Di dunia ini, manusia dibagi menjadi dua golongan berbasis organ seksual dan gender, yaitu cowok dengan kromosom XY dan cewek dengan kromosom XX. Atau bisa juga dilihat dengan stereotipe yang sudah mendunia dan mencuci otak mayoritas manusia: cowok disebut maskulin dan cewek disebut feminim.
Dikenal dengan stereotipe lemah, perempuan sering kali mengalami perbedaan perlakuan yang diterapkan oleh masyarakat. Contoh, wanita harus menjadi ibu rumah tangga. Pernyataan itu sudah dibantah oleh perempuan-perempuan pekerja yang sudah membuktikan bisa seperti laki-laki menjadi tulang punggung keluarga. Pokoknya, kebanyakan perempuan dianggap rendah ketika melakukan kegiatan tertentu oleh laki-laki yang berasumsi bahwa maskulinitas itu lebih dominan.
Dipandang mayoritas masyarakat, gender dan seks sering disalahkaprahkan menjadi dua hal yang mempunyai arti yang sama. Padahal nggak gitu, lho. Gender dan seks adalah dua hal yang berbeda.
Pertama mari kita jawab dulu pertanyaan apakah gender? Gender dapat didefinisikan sebagai hasil dari proses pencarian sosial seorang individu sebagai laki-laki dan atau perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan feminitas yang dominan didukung oleh nilai-nilai atau sistem dan simbol masyarakat.
Gender, seturut Wikipedia, adalah seperangkat peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi laki-laki dan perempuan. Sejarah munculnya terminologi gender nggak bisa dilepaskan dari kajian ilmu humaniora, terutama psikologi dan juga terkait dengan tren trans-seksual.
Dalam bahasa Inggris, pembedaan makna antara sex dan gender pertama kali dikenalkan oleh para psikiater Amerika dan Inggris serta para petugas medis yang bekerja dengan pasien transseksual dan interseks pada tahun 1960-an dan 1970-an. Istilah ini kemudian digunakan oleh para feminis—kelompok pembela kesetaraan gender—sebagai sanggahan melawan argumen tentang faktor biologi gender sebagai takdir.
Sejak saat itu konsep ini diadopsi secara luas sebagai sistem analisa kajian pengembangan gender gerakan feminisme global. Perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang meliputi perbedaan organ-organ seks dan juga hormon nggak menjadi perdebatan, namun pendapat tentang ada atau tidaknya pengaruh dari perbedaan tersebut dalam pembentukan sifat maskulin atau feminim masih belum menemukan kata sepakat. Akhirnya, dari dua argumen ini kemudian muncul konsep nature dan nurture.
Secara etimologi nature diartikan sebagai karakteristik yang melekat atau keadaan bawaan pada seseorang atau sesuatu, diartikan juga sebagai kondisi alami atau sifat dasar manusia. Dalam kajian gender, term nature diartikan sebagai teori atau argumen yang menyatakan bahwa perbedaan sifat antar gender nggak lepas dan bahkan ditentukan oleh perbedaan biologis (seks).
Disebut sebagai teori nature karena menyatakan bahwa perbedaan lelaki dan wanita adalah natural. Dari perbedaan alami tersebut timbul perbedaan bawaan berupa atribut maskulin dan feminim yang melekat padanya secara alami. Jadi, seharusnya dalam menyikapi perbedaan yang ada bukan dengan menghilangkannya, melainkan dengan menghapus diskriminasi dan menciptakan hubungan yang serasi.
Baca Juga: 6 Ciri Khas Gaya Rambut Mahasiswa Cowok di Kampus, Anak Teknik Kenapa Gondrong?
Sedangankan nurture, secara etimologi berarti kegiatan perawatan atau pemeliharaan, pelatihan, serta akumulasi dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kebiasaan dan ciri-ciri yang nampak.
Terminologi kajian gender memaknainya sebagai teori atau argumen yang menyatakan bahwa perbedaan sifat maskulin dan feminim bukan ditentukan oleh perbedaan biologis, melainkan konstruksi sosial dan pengaruh faktor budaya. Dinamakan nurture karena faktor-faktor sosial dan budaya menciptakan atribut gender serta membentuk stereotipe dari jenis kelamin tertentu, hal tersebut terjadi selama masa pengasuhan orang tua atau masyarakat dan terulang secara turun-temurun.
Karena adanya faktor budaya di dalamnya, argumen ini seringkali juga disebut sebagai bagian dari culture, tradisi yang terus berulang kemudian membentuk pemahaman di masyarakat bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang alami.
Perbedaan konstruksi sosial dalam masyarakat mengakibatkan relativitas tolak ukur atribut maskulin dan feminim antar budaya. Sifat tertentu yang dilekatkan pada suatu gender di suatu komunitas belum tentu sama dengan yang lainnya.
Perubahan dan pertukaran tersebut menjadi mungkin karena perbedaan tempat, waktu, tingkat pendidikan, kondisi fisik, orientasi seksual, dan lain sebagainya. Definisi baru tersebut juga menjurus pada dekonstruksi norma dan tatanan yang ada. Peraturan, kebiasaan, penilaian, dan perlakuan yang di dalamnya terdapat perbedaan dan pembedaan antara lelaki dan perempuan mulai dikaji ulang dengan sudut pandang feminisme dan kesetaraan gender.
Kesimpulan, kita perlu sadar, bahwa antara cowok dan cewek, tuh nggak dibisa sekedar dibedakan tingkat kemampuannya begitu saja. Cowok nggak melulu lebih bisa daripada cewek, dan cewek nggak melulu cuma berurusan dengan yang halus-halus saja. Adil lah sejak dalam pikiran, bro!