HAI-Online.com – Aksi kriminalitas jalanan klitih di Yogyakarta lagi-lagi jadi sorotan di dunia maya setelah salah seorang netizen menceritakan pengalamannya.
Dalam unggahan yang ia bagikan, iamengatakan ketika sedang berkendara, pelaku yang menggunakan motor mendekatinya dari sebelah kiri dan memegang tangan korban.
Ternyata tangan korban disayat benda tajam hingga melukai lengannya. Dia mengatakan bahwa aksi klitih ini terjadi di daerah underpass Jalan Kaliurang, Yogyakarta.
Atas kejadian itu, hashtag #YogyaTidakAman pun ramai di media sosial Twitter pada Selasa (28/12/2021).
Padahal jika ditilik dari asal-usulnya, klitih sendiri sebenarnya nggak ada kaitannya sama sekali dengan tindakan kriminal. Ironisnya, aksi ini kerap dilakukan oleh remaja di bawah umurhanya untuk menunjukkan eksistensinya.
Melansir pemberitaan Kompas.com (14/1/2020) kata klitih sendiri adalah bentuk kata ulang yaitu klitah-klitih yang bermakna jalan bolak-balik agak kebingungan.
Hal tersebut berdasarkan Kamus Bahasa Jawa SA Mangunsuwito yang dijelaskan di Harian Kompas pada 18 Desember 2016.
Pranowo pakar bahasa Jawa sekaligus Guru Besar Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta menjelaskan bahwa klithah-klithih masuk kategori dwilingga salin suara atau kata ulang berubah bunyi seperti pontang-panting dan mondar-mandir.
Namun ia mengartikan klithah sebagai keluyuran yangnggak jelas arah.
”Dulu, kata klithah-klithih sama sekali tidak ada unsur negatif, tapi sekarang dipakai untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan dan kriminalitas. Katanya pun hanya dipakai sebagian, menjadi klithih atau nglithih yang maknanya cenderung negatif,” kata Pranowo.
Baca Juga: Pelajar SMP di Pamulang Peringati Hari Guru dengan Tawuran, Kok Bisa?
Sementara itu menurutSosiolog kriminalitas dari Universitas Gadjah Mada, Soeprapto, istilah klitih memang telah mengalami pergeseran makna saat ini.
Ia mengungkapkan, sejakdirinya masih menempuh pendidikan sekolah menengah, sekitar tahun 1973,iasering melihat perkelahian antarpelajar di Yogyakarta.
"Kalau dulunya ini kan lebih kepada upaya membela temannya yang memiliki masalah dengan orang lain, seperti dari daerah atau sekolah berbeda. Zaman saya sekolah dulu juga ada, tetapi hanya sebatas perkelahian antarpelajar," jelas Soeprapto kepada Kompas.com, Selasa (28/12/2021).
Akibat perkelahian antarpelajar yang tidak kunjung usai, pemerintah setempat sekitar 2008 dan 2009, sempat menegaskan aturan bahwa setiap pelajar yang terlibat perkelahian maka akan dikembalikan kepada orangtua.
"Akhirnya beberapa pelajar yang kemudian sadar, tidak lagi terlibat. Tapi anak-anak yang masih dalam lingkaran kekerasan, mencari atau melampiaskan ke jalanan. Inilah kemudian terjadi penyimpangan makna klitih," ujar Soeprapto.
Baca Juga: Nggak Ada Kapoknya, Pulang PTM Tawuran Pelajar SMK di Bogor Kembali Pecah
Geng-geng pelajar ini kemudian mencari musuh secara acak, sehingga belakangan motifnya menjadi lebih beragam.
Bahkan kini para pelajar yang terlibat kriminalitas di jalanan sudah menggunakan alat-alat, seperti rantai, gear sepedah motor, celurit, golok, atau senjata tajam lainnya. (*)
Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Apa Itu Klitih, Aksi Kriminalitas Jalanan Remaja di Yogyakarta?"