HAI-Online.com – “Sedikit lebih beda, lebih baik daripada sedikit lebih baik, ini kunci berkarya, terutama di era digital.” Pesan itu disampaikan oleh Pandji, dalam rangkaian tur dunia stand up comedy-nya yang bertajuk Juru Bicara.
Cukup ngomongin Pandji, karena kali ini kita balik lagi bakal ngebahas karya baru dari salah satu HAI Demos Reborn terpilih minggu ini.
Tapi, kenapa harus “jauh-jauh” minjem quotes dari Pandji untuk review HAI Demos Reborn terpilih kali ini?
Nggak lain sebabnya adalah karena quotes itu perumpamaan paling pas untuk menggambarkan single perdana dari sebuah band cadas asal Lampung bernama Lowres ini. Yap, memilih tema unik dan terdengar kurang familiar bisa menjadi salah satu cara yang jitu untuk menarik perhatian.
Sejujurnya, dari sekian banyak demo yang dikirim ke email HAI, sebelum mendengarkan lagunya, judul single mereka yang cukup unik ini jadi sebuah nilai tambah untuk dilirik. Tapi, harus diingat, nggak hanya lirik yang unik, materi serta komposisi lagunya yang apik tentu jauh lebih penting hingga Lowres layak kami pilih.
Single unik itu bertajuk Shammar, lahir berkat kolaborasi apik dari Triga (vocal/gitar), Nau (gitar), Bobby (bas), dan Arif (drum), trio punggawa Lowres. Bunyian gitar yang heavy dengan tempo slow-mid semakin jelas mendifiniskan bahwa Shammar mengandung unsur psychdelic rock dan stoner yang kental.
Terus, apa, sih, arti Shammar itu?
Lewat surat elektronik yang mereka kirim ke HAI, Lowres bercerita kalo Shammar merupakan lagu yang menceritakan tentang sebuah pembalasan matahari dan bulan kepada kaum terdahulu yaitu Bangsa terdahulu yang fanatik akan teriknya matahari dan tenangnya bulan. Karena mereka menyembah matahari dan bulan, sehingga tibalah pembalasan di hari akhir kelak.
Cerita kuno ini mereka dapatkan dari mitologi-mitologi terdahulu serta tafsir-tafsir yang ada, sehingga terbuatlah lagu Shammar ini.
Ditelusuri lebih jauh, Shammar sendiri merupakan gabungan dari dua buah kata yang berasal dari bahasa arab, yaitu shams (matahari) dan qamar (bulan).
Balik lagi ngomongin soal musiknya, kehadiran Lowres bakal mengingatkan kita akan keberhasilan Sigmun. Tanpa bermaksud membandingkan secara apple to apple, Sigmun bisa jadi contoh sempurna bagi band yang memainkan musik stoner, doom, dan sejenisnya juga bisa mendapat spotlight kaliber nasional, lewat album Crimson Eyes yang sukses mendapat perhatian besar di scene musik sidestream Indonesia.
Oleh karena itu, nggak menutup kemungkinan, jika konsisten dan bisa meramu materi yang unik dan berkelas seperti Shammar, Lowres pun bisa membuat kejutan seperti Sigmun.
Sedikit catatan dan saran, memainkan stoner nggak melulu harus manut dengan “pakem” umum, berani eksplorasi dan memadukannya dengan unsur musik lain tentunya nggak haram. Asalkan mereka bisa ikut “bermain” di era digital sekarang, harusnya nggak sulit untuk membuat Lowres semakin dilirik.
Lowres cukup menjanjikan, dan layak ditunggu rilisan mereka selanjutnya setelah Shammar. Oh, iya, dan, tentu saja menggelar tur atau menyambangi panggung di luar Lampung pasti bakal jadi momen penting dalam perjalanan karir mereka.