Briket Ramah Lingkungan dari Tempurung Kelapa Jadi Inovasi Mahasiswa Uper

Rabu, 15 Juni 2022 | 11:00
Kompas.com/FARIDA

Ilustrasi briket batok kelapa.

HAI-Online.com - Sekarang, sudah banyak ditemukan inovasi bahan bakar yang ramah lingkungan. Salah satunya, dalam rangka mendukung zero emission di perhelatan Formula E Jakarta 2022, Sabtu (4/6/2022) lalu, PT Pertamina (Persero) sediakan Pertamina Renewable Diesel (RD).

Teknologi ramah lingkungan ini menjadi bahan bakar genset untuk proses pengisian ulang (charging) baterai kendaraan listrik yang digunakan untuk bertanding.

Pakar mekanika terapan Universitas Pertamina, Judha Purbolaksono, Ph.D., mengungkapkan kalo Pertamina RD ini hadir sebagai bahan bakar nabati ramah lingkungan dan membuktikan tingginya kualitas produk teknologi karya anak bangsa Indonesia.

Inovasi bahan bakar ramah lingkungan ini dapat menjawab kebutuhan pasokan bahan bakar non fosil dalam negeri dan punya potensi pasar di berbagai negara di tengah tren transisi energi.

Nggak mau ketinggalan, empat mahasiswa Teknik Mesin Universitas Pertamina (UPER), ikut ambil peran dalam inovasi produk bahan bakar ramah lingkungan sekaligus meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Keempat mahasiswa itu yakni Putu Mega Dana, Muhammad Rio Ferdiansyah, Putra Anugrah, dan Putra Trimarianto Hutagao.

Baca Juga: Mari Mengenal Sociopreneur Bareng Asri, Tren Karir Baru Buat Millenials dan Gen Z

Mereka membantu para petani membuat briket berbahan dasar tempurung kelapa.

Putra mengungkapkan, di kota tempat tinggalnya, Bitung, Sulawesi Utara, banyak petani yang memanfaatkan tempurung kelapa untuk jadi arang.

“Lalu, kami terfikir buat mengedukasi para petani dan membantu mereka mengolah arang menjadi briket yang lebih bernilai jual tinggi,” ungkap Putra.

Pengolahan arang oleh para petani kelapa ini, selama ini dilakukan lewat metode pembakaran konvensional dengan media tanah atau drum.

Arang yang dihasilkan dari pembakaran dengan media tanah kualitasnya kurang baik dan berpotensi mencemari udara. Sementara, pembakaran dengan media drum menghasilkan arang yang berkualitas baik, namun tetap tidak ramah lingkungan.

Maka dari itu, tim menawarkan metode pembakaran ramah lingkungan yang menghasilkan asap cair. Selain mengurangi polusi udara, cairan hasil pembakaran ini bisa untuk berbagai hal.

“Cairan hasil pembakaran tingkat I bisa untuk mengawetkan makanan, tingkat II bisa buat biopestisida, dan tingkat III bisa sebagai pengawet kayu,” terang Putra.

Ketua Tim, Putu Mega Dana, mengungkapkan kalo metode pembakaran yang ditawarkan ada beberapa tahapan.

Tahap pertama adalah pirolisis, yakni pembakaran tempurung kelapa dengan suhu tinggi tanpa adanya oksigen untuk memisahkan senyawa menjadi beberapa bagian. Proses pirolisis ini akan menghasilkan asap.

“Asap dari hasil pembakaran tersebut kemudian diubah dari bentuk uap menjadi cair. Cairan hasil pembakaran selanjutnya dimurnikan dengan cara diendapkan, sehingga akan menghasilkan cairan dengan tiga tingkatan tadi,” tutur Putu.

Lewat metode pembakaran asap cair, petani bisa memperoleh arang dengan kualitas baik, karena arang nggak bakal bercampur dengan tanah seperti pada proses pembakaran konvensional.

“Arang yang sudah jadi ini akan dihaluskan dalam mesin penepung untuk kemudian dicampur dengan kanji dan air. Selanjutnya, adonan arang siap untuk dicetak menjadi briket sesuai permintaan pasar atau konsumen. Setelah dioven dan didinginkan, briket bisa langsung dikemas dan dipasarkan,” pungkas Putu.

Dengan modal sekitar 10 Juta Rupiah untuk mengolah 1 Ton arang, Putu dan tim yakin bisa menghasilkan keuntungan bersih mulai dari 25 sampai 60 Juta Rupiah.

Nggak heran kalo gagasan ini mengantarkan keempat mahasiswa menduduki posisi lima besar di ajang internasional bergengsi besutan perusahaan migas multinasional, Shell, NXPlorers 2022. (*)

Tag

Editor : Al Sobry