Review Wiro Sableng: Film Indonesia Yang Epic Parah. Wajib Tonton!

Selasa, 28 Agustus 2018 | 19:00
Lifelike Pictures

Vino G Bastian saat menjadi Wiro Sableng dalam film Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212

HAI-Online.com - Setelah promosi abis-abisan di berbagai lini, akhirnya film Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 tayang juga, sob. Dan setelah membiarkan penonton awam dan para penggemar seri hero asli Indonesia ini berekspektasi setinggi-tingginya, hasilnya sama sekali nggak mengecewakan!

Film ini sendiri bercerita soal Wiro Sableng, seorang murid dari pendekar misterius bernama Sinto Gendeng. Wiro Sableng kemudian ditugaskan sama gurunya untuk menangkap Mahesa Birawa, seorang penjahat yang ternyata adalah mantan murid Sinto Gendeng yang berubah jahat.

Di perjalanan, Wiro bertemu sama 2 sahabat baru bernama Bujang Gila Tapak Sakti dan Anggini. Bertiga mereka berusaha buat menyelamatkan kerajaan yang sedang terancam sama kelompoknya Mahesa Birawa.

Lifelike Pictures

Alur Asik dan Cerita yang Mantap

Angin segar coba ditawarkan sama Wiro Sableng. Diadaptasi dari novel karya Alm. Bastian Tito yang terdiri dari 185 buku dalam rentang waktu 39 tahun, bikin film Wiro Sableng harus berusaha untuk memenuhi berbagai ekspektasi para penggemar setia seri ini.

Ekspektasi itu dijawab tuntas sama Angga Dwimas Sasongko yang duduk di kursi sutradara. Bersama Sheila Timothy, Tumpal Tampubolon, dan Seno Gumira Adji Darma, melalui tangan dingin mereka, Wiro Sableng berhasil menyajikan pengalaman baru genre ini di Indonesia.

Alur cerita yang disajikan asik banget. Mereka berusaha ngasih kisah origin story dari seorang Wiro Sableng. Alurnya kerasa tepat, seimbang dengan pace yang nggak terlalu cepat dan nggak terlalu lambat.

BACA JUGA: Jonatan Christie Bakal Gunain Sebagian Bonus untuk Korban Gempa Lombok

Alurnya juga nggak membingungkan buat penonton, apalagi buat mereka yang bukan seorang penggemar setia. Angga berhasil ngasih penjelasan secukupnya soal siapa Wiro, darimana asalnya, kenapa dia bisa berguru sama Sinto Gendeng. Penonton awam nggak bakal bingung dan bisa lebih fokus dalam menyimak cerita.

Selain alur yang nggak membingungkan, film ini juga ngasih penceritaan yang mantap banget. Ceritanya sendiri, menurut Sheila Timothy diambil dari beberapa buku sekaligus. Jadi, bukan beberapa buku pertama aja. Mereka membuat cerita baru dengan beberapa karakter yang diambil dari seri acak bukunya.

Beberapa elemen juga ada yang diubah dalam film ini. Salah satu yang paling menonjol adalah lambang 212 yang berubah drastis. Kalau di novelnya, lambang ini bentuknya angka. Kalau di film berubah jadi lambang miroring gitu yang membentuk kayak simbol kapak. Keren parah!

Seimbang Antara Drama, Komedi, dan Aksi

Lifelike Pictures

Penonton dibuat bisa dengan mudahnya masuk ke dalam cerita. Ada porsi yang pas banget antara berbagai elemen genre yang diusung sama Wiro Sableng. Dari mulai drama, aksi, hingga komedi. Semua elemen bisa berpadu dengan pas, nggak ada yang saling menutupi. Penonton dibuat terharu, sedih, ketawa ngakak, sampai tegang bergantian sepanjang film.

Pendekatan ini beda banget sama seri sinetronnya dulu. Dalam sinetron, Wiro Sableng diceritakan sebagai sosok yang konyol abis. Hampir nggak bisa serius dan kadang bertingkah bego.

Film ini ngambil pendekatan lebih mirip ke bukunya. Wiro Sableng diceritakan punya sisi yang seimbang, antara sisi konyol dan seriusnya. Wiro digambarkan lebih nyentrik, dengan ciri khas kekonyolan yang dia punya. Tapi bisa bertindak serius dan cerdas saat diperlukan.

Elemen komedinya pas banget, nggak dipaksakan. Dan yang paling penting, jokesnya lucu parah! HAI bener-bener sampe berkali-kali dibikin ngakak sama jokes-nya. Jokes dibikin sengalir mungkin, seringkali diselipin ke dalam dialog-dialog ringan dan gestur serta kelakuan unik para karakternya.

Selain itu juga ada beberapa elemen komedi yang mengambil inspirasi dari jokes masa kini. Sesuatu yang kayak nggak cocok mungkin digunakan di abad 16, tapi malah lucu banget jatohnya.

Elemen aksinya sih yang juara. Dengan mendapuk Yayan Ruhiyan dan Cecep Arif Rahman sebagai action coreographer, nggak heran deh ya dengan kualitas gerakan pertarungannya yang menurut HAI sih keren banget.

Sepanjang adegan pukul-pukulan itu, ciri khas pencak silat yang indah keliatan banget. Setiap karakter punya ciri khas gerakan pertarungan masing-masing. Yayan sama Cecep bener-bener bikin adegan aksi di Wiro Sableng punya pesonanya sendiri.

Apalagi dengan elemen komedi yang sesekali diselipin di dalam adegan pertarungan, asik banget! Kerja keras pemainnya yang berlatih selama kurang lebih 6 bulan buat adegan aksi fix banget kebayar lunas.

Lifelike Pictures

Sinematografi yang Oke Banget

Buat urusan teknis sendiri, film ini juara deh. Mulai dari sinematografi, sound, desain produksi, sampe efek cgi, semuanya memuaskan. Sinematografinya sendiri menurut HAI sih keren, bisa membuat latar fantasi abad ke-16 Indonesia kelihatan asli dan nggak berlebihan. Penonton kayak dibawa untuk masuk ke dalam universe sendiri, universe Wiro Sableng.

Desain produksi yang dipegang sama Adrianto Sinaga jelas banget udah bekerja super keras buat mewujudkan itu. Mulai dari latar yang keren parah. Sampai make up dan wardrobe karakter yang luar biasa keren.

Kostum para pemainnya itu, ngingetin HAI sama seri Kera Sakti dan film-film kungfu Cina. Tapi nggak melepaskan ciri khas nusantara. Otentik banget. Kostumnya keren dan detil, kita bisa liat seberapa teliti tim desain.

Misalnya, pola jahitan di baju Wiro Sableng yang nggak rapi dan terasa banget hand made. Atau mewahnya kostum keluarga kerajaan dan Bidadari Angin Timur. FYI, kostum Bidadari Angin Timur itu beratnya 10 kg loh, dan dibuat sama desainer Indonesia yang udah go international, Tex Saverio. Keren parah!

Tata rias para karakternya juga nggak kalah asik. Transformasi tiap aktor dan aktris untuk menjelma jadi karakter yang mereka peranin bener-bener keren, sob. HAI bahkan sempet nggak ngenalin beberapa aktor berperan jadi siapa.

Misalnya, Ruth Marini yang jadi Sinto Gendeng. Atau Andy /rif yang jadi Dewa Tuak, dan Yayu Unru yang jadi Kakek Segala Tahu. Semua aktor tersebut bener-bener transformasi habis-habisan sampai susah dikenalin. Itu sih keren banget.

Selain itu tata kameranya juga mantap. HAI ngerasa kalau gaya penyutradaraan Angga, terutama di bagian-bagian pertarungannya kayak mirip gitu sama karyanya Zack Snyder. Kadang zoom in dan zoom out adegan aksi, dengan pergerakan kamera yang mulus abis.

Tapi sayangnya, sound dari film ini nggak terlalu asik sob. Terlalu keras sampai kadang bikin dialog karakter nggak kedengeran. Sering banget HAI harus baca subtitle bahasa Inggris-nya untuk tahu apa yang diomongin. Sayang banget, padahal sound dan musiknya kerasa megah banget buat sebuah film laga.

Dan terakhir, dari sisi efeknya menurut HAI sih, Wiro Sableng udah jadi pionir dalam genre laga Indonesia. Pasalnya dari sisi efek, Wiro Sableng berhasil ngebuktiin kalau film laga Indonesia juga bisa kok jadi keren.

Di trailer pertamanya dulu, kita mungkin dibikin kesel karena ngeliat efek computer generated imagery (cgi) yang ditampilkan terkesan kasar dan jelek banget. Kemudian efek tersebut keliatan ada perubahan lebih baik di trailer keduanya.

Hasilnya, di filmnya ini efek cgi yang disajikan keren parah. Efek cgi-nya emang masih kalah sob, dari film-film superhero Hollywood sana. Tapi nggak kalah saing. Bahkan ada beberapa film Hollywood yang punya cgi jauh di bawah cgi Wiro Sableng ini, sebut aja Sharknado hehehe.

Cgi-nya cukup mulus dan cukup bisa ngasih beberapa adegan keren. Misalnya, saat Kala Hijau yang punya jurus menggandakan diri lagi menyerang Wiro dkk. Itu sih keren parah, sob. Di beberapa adegan lain bahkan nggak keliatan kayak cgi.

FYI juga nih, tim visual efek cgi ini 99% asli Indonesia dengan total 93 visual artist. Kurang keren apa tuh, sob?

Lifelike Pictures

Karakterisasi yang Dalam

Dalam setiap film laga, kelemahan yang umum kita temukan tuh biasanya adalah karakterisasi yang lemah. Untungnya, dalam Wiro Sableng ini HAI hampir nggak menemukan itu. Karakterisasi yang dilakukan kerasa cukup dalam dan bisa memberikan keterikatan emosi sama penonton.

Keputusan untuk ngasih origin story Wiro Sableng adalah keputusan yang tepat. Kita diajak untuk tahu siapa Wiro Sableng sebenarnya, bikin kita ngerasa dekat karena udah tahu sosok Wiro di balik perannya sebagai pendekar.

Selain itu penonton juga diberikan character development yang asik dari beberapa karakternya. Khususnya Wiro, penonton diberikan kisah soal perjuangan Wiro mulai dari anak yang nggak tahu apa-apa sampai dirinya mengalami berbagai hal di perjalanan dan bisa jadi pendekar sejati.

Para aktor dan aktris yang terlibat dalam film ini juga bener-bener bisa ngasih performance terbaik mereka sob. Vino G Bastian yang juga adalah anak dari Bastian Tito, bener-bener ngasih penghormatan doi buat sang ayah dengan penampilan apik sebagai Wiro Sableng.

Sherina yang udah lama nggak akting juga begitu. Sosok Anggini yang serius bisa tampil menonjol dan berhasil mengimbangi kelucuan karakter Vino dan Faris yang berperan jadi Bujang Gila Tapak Sakti.

Cuman sayangnya, ada beberapa karakter yang agak luput dari pengisahan yang bagus. Kayak Sinto Gendeng, Mahesa Birawa, dan Bidadari Angin Timur. Karakter-karakter ini kurang mendapat porsi yang cukup untuk bisa menggaet empati penonton.

Mungkin salah satu sebabnya adalah terlalu banyak karakter yang dimunculkan. Dalam film ini banyak banget karakter yang muncul, mulai dari yang penting sampai yang cuman lewat atau bertarung sekali. Kayak Dewa Tuak, Pendekar Pembawa Bunga, Iblis Pencabut Sukma, dan beberapa karakter lain.

Untungnya semua itu ditebus tuntas sama kerennya para aktor dan aktris dalam memerankan mereka. Ruth Marini dengan total mengubah fisiknya dan bener-bener bisa menjelma jadi sosok nenek yang usinya 4 kali lipat dari doi.

Lifelike Pictures

Yayan Ruhiyan nggak usah ditanya deh. Walaupun porsi eksplorasi karakternya kurang banyak, tapi Yayan bisa dengan sukses ngasih penampilan yang total dan kesan garang menakutkan dari seorang Mahesa Birawa.

Mungkin adanya kebolongan-kebolongan dalam karakter dan beberapa aspek cerita cuman cara film ini buat ngasih sedikit rasa penasaran ke penonton bahwa bakalan ada cerita kelanjutannya. Iya sob, Wiro Sableng ini katanya sih bakal dibuat trilogi.

Tapi untungnya kebolongan yang ada nggak sampai mengganggu jalan cerita, apalagi bikin kesel penonton. Sheila Timothy, Tumpal Tampubolon, dan Seno Gumira Adji Darma dengan cerdas ngasih celah-celah sambungan ke film selanjutnyatapi nggak ganggu cerita film ini secara keseluruhan. Gila banget sih.

Intinya sih, menurut HAI film Wiro Sableng ini keren parah. Apalagi dengan berhasil ngegandeng 20th Century Fox untuk ikutan gabung, Wiro Sableng bener-bener ngasih standar yang tinggi banget buat industri perfilman Indonesia. Bahwa kita juga bisa kok jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Buat kalian yang mau nonton, film Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 bakal tayang serentak di bioskop Indonesia tanggal 30 Agustus nanti. Pesan HAI sih, jangan keluar bioskop dulu ya sampai habis credit title. Soalnya bakal ada sedikit scene yang bakal jadi clue buat film Wiro selanjutnya, hehehe.

Penulis: Syifa Nuri Khairunnisa

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya