KKN ITS Kenalkan Cara Olah Sampah Organik Lewat Budidaya Cacing

Selasa, 29 Maret 2022 | 17:30
Dok. dari laman ITS.

Tim KKN ITS beserta komunitas BSIS dalam proses pengenalan vermicomposting.

HAI-ONLINE.COM - Tim Kuliah Kerja Nyata Pengabdian kepada Masyarakat (KKN Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berkerja sama dengan pengelolaan sampah organik di komunitas Bank Sampah Induk Surabaya (BSIS).

Mereka mengenalkan pengelolaan sampah menggunakan metode vermicomposting, yakni pembuatan kompos melalui budidaya cacing.

Ketua tim KKN Abmas, Vely Kukinul Siswanto ST MT MSc, mengatakan kalau kegiatan ini bermula karena sampah organik di BSIS sudah menggunung.

Baca Juga: Kolaborasi SRN Entertainment dan Gekrafs Ajak Musisi Berkarya Pakai Hati di Belajar Bersama

Maka dari itu, muncul gagasan pengomposan sampah menggunakan cacing tanah ini.

Proses vermicomposting ini tidak hanya mempercepat pembentukan kompos, tetapi juga berguna bagi tanaman.

Vely menambahkan, cacing juga berpotensi sebagai bahan baku ternak serta industri obat dan kosmetik. Karena vermicomposting dapat menghasilkan dua macam produk utama, biomassa cacing dan kascing (bekas cacing).

“Jadi ide kita untuk vermicomposting tidak hanya untuk kompos, tetapi nanti cacing-cacing tersebut juga bisa dijual lagi untuk pakan burung dan lain-lain,” ungkap ketua tim KKN Abmas tersebut.

Baca Juga: Cerita Tiara, Wisudawan Termuda ITS Beri Tips Garap Tugas Akhir

Dalam pelaksanaannya, dosen Perencanaan Wilayah dan Kota ini menjelaskan bahwa kegiatan KKN dibagi dalam dua agenda utama.

Yang pertama, kegiatan pengomposan sampah organik dengan melakukan pengujian serta pemantauan terhadap proses vermicomposing. Yang kedua, ada edukasi terkait proses pengomposan bersama komunitas BSIS.

Adapun sampah organik yang diolah sebagai kompos ini berupa kulit pisang dan sisa sayuran. Komposisi dari varian sampah ini juga telah dilakukan uji pendahuluan di dalam laboratorium dengan mempertimbangkan kadar air, kandungan c-organik, serta perbandingan karbon dan nitrogen dalam varian sampah.

Sementara itu, kegiatan edukasi oleh tim KKN ITS ini dilaksanakan melalui penyuluhan secara daring melalui Zoom Meeting. Sebagian besar peserta berasal dari komunitas BSIS yang sudah memiliki pengetahuan dasar terkait pengomposan. Sehingga tim KKN ITS hanya perlu mempertajam kembali ilmu yang dimiliki peserta.

Agar masyarakat dapat menghasilkan kualitas kompos yang baik, Vely turut memberikan edukasi terkait metode vermicomposting secara mendalam. Mulai dari jumlah cacing, jenis sampah yang digunakan, zat kimia yang dimasukkan, serta ukuran temperatur dan suhu yang diperlukan.

“Di situ ada standarnya dan kita buat alat atau tempat untuk melakukan pengomposan sehingga sangat memengaruhi kualitas kompos tadi,” jelasnya.

Di sisi lain, tim KKN ITS juga menyerahkan reaktor untuk pengomposan kepada masyarakat. Reaktor tersebut berupa komposter berbentuk kotak dengan berbahan dasar rangka dari kayu, kemudian dilapisi dengan karung sak bekas.

Desain reaktor yang menggunakan kain berlubang pada bagian luar serta paranet di bagian atas ini memiliki kelebihan.

“Reaktor dapat memberikan sirkulasi udara dan penambahan oksigen yang baik untuk cacing,” paparnya.

Hasil pengolahan sampah organik menggunakan vermicomposting dari kegiatan yang merupakan sinergi dari KKN ITS dan dosen Politeknik Perkalan Negeri Surabaya (PPNS) ini menghasilkan kualitas kompos yang sangat baik.

Dibuktikan dari hasil uji laboratorium yang menunjukkan kandungan unsur hara yang tinggi pada tanah hasil pengomposan.

Perempuan kelahiran 2 Mei itu berharap agar kelak gagasan dari tim KKN ITS ini tidak hanya memberikan keuntungan bagi lingkungan, tetapi juga mampu mempertahankan ekonomi masyarakat.

“Jadi tidak hanya mengenai pemahaman saja, tetapi kita juga memberikan alat komposternya sehingga masyaraka bisa aktif untuk bisa melakukan pengolahan sampah secara mandiri,” pungkasnya. (*)

(Tanya Audriatika)

Tag

Editor : Al Sobry