Seberapa Besar Minat Baca Masyarakat Indonesia? Apakah Sudah Musnah Gara-gara Gadget?

Kamis, 29 Maret 2018 | 03:15
Alvin Bahar

Baca Buku, Yuk!

HAI-ONLINE.COM - Berdasar pada data yang dikeluarkan oleh Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), menunjukkan bahwa pangsa pasar buku yang ada di Indonesia saat ini mencapai sekitar Rp 14,1 triliun pertahun.

Sekitar 60 persen pasar buku berasal dari pembelian oleh pemerintah untuk sektor pendidikan. Setiap tahun ada 100.000 judul buku yang dimintakan International Series Book Number (ISBN) di Perpustakaan Nasional, namuan hanya 40 sampai 45 persen yang akhirnya benar-benar terbit. Namun, meski jumlah penduduk Indonesia besar, ternyata hal tersebut nggak sejalan dengan peminat pembaca buku. Nyatanya, rata-rata buku hanya dicetak 3.000 eksemplar untuk setiap judulnya.

Cek: Inilah Penyebab Kenapa Kertas Buku Bisa Berubah Jadi Kuning

Menurut data, rata-rata orang Indonesia hanya membeli 2 judul buku setiap tahun. Hal ini jelas menujukkan minimnya minat baca masyarakat indonesia. Ikapi menyatakan, Indonesia memiliki 1.300 penerbit, namun hanya separuhnya yang aktif. Padahal, penerbit disebut aktif kalo minimal ia mampu memproduksi 10 judul buku setiap tahunnya.

Menghadapi semakin redupnya minat membaca masyarakat Indonesia, berbagai kalangan mulai membuat inovasi guna mengembalikan kebiasaan membaca masyarakat Indonesia. Salah satunya seperti apa yang dilakukan oleh Rachmadi Gunawan.

Rakhmadi Gunawan adalah seorang pendiri Sanggar Bocah Jetis di Sleman, Yogyakarta. Dirinya dikenal rajin berkeliling dari kampung ke kampung membawa koleksi buku. Sepeda motor roda tiga yang dipinjamkan seorang donatur, didesainnya secara khusus agar mampu mengangkut 200 judul buku.

Aktivitas berkeliling membawa buku ini sudah dijalaninya hampir tiga tahun. Ini berawal dari keprihatinan karena semakin minimnya kegiatan membaca di kalangan anak-anak. Apalagi, di Indonesia gawai elektronik seperti telepon pintar, seolah kini jadi bagian nggak terpisah bagi mereka. Gunawan rajin mengantar buku karena yakin, minat baca masyarakat masih tinggi, terutama kalo ada yang membawakan bahan bacaan untuk mereka.

Mengutip dari voainonesia.com, Imam Risdiyanto, Manajer Redaksi Penerbit Bentang Pustaka seolah meng-iya kan Gunawan, hal ini karena menurutnya buku-buku yang diterbitkannya masih disambut baik masyarakat.

“Memang masih cukup besar pembaca buku, yaitu orang-orang yang merasa nggak cukup membaca melalui gadget. Mereka butuh memegang sebuah buku, mencium bau kertasnya,” kata Imam.

Sejalan dengan ucapan Imam, Hafizh Nurul Faizah, seorang mahasiswa Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini merupakan satu contoh pembaca semacam itu. Dia mengaku, nggak bisa membaca buku di gadget senggaknya karena dua alasan.

“Baca buku cetak itu ada feel-nya, ada kesan kuatnya karena kita pegang buku secara nyata. Selain itu, saya juga kurang suka lama-lama memandangi gadget, nggak nyaman,” kata Faizah.

Berada di tengah perpustakaan dengan rak buku-buku yang penuh, kata Faizah, juga menghadirkan sensasi tersendiri. Karena itulah dia yakin, buku tetap akan digemari. Mengoleksi buku juga menghadirkan kepuasan. Sesuatu yang nggak bisa dirasakan ketika mengumpulkan buku elektronik di dalam sebuah gadget.

Kembali pada perpustakaan keliling milik Gunawan, ia juga memiliki trik jitu untuk meyakinkan pembacanya agar mau kembali membaca buku- buku cetak.

“Kita bilang ke pembaca, bahwa bacaan atau informasi yang ada di media sosial itu belum tentu bisa dipertanggungjawabkan. Beda dengan apa yang ada di buku yang sudah dicetak, karena sebelum melalui proses pencetakan, pasti sudah dibaca berulang dan melalui riset,” ujar Gunawan.

Ada sekitar 600 judul buku yang dikoleksi perpustakaan keliling ini dan ia membuka kesempatan pada setiap orang untuk menyumbang buku baru. Dana pengelolaan perpustakaan diambil dari uang pribadi Gunawan.

“Sekarang ini novel berjudul Dilan 1990 yang sangat popular, sampai-sampai saya belum datang saja sudah banyak yang giliran pesan untuk pinjam,” tambah Rakhmadi Gunawan.

Untuk mencukupinya, organisasi pemuda setempat memproduksi makanan yang diberi label donat donasi. Separuh keuntungan penjualan donat dipakai menghidupi perpustakaan.

Artikel ini pernah tayang di voaindonesia.com. Baca artikel sumber.

Tag

Editor : Alvin Bahar