HAI-ONLINE.com - Berdasarkan laporan global Save the Children yang dirilis pada September 2021 lalu dengan judul “Born into the Climate Crisis” didapatkan fakta bahwa anak-anak yang lahir pada 2020 di Indonesia berisiko menghadapi 3 kali lebih banyak ancaman banjir, 2 kali lebih banyak mengalami kekeringan, dan 3 kali lebih banyak gagal panen akibat krisis iklim di Indonesia.
Nggak hanya itu, tinjauan literatur yang dilakukan oleh Save the Children Indonesia pada 2022 menemukan sejumlah fakta bahwa secara nasional, hasil prediksi iklim sepuluh tahunan menunjukkan akan terjadi pengurangan jumlah curah hujan selama El Nino.
Hal itu berdampak pada meningkatnya peluang terjadi peristiwa kekeringan ekstrim pada 2020-2025 dan beberapa wilayah diperkirakan akan mengalami cuaca ekstrim di atas normal.
Bahkan, Laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa sebanyak 4.650 total kejadian bencana alam dan 99,2% merupakan kejadian bencana yang berkaitan dengan faktor iklim dan cuaca.
Menanggapi hal tersebut, dalam rangka memperingati hari bumi setiap 22 April, Save the Children mengadakan kampanye Aksi Generasi Iklim untuk mengubah kemungkinan yang akan terjadi terkait iklim dan bencana di masa depan.
“Investasi pada penurunan emisi seharusnya berjalan beriringan dan saling melengkapi dengan upaya penurunan risiko dan meningkatkan kapasitas adaptasi pada anak. Untuk itu, Save the Children Indonesia menggandeng berbagai pihak, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Aliansi Jurnalis Independen (AJI) untuk bersama-sama melakukan aksi adaptasi melalui Aksi Generasi Iklim,” pungkas Selina Patta Sumbung, Ketua Pengurus Yayasan Save the Children Indonesia.
Baca Juga: Petarung ini Menilai Adegan Attack On Titan dari Sisi Mixed Martial Arts: Semuanya Sempurna!
Faktanya, jika kenaikan suhu dapat dijaga dengan angka dibawah 1,5 derajat celcius, maka akan berpengaruh pada berkurangnya ancaman iklim di generasi yang akan datang.
Dengan begitu, kampanye Aksi Generasi Iklim hadir sebagai gerakan yang diinisiasi dan dipimpin oleh anak-anak dan orang muda dengan tujuan untuk memastikan anak-anak dan keluarga, terutama yang terdampak langsung dari krisis iklim, dapat melakukan upaya-upaya bertahan hidup dan beradaptasi, serta memperkuat sistem penanganan perubahan iklim yang berkaitan erat pada anak.
"Setelah mendapatkan penjelasan mengenai dampak krisis iklim, saya lebih sadar bahaya perubahan iklim yang kita rasakan hari ini. Sudah saatnya anak-anak ikut bergerak dan dilibatkan, karena kami yang akan merasakan dampak terburuk dari krisis iklim saat ini dan pada masa mendatang," ungkap Ranti, Perwakilan Child Campaigner Jawa Barat Save the Children Indonesia.
Pernyataan Ranti pun dibenarkan oleh Sri Tantri Arundhati selaku Direktur Adaptasi Perubahan Iklim (KLHK), “Hal ini juga sejalan dengan berbagai rekomendasi internasional tentang pentingnya melibatkan anak dan orang muda dalam upaya adaptasi.”
Namun, sayangnya masih banyak anak-anak serta orang muda yang belum mengetahui tentang iklim dan pentingnya peran mereka dalam membuat perubahan masa depan.
“Sebagai Child Campaigner, saya ingin mengajak semua anak bergerak dan tidak takut untuk bersuara,” tutup Ranti.
(Ariella Kinari)