Baca Juga: Drop Out 69 Mahasiswanya saat Pandemi, STAN Digugat ke Pengadilan
Meski begitu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad meminta sekolah tatap muka atau pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas ditunda dulu untuk sementara waktu.
"Agak ditunda 2-3 bulan pelaksanannya sambil menunggu situasi Covid-19 yang mudah-mudahan lonjakannya bisa diatasi," kata Dasco dalam pernyataan video dikutip HAI dari Kompas.com, Selasa (15/6/2021).
Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu mengatakan, pemerintah perlu melihat kembali kebijakan terkait PTM terbatas yang akan berjalan Juli mendatang.
Sebab, menurut Dasco, kebijakan pembukaan sekolah itu dibuat sebelum adanya lonjakan kasus Covid-19 di sejumlah daerah.
"Perlu ada rencana yang dievaluasi oleh pemerintah mungkin ditunda sedikit antara lain soal kehadiran anak di sekolah. Nah, itu kan dibuat (kebijakan) waktu itu sebelum ada lonjakan tinggi di beberapa daerah," kata dia.
Terkait lonjakan kasus Covid-19, Dasco mengatakan bahwa DPR akan meminta pemerintah memberi penegasan melalui sanksi yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah.
Baca Juga: Sekolah Tatap Muka Juli 202: Remaja Masih Punya Risiko Kena Covid-19, Nggak Ya?
Menurut dia, dalam penegasan tersebut, Kapolri telah mengunjungi sejumlah daerah dengan lonjakan kasus Covid-19 tinggi dan memberi arahan kepada kepolisian setempat agar penanganan wabah kembali berjalan.
Lantas bagaimana nasib sekolah tatap muka nanti?
Menurut Sri Wahyuningsih, Dirut Sekolah Dasar Kemendikbud Ristek Indonesia, pelaksanaan sekolah tatap muka tetap dilakukan dengan prokes ketat.
Hal ini didsarkan dari survei yang digelarnya bahwa anak-anak (SD terutama) sudah jenuh melakukan Belajar dari Rumah (BDR) atau PJJ. Ia juga menyebutkan bahwa dari 149.000 sekolah punya persoalan dimana tidak semuanya bisa melaksanakan BDR.
"Kami melakukan pendataan ke 50 ribu sekolah di Indonesia yang ada dan 78 persennya sudah melaksanakan PTM. Sudah satu tahun lebih melaksanakan BDR (online) bahkan ujian nasional ditiadakan, dana BOS juga diturunkan untuk mempersiapkan fasilitas kebersihan di sekolah seperti sanitasi, dan lain sebagainya," ujar Sri.
survei juga dilakukan kepada siswa dan siswi dari 50 ribu sekolah tersebut, bahkan dari hasil survei yang sama dilaporkan juga bahwa anak-anak yang jenuh belajar di rumah, mengeluhkan capek, susah berkomunikasi, serta banyak sekali persoalan yang dihadapi pelajar.
"PTM harus dimulai karena sudah cukup lama belajar di rumah. Banyak hal yang harus diantisipasi saat BDR yaitulearning lossdan penguatan pendidikan karakter yang lemah," jelas Sri lagi.
Untuk itu, pihaknya setuju PTM terbatas tetap digelar dengan tambahan kurikulum dan prokes yang ketat.
"PMM perlu diakselerasi dengan tetap menjalankan prokes, vaksinasi tendik di satuan pendidikan, blended learning. Dan orang tua dapat memilih anaknya untuk mengikuti PTM atau melaksanakan BDR," tambah Sri lagi.
Sri juga menekankan kepada orang tua juga harus memahami konsekuensi dari apa yang dipilihnya. Ia juga berpesan agar satuan pendidikan wajib memenuhi beberapa hal.
Sekolah wajib memenuhi daftar periksa, mulai dari fasilitas sanitasi karena ada beberapa sekolah yang tidak memiliki fasilitas yang kurang lengkap, menetapkan kapasitas dalam kelas, dan membentuk satgas, serta memiliki layanan kesehatan.(*)