HAI-Online.com - Dosen Departemen Psikologi Klinis Fakutas Psikologi Universitas Padjadjaran Aulia Iskandarsyah, M.Psi., M.Sc., PhD, kembangkan perangkat virtual reality (VR) untuk terapi rasa takut dan fobia.
Dengan berbasis Virtual Reality Exposure Theraphy, teknologi VR ini punya keunggulan potensial untuk terapi mengatasi rasa takut dan fobia.
Aulia menyebut, kalau penggunaan ini sangat mudah.
“Seseorang bisa mengundang sesuatu/lingkungan yang dia takuti tanpa harus ke dunia nyatanya,” ungkap Aulia dalam acara Hard Talk Edisi “Virtual Reality untuk Terapi Rasa Takut dan Fobia” di YouTube Unpad, dilansir dari laman Unpad.
Ia mencontohkan, seseorang yang takut terbang lewat VR bakal dihadirkan lingkungan virtual seolah-olah ia sedang di bandara atau pesawat terbang.
Hal ini jadi esesnsi dari penggunaan teknologi VR, yakni menghadirkan realitas ke dalam dunia virtual, bukan sebaliknya.
Keunggulan lainnya itu efektivitas biaya, karena prosedur intervensi oleh Psikolog nggak perlu dilakukan dalam ruangan khusus.
Baca Juga: Filkom Unpad Gelar Konser Musik Inklusif Teman Tuli, Dilengkapi Juru Bahasa Isyarat!
Selain itu, perangkat ini mampu memberikan kepercayaan kalau pasien/klien sendiri yang punya kemampuan untuk mempelajari ulang sesuatu dan mengatasi ketakutan yang dimilikinya.
“Handling-nya ada dalam diri dia (pasien),” imbuhnya.
Aulia menambahkan, rasa takut dan fobia dalam seseorang salah satunya disebabkan dari proses belajar manusia.
Karena itu, proses intervensi psikologis yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut yakni dengan mempelajari ulang (re-learning) sehingga seseorang bisa lebih menjadi ‘rasional’ dalam memandang rasa takutnya tanpa mengganggu fungsi dan kualitas hidupnya.
Pengembangan VR untuk terapi rasa takut dan fobia ini sudah dilakukan Aulia sejak 2017. Pengembangan riset ini dilakukan bersama peneliti lain di Fakultas Psikologi dan Fakultas MIPA Unpad.
Dari berbagai teknologi yang dikembangkan, teknologi VR menggunakan perangkat Oculus Quest 2 ini dinilai lebih ringkas.
Studi awal berupa intervensi untuk mengatasi rasa takut akan gelap. Aulia mengatakan, mereka yang sudah coba mengalami penurunan intensitas rasa takut gelap.
“Bukan jadi sama sekali nggak takut, tapi intensitasnya berkurang,” imbuhnya.
Studi lainnya yakni mengatasi rasa cemas untuk berbicara di depan publik.
Ketika melakukan intervensi, tim menyiapkan level tertentu yang akan dihadapi pengguna. Perbedaan dari setiap levelnya yakni jumlah audiens yang bakal dihadapi pengguna.
“Ketika dia mengatasi satu sesi, maka dia bakal masuk ke sesi (level) berikutnya, sehingga itu menambah kepercayaan dirinya. Dan hasil risetnya menunjukkan bahwa orang yang telah melakukan latihan dengan simulasi VR ini lebih percaya diri dan berkurang rasa cemasnya untuk prestasi di depan orang,” paparnya.
Sebagai upaya meningkatkan kepercayaan diri tersebut, tim menggunakan sistem penghargaan (reward).
Jadi, ketika berhasil menyelesaikan satu level, sistem akan menampilkan reward atau ucapan yang mendukung untuk bisa melangkah ke level berikutnya.
“Ini metode untuk memperkuat,” tambahnya.
Aulia melanjutkan, teknologi VR sendiri di luar negeri sudah lama digunakan untuk terapi. Hanya saja, Indonesia belum terlalu familiar dengan aktivitas tersebut.
“Saya kira Unpad menjadi salah satu yang pertama mengembangkan ini,” pungkasnya. (*)