HAI-Online.com - Sutradara Joko Anwar dan Kamila Andini ungkap bagaimana cara mereka membuat film yang dapat diterima secara baik di pasar lokal maupun global.
Hal tersebut mereka beberkan dalam kolaborasi IdeaFest 2022 bersama Netflix di JCC, Jakarta Pusat, Jumat (25/11/2022).
Menurut Joko, film yang bisa dinikmati baik di pasar lokal maupun global yakni film bertema minimalis.
"Film yang bisa dinikmati oleh orang di luar di tempat dibuatnya adalah film yang memiliki tema yang minimalis. Namun diceritakan lewat point of view yang spesifik soal tempat film itu dibuat," terang Joko.
Ia mencontohkan, semisal bicara soal kemiskinan atau bertema keluarga, sudut pandang filmnya dibuat se-spesifik mungkin tentang isu yang ada di tempat film digarap.
"Misalnya kalau kita ngobrol soal Perempuan Tanah Jahanam (Impetigore). Sebenarnya dari segi tema-nya universal, hubungan orang tua dengan anak, tema keluarga. Namun diceritakan lewat sudut pandang Indonesia, lebih spesifik lagi Jawa.”
Ia melanjutkan, “Dan bagaimana dinamika antar karakter yang ada di film tersebut, tinggal di tempat tersebut, serta isu yang timbul karena dia tinggal di tempat tersebut,” imbuhnya.
Baca Juga: Tayang di Netflix Tahun Depan, Joko Anwar Siapkan Serial 'Nightmares and Daydreams'!
Menurutnya, film bertema universal yang diceritakan lewat sudut pandang yang spesifik dari sebuah tempat itu memiliki 2 turunan.
Pertama, untuk penonton yang tinggal di daerah yang sama, di Indonesia, bisa menjadikan film ini sebagai medium atau refleksi isu atau masalah yang dihadapi, serta bahan untuk pemikiran.
Sedangkan orang luar negeri dapat memberikan perspektif yang berbeda dari film tersebut.
“Kita butuh perspektif di luar point of view kita sendiri. Nah film-film seperti ini membuka pemikiran-pemikiran baru,” ujar Joko.
Kedua, yakni agar bisa dianggap oleh pasar internasional atau pasar global, mau nggak mau sekarang menggunakan streamer.
“Biar semua orang bisa nonton film dari semua negara,” ujarnya.
“Jadi standarnya itu udah nggak ada yang untuk film Indonesia karena kita udah satu platform, semuanya sejajar di situ,” imbuhnya.
Maka dari itu, mulai dari craftsmanship, technicality, sampai estetika film harus diperhatikan.
“Bikin film mungkin temanya menarik, point of view-nya menarik, tapi secara teknis gak bagus, gabisa,” pungkasnya.
Ia juga memuji film Before, Now & Then (NANA) karya sutradara Kamila Andini yang mengambil tema universal namun diceritakan dalam sudut pandang yang spesifik di Indonesia.
Selain Joko Anwar, sutradara Kamila Andini, CEO Screenplay Films Wicky V. Olindo, serta Content Lead Netflix Rusli Eddy turut ikut bergabung dalam sesi Netflix On the Scene yang bertema The Present and Future of Film in Indonesia yang di moderatori Marissa Anita. (*)