“Kenapa tante selalu bahagia gini, sih? Padahal kan tante tinggalnya sendiri.” tanya Ratna ke tantenya yang kelihatan selalu ceria.
“Karena tante milih untuk bahagia. Fokus ke hal-hal yang bikin tante happy bukan ke hal-hal yang seharusnya bikin tante happy,” jawab sang tante santai namun memasang raut prihatin.
“Ibuku udh ninggalin aku, bapak udah nggak ada di sini, bahkan Galih pun menjauh dari aku,” tanggap Ratna lirih dengan muka jutek bin pasrah.
Itulah sepenggal percakapan antara Ratna dan tantenya, yang belum lama tinggal serumah.
Yap, dari Jakarta, Ratna (Sheryl Sheinafia) diminta pindah ke Bogor sama ayahnya (Hengky Tornando), dan tinggal bareng sang tante (Marissa Anita) yang tiap hari selalu aja kelihatan ceria dan bahagia. Wanita yang konon tinggal sendiri ini, bener-bener kelihatan nggak ada galau-galaunya, nggak ada sedih-sedihnya.
Dibandingkan film remaja lainnya, Galih & Ratna berhasil hadir menjadi suguhan yang teramat relate sama kita yang masih duduk di bangku SMA. Meski mungkin kita udah jarang banget ketemu sama orang yang masih mertahanin kaset pita buat didengerin, tapi seenggaknya pasti ada di antara temen-temen kita yang cukup…katakanlah idealis. Bener, nggak?
Secara keseluruhan, film Galih & Ratna mampu mengemas sebuah kisah cinta yang menyertakan pertentangan seorang idealis dengan realita yang ada di hadapannya. Film ini menampilkan bahwa, nggak selamanya idealisme yang kita pegang, bisa didukung dan diterima semua orang. Bahkan, di saat sekarang, udah terlalu banyak cara-cara praktis dan prinsip-prinsip yang bisa menentang kita ngejalanin idealisme yang kita pegang. Dan itulah yang ditampilin di film arahan Lucky Kuswandi ini.
Rasa-rasanya, sih, ada cukup banyak pesan yang pengen disampein film ini ke anak-anak muda di generasi sekarang, meski ceritanya sendiri didasarkan pada sebuah novel yang cukup lawas, Gita Cinta dari SMA dari Eddy D. Iskandar. Bukan hanya soal idealism anak muda, tapi film ini juga secara halus menyindir kita yang makin hari makin ngelupain esensi perjuangan, pengorbanan, dan selalu terkungkung dalam sesuatu yang praktikal.
Serunya lagi, dari segi cerita, bisa dibilang kalo dari awal sampai akhir kisah, nggak ada satu adegan pun yang logikanya bolong alias nggak terjawab. Masing-masing part, pasti punya penjelasan langsung atau dijelasin di adegan lain. Semua nyambung, semua terisi. Satu kekurangannya, film ini berjalan cukup lambat, sehingga membuat kita terpaksa sabar menunggu adegan demi adegan. Tapi, bukan berarti kelambanan film ini bikin kita cepet ngantuk dan nggak bisa menikmati, lho.
Yang penting dan nggak mungkin ketinggalan buat HAI bahas tentu adalah akting kedua pemain utama. Chemistry mereka bener-bener kerasa banget selama kita nonton, dan sebagai pendatang baru, Refal Hady –yang baru pertama kali main film– betul-betul sukses nunjukin ke kita kalo emang dia layak dipertimbangkan di jagad perfilman. Sementara Sheryl Sheinafia, memukau seperti film sebelumnya, meski waktu dibebani adegan untuk menangis, Sheryl masih kelihatan sedikit kaku dan nggak naturalnya. But, it’s okay, kok.
Mengingat film Galih & Ratna merupakan film remaja yang berlatar kisah di sekolahan masa sekarang, kita bisa ngeliat kontras yang cukup terang antara orang yang mempertahankan kebiasaan masa lalu, dan orang yang mengikuti arus di masa sekarang. Dan kedua orang inilah yang kemudian jatuh cinta dan menemui masalah tersendiri dalam hubungannya.
Meski novel lawas itu udah pernah diangkat juga ke layar lebar, tapi mending jangan dibandingin sama film yang dulu, deh. Enjoy the film as it is, and you will be surprised! Jamin, bro!
Galih & Ratna tayang mulai 9 Maret 2017. Intip trailer-nya di bawah ini!