Kok Bisa Murah? Begini Rahasia Mixue Jualan Es Krim dengan Harga Bawah!

Kamis, 05 Januari 2023 | 14:08

Es krim Mixue

HAI-Online.com- Gerai es krim dan teh asal Tiongkok, Mixue (dibaca: misye) tengah menjadi obrolan hangat ketika tengah hari mencari minuman segar.

Nggak cuma gerainya yang hadir di banyak tempat, orang-orang juga menyerbu produk Mixue lantaran mereka jualan es krim dengan harga bawah kalo mau dibandingkan es krim serupa dengan merek-merek luar yang sudah ada.
Bisa dibilang, Mixue bersaing karena sukses menjual harga produk yang sangat murah.
Konsumen di berbagai negara Asia Tenggara kaget dengan harga yang ditawarkan Mixue, yakni bervariasi mulai dari Rp 8.000 sampai dengan Rp 24.000.
Baca Juga: Ke mana-mana Ada Mixue, Ini Sejarahnya yang Dimulai dari Modal Pinjaman Uang Nenek
Untuk es krim bentuk kerucut (cone) misalnya, harga Mixue jauh di bawah pesaingnya, yaitu sekitar Rp 10.000. Ukurannya juga lebih besar dibanding pesaing. Secara rata-rata harga es krim Mixue lebih murah untuk ukuran lainnya.
Mixue didirikan tahun 1997 sebagai kedai es dan minuman di Zhengzhou di Provinsi Henan, China. Pada tahun 2000 Mixue telah membuka toko dan menjual es krim pertamanya dengan harga yang jauh lebih murah daripada rata-rata pasar.

Mereka memasuki model bisnis waralaba pada 2007 dan membangun pabrik mereka sendiri tahun 2012. Nah baru pada 2014, Mixue melangkah lebih jauh dan membuka gudang dan pusat logistik sendiri.

Mengutip laporan Kompas, jika melihat cara berbisnis Mixue yang bisa menjual harga terjangkau, sebenarnya tak ada yang aneh dengan itu. Ketika mereka menjual dengan harga murah, maka mereka harus bermain di volume.

Kita telah mengetahui beberapa minimarket Indonesia yang memiliki keuntungan kecil untuk satu toko, tetapi karena jumlahnya mencapai puluhan ribu, perusahaan itu mempunyai keuntungan besar.

Baca Juga: Demi Masa Depan Bumi, Operasional Bisnis Tak Boleh Abaikan Kelestarian Lingkungan Hidup

Syarat model bisnis serup ini dilakukan Mixue di mana mereka punya gerai dalam jumlah banyak. Sempat ada jokes, kalo ada gedung kosong yang didiamkan, nggak lama lagi bakal berubah jadi gerai Mixue.

Nggak heran, model bisnis ambil untung sedikit, jika dikumpulkan maka bakal jadi banyak juga. Itu salah satu rahasianya.

Laman TLD dalam salah satu tulisannya juga sempat membahas fenomena ini. Mereka menyebut, dibandingkan perusahaan lain seperti Heytea dan Nayuki, Mixue mengambil pendekatan yang berbeda.

Perusahaan milikZhang Hongchao inimengambil pasar massal melalui strategi berbiaya sangat rendah dan harga jual rendah. Mereka juga mengambil pasar kota-kota lapis 3 dan 4 di beberapa negara meski di Indonesia juga mengambil pasar lapis 1 dan 2. Dengan harga produk rata-rata antara 0,4-1,5 dollar AS, Mixue bisa cepat mengumpulkan banyak pelanggan.

Strategi yang dilakukan Mixue adalah mengumpulkan volume penjualan dalam jumlah besar sehingga rantai pasoknya efisien.

Jumlah gerai yang banyak dan berkumpul di lokasi yang tidak berjauhan membuat pemrosesan bahan mentah, pergudangan, dan logistik bisa dikendalikan dengan mudah.

Mereka juga bisa memotong biaya perantara atau pihak ketiga. Dengan cara ini Mixue bisa menjaga struktur biaya sangat rendah dan keandalannya tinggi dalam hal produksi dan pengiriman.

Sudah barang tentu, dengan strategi ini Mixue memiliki daya tawar tinggi terhadap berbagai vendor atau pemasok.

Dengan lebih banyak terwaralaba (franchisee) yang otomatis juga bakal meningkatkan permintaan bahan baku, Mixue nyatanya mampu mempertahankan kekuatan negosiasi yang tinggi untuk mendapatkan bahan baku dengan biaya lebih murah.

Baca Juga: Ini Ramuan Rahasia yang Diminum Raisa Andriana Sebelum Manggung. Anti Ribet dan Murah!

Ongkos sewa gerai pun bisa lebih murah karena orang akan bersaing untuk bisa menjadi terwaralaba Mixue. Satu orang yang menjual lahan dengan harga mahal akan ditinggalkan karena orang lain akan banyak yang bergabung di tengah pasokan ruko atau gedung kosong melimpah.

Fenomena Mixue telah jadi kajian ilmiah beberapa peneliti. Salah satunya Ziwen Chen yang menulis "Analysis on the Marketing Strategy of MXBC MilkTea". Ia berkesimpulan, model bisnis produsen Mixue, yaitu Mixue Bingcheng Co Ltd (MXBC), memang akan memberi pendapatan dalam jumlah besar, tapi ada tantangan yang tak mudah.

Ziwen dalam risetnya mengatakan, tidak sulit untuk melihat bahwa model waralaba Mixue sesungguhnya adalah pedang bermata dua. Mereka akan berusaha menyelamatkan keberhasilan bisnis yang telah dicapai, tetapi pada saat yang sama akan merusak masa depan pertumbuhan perusahaan.

Nggak mudah bagi Mixue mengelola pewaralaba yang jumlahnya telah mencapai ratusan ribu di berbagai negara. Laba kotor yang rendah dari produk Mixue dan persaingan ketat di industri es krim dan teh membuat pewaralaba makin sulit mendapatkan keuntungan atau bahkan bertahan.

Secara keseluruhan, kata Ziwen, strategi pemasaran Mixue sejauh ini luar biasa dan sukses, tetapi tidak ada jaminan untuk kelangsungan pertumbuhannya pada masa mendatang. Gerai waralaba dalam jumlah banyak juga akan membuat pasar jenuh. Persaingan bukan hanya dengan kompetitor, tapi juga sesama gerai Mixue. Dengan situasi ini, penjualan Mixue suatu saat mungkin akan menurun.

Apalagi lama kelamaan Mixue bakal tidak lagi menjadi pembicaraan, baik di jalanan maupun di media sosial. Keberadaan mereka yang semakin mencolok di area publik tidak lagi membikin penasaran. Orang mudah mendapatkan produknya. Oleh karena itu, Mixue perlu mempertimbangkan untuk mengubah strategi pemasarannya dan membangun satu fitur unik yang tetap menarik pelanggan alih-alih hanya soal harga murah. (*)

Tag

Editor : Al Sobry