kreativitas, perlu kemampuan berpikir abstraks dan berimajinasi dengan baik,” lanjut Idhar.
Dan pendidikan formal musik, menurut Idhar, perlu ada sejak dari tingkat terdini. Kalau dilihat, jumlah SMK yang punya jurusan musik pun nggak banyak dibanding bidang-bidang lain yang lebih popular di industry.
“Pendidikan formal musik, rasanya perlu digalakkan melalui program dan kebijakan yang terintegrasi dengan pemberdayaan sumber daya kreativitas. Sedari dini mungkin,” tukas pria yang kini menjadi dosen di Telkom University.