Sejarah Panjang MotoGP di Indonesia

Jumat, 11 Desember 2015 | 01:00
Hai Online

Aturan Baru MotoGp Berpihak Pada Tim Belum Menang

Sejarah panjang MotoGP di Indonesia dimulai sejak pertama kali mengudara di layar kaca pada pertengahan 90-an. Ajang balap roda dua paling bergengsi di dunia ini terus meraup banyak sekali perhatian.Terlebih, Indonesia sempat kebagian jatah menjadi tuan rumah pada tahun 1996 dan 1997. Kala itu, Valentino Rossi masih berlaga di kelas paling bawah, 125 cc.

Kompetisi yang sangat ketat dengan aksi overtaking dan drama luar trek menjadikan MotoGP kiblatnya balapan motor di Indonesia. Nggak hayal, jumlah fans MotoGP di Indonesia menjadi yang terbanyak di seluruh dunia, meski nggak ada angka pastinya.

“Indonesia negara dengan market motor sangat penting dan fans MotoGP yang banyak,” ucap Lin Jarvis, bos Yamaha Racing Team.

Pertumbuhan fanbase yang pesat nyatanya nggak cuma membawa pengaruh besar kepada MotoGP-nya sendiri. Tetapi juga kepada masa depan dunia balap di Tanah Air sendiri.

Nggak cuma nonton, mereka yang doyan ngebut di atas trek coba cari akal buat menembus kompetisi nasional. Tentu saja dengan target bisa mencicip kerasnya MotoGP.

Berbagai kejuaraan pun digelar dengan persetujuan IMI (Ikatan Motor Indonesia) seperti Indoprix, Motoprix, hingga One Make Race. Guna menjaring mereka-mereka yang punya mimpi berlaga di sana.

Tentu saja, semua usaha ini bakal berujung kepada satu tujuan, Indonesian GP yang bakal digelar pada 2017 mendatang. Jadi, nggak cuma venue-nya yang diperhatikan, namun juga talenta.

Dari Akhir 90

Semua impian tersebut pun sempat dibuka oleh empat pebalap senior Tanah Air, Petrus Canisius, Ahmad Wijaya, dan Rudi Arianto. Yang kala itu tampil sebagai pebalap wildcard di GP Indonesia.

Meski cuma bisa finish terakhir di Sentul dan mendapatkan jalur khusus karena Indonesia jadi tuan rumah, keempatnya seakan memberikan inspirasi kepada junior-juniornya. Kalau, ada jalan menuju kancah tertinggi, MotoGP.

Sampai lahirlah nama Hendriansyah Cowok asal Yogyakarta dijuluki Dewanya Road Race lantaran prestasinya yang luar biasa.

Di era underbone 2-tak, pebalap ini sukses merengkuh berbagai gelar juara seperti Kejurnas 110 Grade A di tahun 1998 hingga Road Race 110 4 tak.

Nggak cuma itu, Hendri juga sempat dipinang oleh tim asal Tiongkok, Macau Zhongsen Racing Tea dan mencicipi gelar juara 11 di ajang Supersport 600 cc. Terakhir, ia mampu finish di peringkat kelima pada ajang yang sama.

Tongkat estafet Hendri lantas disambar oleh Doni Tata. Di tangan cowok Solo ini, nama Indonesia berkibar lebih tinggi lain lantaran ia sukses melakukan debut di ajang 125 cc pada 2005 dan 250 cc di tahun 2007.

Sayang, gara-gara sponsorship, Doni yang berseragam Yamaha Indonesia Pertamina mundur. Sebelum ia melakukan comeback di tahun 2013 bersama Rafid Topan di ajang Moto2.

Valentino Rossi saat di Sentul
Cara Asuh Berbeda

Meski terus memproduksi para pebalap berkelas yang bisa menembus kompetisi internasional, Indonesia belum mampu menerjunkan satu pebalap pun ke level MotoGP. Padahal, negara-negara seperti Jepang hingga Australia bolak balik mengirim jagoan.

Situasi ini nyatanya berujung kepada cara asuhnya. Di Italia, seorang pebalap cilik seakan wajib mengikuti kejuaraan minimoto. Beberapa kompetisi seperti National Championship Italian Minimoto diadakan sebulan sekari guna menjaring bakat di daerahnya masing-masing.

Ketika usianya sudah beranjak 10 tahun, tiap pebalap akan diarahkan kepada ajang balap motor dengan kapasitas mesin lumayan besar, 125 cc. Seperti Valentino Rossi yang beberapa kali menjarai kejurnas Italia 125cc.

Bagaimana di Spanyol? Pebalap seperti Dani Pedrosa hingga Marc Marquez justru lahir lewat akademi yang dibentuk oleh Red Bull.

Kelebihan akademi ini adalah jadwal latihan balap disesuaikan dengan kalender MotoGP. Syarat masuk akademi juga berat seperti usia maksimal 17 tahun, tinggi badan maksimal 172 kg dan berat badan maksimal 62 kg. Makanya jangan heran kalau pembalap-pembalap Spanyol termasuk kecil,

Selain itu, biaya pendidikan di Red Bull Racing Academy sangat mahal dan harus ditanggung sendiri oleh peserta. Namun hasil yang diperoleh sepertinya sebanding dengan biaya yang dikeluarkan ya

Sedangkan di Indonesia, pebalap muda sudah langsung dilepas ke balapan underbone 2-tak. Tanpa ada pengalaman kuat berlaga di kelas-kelas dengan cc di bawah 90.

Kompetisinya yang ketat pun jarang sekali digelar. Paling hanya Indoprix yang cukup berandil besar dalam perkembangan balap motor Indonesia, khususnya soal penjaringan talenta.

Para APM Berlomba

Dari masalah tersebut bisa disimpulkan bahwa Indonesia sebenarnya punya potensi buat melahirkan pebalap yang nantinya benar-benar berlaga di kelas para raja. Sayang, pendidikan balap dan kompetisi yang berkualitas menjadi penghalangnya.

Ini yang membuat beberapa produsen asing mulai bergeliat. Dari berupa akademi balap hingga ajang pencarian bakat seperti One Make Race diselenggarakan. Seperti yang dilakukan oleh Yamaha.

Yamaha Cup Race yang melombakan jenis bebek, pabrikan ini juga membuat gelaran khusus untuk motor mereka yang berjenis sport yang notabene sangat diminati pebalap-pebalap muda.

"Ini jadi mainan baru kami, selain untuk promosi, dibentuknya ajang ini agar pebalap pemula, yang selama ini memakai bebek, menjadi terbiasa dengan motorsport yang notabene berlevel lebih tinggi," ungkap Supriyanto, selaku Manager Motorsport YIMM.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Suzuki. Lewat ajang One Make Race ini, bakal disaring lagi untuk nantinya mewakili Indonesia di ajang yang lebih bergengsi, seperti Asia Roadracing Championship, dan Suzuki Asian Cup.

Namun yang paling menjanjikan adalah gebrakan yang dilakukan oleh Honda. Memutuskan keluar dari Indoprix, mereka berkomitmen buat melahirkan pebalap Indonesia berkualitas lewat akademinya.

“Justru dengan nggak ikutnya AHM dalam ajang Indoprix ini, membuat langkah pebalap muda untuk bisa sampai ke Moto GP menjadi lebih cepat, lewat ajang balap yang menggunakan motor kelas sport,” ucap Anggono Iriawan, selaku Manajer Safety dan Motorsport AHM.

Well, apapun caranya, harapan kita bisa menyaksikan anak bangsa berlaga di ajang MotoGP pun nggak bakalan surut. “Gue ingin ada deh Valentino Rossi asli Indonesia yang nggak cuma main di kelas bawah, tapi sampai di kelas raja!,” ujar Anton, seorang pemerhati MotoGP.

Editor : Hai Online