HAI-Online.com – Akibat gelombang panas yang melanda dengan suhu mencapai rata-rata 40 derajat celsius, Argentina menjadi tempat yang paling panas di Bumi saat ini, sebagaimana dilaporkan Reuters pada Rabu (12/1/2022).
Atas kondisi ini, warga setempat terpaksa harus mencari tempat perlindungan dari panasnya suhu di tempat mereka tinggal.
Dengan suhu naik sekitar 45 derajat celcius di beberapa negara bagian, jaringan listrik juga padam di sekitar Ibu Kota Buenos Aires.
"Aku pulang dan kami tanpa listrik," ujar seorang warga bernama Jose Casabal (42).
Ia mengungkapkan, kondisi di rumah bisa terasa sangat panas seperti di dalam tungku pembakaran.
"Jadi aku membawa anak-anak ke rumah nenek mereka untuk berenang di kolam renang," kata Jose.
Baca Juga: 6 Kota Terpanas di Indonesia Menurut BMKG, Suhunya Bisa Mencapai 36 Derajat Celcius
Suhu panas di Argentina ini didorong oleh pola cuaca La Nina. Saking panasnya, pada dini hari pun cuaca masih terasa sangat panas.
"Aku nggak memiliki AC di rumah dan kami hanya menggunakan kipas angin yang meniupkan udara panas. Ini tak tertahankan," tutur Gustavo Barrios (34).
Pemerintah setempat pun sampai memperingatkan penduduk untuk menghindari sinar matahari di bagian terpanas hari itu, mengenakan pakaian ringan dan tetap terhidrasi.
"Kami harus sangat berhati-hati akhir-akhir ini," kata Walikota Buenos Aires Horacio Rodríguez Larreta.
Terkait fenomena ini, ahli meteorologi Argentina Lucas Berengua menjelaskan, gelombang panas nggak bisa diprediksi dan dapat memecahkan rekor di negara ini.
"Ini adalah gelombang panas dengan karakteristik luar biasa, dengan nilai suhu ekstrem yang bahkan akan dianalisis setelah selesai," kata Lucas.
Lucas mengatakan, gelombang panas ini mungkin akan menghasilkan beberapa catatan sejarah untuk suhu Argentina.
Baca Juga: 9 Daerah Terdingin di Indonesia, Paling Rendah Bisa Sampai 9 Derajat Celsius!
Pada beberapa aspek, kondisi tersebutmenimbulkan pertanyaan tentang perubahan iklim dan cuaca yang lebih ekstrim.
Argentina dalam beberapa tahun terakhirmemang tercatatmengalami kebakaran dalam jumlah yang nggak biasa di sekitar delta sungai utamanya.
Di samping itu, volume air di Sungai Parana juga turun di tingkat paling rendah dalam 80 tahun terakhir.
"Aku lahir di sini di iklim sedang dan aku melihat bagaimana suhu berubah selama bertahun-tahun. Kali ini nggak seperti biasanya," ungkap seorang arsitek bernama Marta Lorusso (59).
Ia pun mengaku sangat tersiksa oleh kondisi ini sampai harus minum berliter-liter air dan melakukan apa yang ia bisa, ditambah menjalani hari tanpa listrik.
“Aku nggak tahu harus berbuat apa," ujar dia. (*)
Baca Juga: 5 Fakta MenarikBarbados, Negara yang Baru Aja Misahin Diri dari Inggris