HAI-ONLINE.COM - Kenapa Lupus digambarkan berjambul, makan permen karet mulu, dan banyak hal kurang masuk akal lainnya? Ternyata pengarangnya, Hilman, punya pesan tersendiri buat para remaja pembacanya.
Yap. Ngomongin Hilman udah pasti nggak bisa lepas dari Lupus. Seakan Hilman adalah Lupus atau sebaliknya.
Namun, sesungguhnya Lupus adalah rekaan. Hilman mengaku cerita Lupus sebagian besar berasal dari pengalamannya sehari-hari. Pengalaman sebagai remaja yang suka keluyuran di pusat pertokoan.
Tapi tentu saja pengalaman ini nggak secara mentah dituliskannya dalam Lupus.
"Karena sebagai pengarang saya juga perlu mengendapkan persoalan, sehingga apa yang saya keluarkan bisa menimbulkan dampak positif," tutur Hilman.
Dampak positif bisa berarti bahwa Hilman menuntut remaja untuk kritis.
Baca Juga: Mengenang Hilman Lewat Lupus: Karya Abadi Dari Seorang Pengarang Jeli
Kritis di sini maksudnya agar remaja nggak seenaknya meniru Lupus. Kalau suka Lupus, ya jangan ikut-ikutan menggondrongkan rambut.
Kan masih banyak hal lain yang lebih baik yang bisa ditiru dari Lupus. Itulah mengapa Lupus dibikin gondrong dan bengal, nggak dibikin alim dan sekolahnya selalu juara kelas aja.
Hilman menjawabnya sebagai unsur kesengajaan.
Ia sengaja menciptakan tokoh Lupus cuek dan konyol.
"Sebab kalau Lupus alim, pinter, pokoknya serba sempurna. mana kamu mau baca!" kilah Hilman, dikutip dari arsip HAI.
Tangkisan nyaris serupa juga diberikan Hilman buat hujatan yang menganggap bahasa Lupus terlalu bahasa sehari-hari.
Nggak mengikuti kaidah berbahasa Indonesia yang telah ditentukan. Berkisar mengenai Lupus, tentu saja timbul pertanyaan yang meminta kejelasan mengapa Lupus suka permen karet.
Jawab Hilman santai, "Kalau saya buat Lupus suka ngemut karet sendal jepit. itu nggak logis."
Tapi yang terpenting dari upaya Hilman menulis Lupus suka permen karet.
Sebenarnya ia ingin mengajak pelajar untuk nggak merokok.
Begitulah Lupus. Banyak hal tentangnya mungkin nyentrik atau malah aneh, tetapi selalu membekas di benak pembaca setianya.
Makanya nggak heran ketika Lupus diadaptasi ke film atau sinetron malah kurang meriah. Karena imajinasi masing-masing pembaca soal Lupus dan karakternya terasa luntur.