Yang sering patah hati, puter lagi deh, lagu The Rain featuring Endank Soekamti yang liriknya begini:
Terima kasih kalian/barisan para mantan/dan semua yang pergi/ tanpa sempat aku miliki Tak satupun yang aku sesali/hanya membuatku semakin terlatih
Yap,Terlatih Sakit Hatibisa jadi anthem buat yang lagi patah hati.
Meski kalian udah baca halamanSelf ImprovementdiHAI-online.comberkali-kali tentang pacaran atau relationship dan mempraktikannya, sebenarnya tetap saja nggak ada formula yang benar-benar cocok untuk ngerawat segala jenis hubungan.
Tapi kalau mau denger nasihat dari pengalaman seorang penasihat cinta Heather Lynn Temple, dia melihat setidaknya ada 3 pola hubungan cinta yang gagal dan seringnya kandas.
Dilansir darimind body green, ketiganya memberi pelajaran bagi siapa aja yang mau terlibat di dalamnya. Jika sudah belajar, bakal ada keuntungan dari setiap kejadian putus cinta yang kamu alami. Masa sih? Pelajari dulu penyebabnya!
Pacaran sama yang nggak siap secara emosional
Waktu kamu nembak dia, terus diterima, apakah kamu udah yakin kalo dia yang bakal nemenin kamu sampai ke tahap berikutnya, hubungan yang lebih serius dari pacaran?
Oke, terlalu jauh, waktu kamu ajak dia makan malam, apakah dia begitu yakin jalan bareng kamu tanpa rasa takut atau malu dilihat orang-orang? Kalau iya, mungkin dia termasuk yang siap, tapi sebaliknya jika meragu, kemungkinan kamu pacaran sama yang nggak siap secara emosional.
Penasihat Cinta, Temple menyadari satu hal. Kedekatan adalah hal yang menakutkan bagi banyak orang. Padahal secara naluriah, seseorang menginginkan hubungan yang begitu intim atau dekat.
Kalo dekat saja nggak berani, jangan-jangan memang belum siap.
Namun yang perlu dicatat, dekat itu ada batasnya, apalagi buat yang masih tahap pendekatan atau pacaran.
Intinya setiap hubungan itu punya rasa takut terhadap sesuatu hal. Misal saat nembak aja, seringnya kita takut ada penolakan. Takut malu nantinya, apalagi kalo nembak di depan orang banyak.
Ketakutan seperti ini, kata Temple bikin pikiran bawah sadar kita selalu berusaha mencari pembuktian bahwa apa yang kita takutkan itu benar. Khawatir kejadian. Alhasil, kita pun menjalin hubungan dengan keyakinan pasangan kita sewaktu-waktu akan pergi. Itu nggak baik, guys!
Karenanya prasangka yang baik akan mendatangkan yang baik, prasangka yang buruk akan mendatangkan yang buruk juga. Kalo dari awal udah negbayangin sewaktu-waktu bakal putus, ya tinggal tunggu tanggalnya aja.
Makanya, jatuh cinta itu harus tanpa syarat, kalo udah yakin mau nembak, yang dipikirin adalah hal positif, “gue akan bersama dia selamanya,” “Gue akan cinta sama orang yang sama, yaitu dia” tunjuk orangnya.
Kalo masing-masing jujur sama diri sendiri, itu bakal bikin mereka siap secara emosional. Kamu udah jujur belum?
(BACA:10 Tanda Kamu Mengalami Social Anxiety Disorder. Salah Satunya Sering Merasa Awkward Di Pergaulan)
Pacaran sama yang egois
Kalo selama ini yang bilang “sayang” ke kamu cuma satu orang. Hati-hati, cinta lo mungkin bertepuk sebelah tangan.
Kalo cuma satu orang yang perhatian, yang lainnya cuek, mungkin hubungan kalian bakal seumur jagungn alias nggak bertahan.
Kalo cuma menerima, nyaris nggak pernah memberi, maka hubungan yang seperti ini nggak seimbang. Pasalnya, cinta itu perlu tanggungjawab, men. Jangan selalu mengusahakan segala sesuatu sendirian, itu egois namanya,
Menurut Temple jenis hubungan ini cukup umum dilakukan. Alih-alih, cinta seratus persen misalnya, kamu sering ngasih banyak sama pacar. Memberi, memberi dna memberi tapi nggak menerima. Atau sebaliknya menerima tapi nggak balas memberi. Hubungan kalian pasti nggak akan nyaman. Harusnya ada peran dari kedua belah pihak, yang menerima dan memberi.
Tapi perlu diingat juga, memberi bukan berarti membuatnya ketergantungan, begitu pun sebaliknya menerima nggak membuat kita jadi tergantung padanya. Kita harus menakar kebutuhan masing-masing, kenyamanan dalam menerima serta kemampuan dalam memberi.
Kalo masih ada yang egois dalam satu hal, wajar kalo hubungan jadi kandas das das.
Nggak seorangpun ada saat kamu membutuhkan mereka
Pernah nggak, ketika kamu butuh seseorang tapi mereka nggak ada? Kalo pernah, berarti kamu jomblo. Cieeee menjomlo terus, ciee!
Alih-alih mencari seorang yangperfeksionis, kamu jadi sering takut gagal pacaran. Nyaman sendirian. Lalu merasa mandiri sepanjang masa. Jadilah nggak seorangpun ada saat kamu membutuhkan mereka, karena disadari atau nggak, kamu emang takut menjalin hubungan sama seseorang. Takut nggak nyaman, takut kebebasan hilang. Lebih dari apapun. Karena itu lah, kadang percintaan bikin kamu ngerasa pusing tujuh keliling.
Jangan begitu,bro! Kita ini pasti butuh seseorang yang hadir saat kita membutuhkannya. Cari dia, temukan dia. Kalau sudah ada, jadiin itu kebutuhan, sehingga kalian bisa saling menjaga hubungan.
Untuk itu, buat yang bertahun-tahun menjomlo jangan pikirin cewek di luar sana punya banyak salah. Pikirin, mungkin kamu yang punya rasa takut akan kedekatan dan ngeri sama penolakan. Bebasin aja, jangan menjomlo seolah jadi tameng dari kegagalan bercinta. Setiap laki-laki pasti butuh perempuan dan sebaliknya.
Kamu jangan merasa nggak seorangpun ada saat kamu membutuhkan mereka. Sekali lagi mereka itu ada! Kamu juga ada untuk mereka!
Nah, udah tahu pola kenapa hubungan cinta gagal melulu, sekarang buat kamu yang sering putus cinta, kamu perlu tahu kalo putus cinta bukan sebuah kegagalan, tapi keuntungan, kalo, ya kalo kamu mau mempelajari dan mengambil hikmahnya!
Bukan Sebuah Kegagalan
Ya, seperti kata Malcolm Forbes bilang,failure is success if we learn from it. Konteksnya emang buat orang-orang bisnis sih, motivasi ini. Tapi kalo mau diaplikasiin ke urusan cinta,Psychology Todaymelihat hubungan percintaan yang sering putus itu emang bukan sebagai kegagalan, mungkin bisa jadi keuntungan.
Bagaimanapun kamu kan pernah bahagia bersamanya. Dan apa yang sudah terjadi dalam hubungan itu bisa kamu jadikan pelajaran. Kalau mau memetik hikmahnya, nih seperti ditulisHuffington Postsemua itu ada keuntungannya:
- Kamu jadi lebih mengenal diri sendiri dan hidup
- Kamu toh belajar menjadi komunikator yang lebih baik dan lebih ekspresif
- Kamu mencari aspek emosional dari diri sendiri
- Kamu memahami makna memberi dan menerima
- Kamu jadi lebih berempati
- Kamu belajar untuk lebih sabar, dan kalem
- Juga, tentu saja kamu belajar untuk melepaskan, membebaskan.