Ketika HAI bertanya tentang tiga album pop punk lokal yang direkomendasikan oleh Pee Wee Gaskins, terjadi perdebatan yang cukup hebat antara Dochi (bas) dengan sang drummer, Aldi Kumis.
Dochi menjagokan album terakhir Blingsatan, Berbeda Merdeka sebagai album rekomendasinya. Sedangkan Aldi Kumis memunculkan album self titled dari pop punk Malang, Sneakers and The Chicken Fighters (SATCF) sebagai jagoannya. Setelah melalui perdebatan singkat, maka keluarlah album ketiga Blingsatan itu sebagai pemenangnya.
"Cukup berkontribusi sih Blingsatan sama episode (per pop punk-an)di sini," jelas Dochi singkat tentang pilihannya itu.
Lain PWG, lain Netral. Meski nggak terlalu mengikuti perkembangan band pop punk lokal, Eno, drummer Netral menyebutkan Speak up sebagai band pop punk yang setia di jalurnya. Berada di jalur underground, band asal Jakarta ini konsisten dengan musik pop punk bercampur rock selama 17 tahun lebih.
"Album Speak Up yang ada lagu Jangan Pernah-nya asik tuh, yang lama ya?" tanya Eno seraya memastikan pilihannya pada album Story of Our Life nya Speak Up yang rilis 2008.
Ya. Dari dua ilustrasi ini bisa dibilang pop punk berkualitas juga tumbuh di kancah bawah tanah. Nggak hanya di Ibukota, seperti Speak Up, tetapi juga di kota-kota lain seperti Blingsatan mewakili Surabaya dan SATCF mewakili kota Malang.
Album pun lantas bukan barang monopoli milik mainstream yang biasanya berputar kencang dari (dan di) Jakarta saja, melainkan juga di seantero Nusantara. Berbekal semangat DIY (Do It Yourself) khas anak punk, band-band pop punk berskala underground ini turut bermilitan membuat rilisan mereka sendiri. Berkaca pada fakta tersebut, berikut ini sosok-sosok berpengaruh yang mewakili scene pop punk masing-masing kota. Nggak ketinggalan juga kabar terbaru tentang scene pop punk di kota itu. Coba klik di siniuntuk melihat perkembangan Pop Punk di Tanah Air!