HAI-Online.com - Berkelahi bisa jadi merupakan salah satu cara bagi laki-laki buat menyelesaikan masalahnya dengan orang lain, terlebih di usia remaja. Seperti fenomena yang terjadi antara anak SMA Pangudi Luhur Jakarta dan SMA Kolese Gonzaga Jakarta.
Bagi siswa dari kedua sekolah yang berada di wilayah Jakarta Selatan tersebut, istilah partai satu lawan satu pasti udah nggak asing bagi mereka.
Namun apa sih sebenernya yang memicu tradisi duel satu lawan satu antara siswa dari kedua sekolah tersebut?
Melansir video dari kanal YouTube The Last of Nineties berjudul ‘Cara Laki-Laki Menyelesaikan Masalah’, para alumni SMA PL angkatan 1999 mengungkapkan kisah dan fakta tradisi ‘partai satu lawan satu’ tersebut.
The Last of Nineties sendiri merupakan seri videoyang dibuat oleh Christian Sugiono, yang merupakanalumnus SMA PL angkatan 1999 untukmengisahkan kehidupan pelajar di sekolah tersebut, disenjakala era 90-an.
Baca Juga: 5 Alasan Pelajar Putus Sekolah Selama Pandemi, KPAI Beberkan Faktanya!
Asal-usul tradisi satu lawan satu
Partai satu lawan satu diungkapkan para alumni SMA PL merupakan tradisi yang turun temurun dari para pendahulu mereka.
Layaknya kompetisi martial arts beneran, duel tersebut mempertandingkan satu perwakilan dari masing-masing sekolah.
Nico ‘Ocheen’ Susanto, alumnus SMA PL dari angkatan 1999 mengungkapkan bahwa sebenarnya nggak ada alasan atau masalah personal yang mendasari mereka untuk berantem.
“Pada waktu itu gue nggak ngerti, pada waktu euforianya masuk PL, kayaknya udah dogmanya ‘lo mesti benci ama anak Gonz’, walaupun sebetulnya secara personal nggak ada masalah dengan anak Gonz,” terang Nico.
Bimantoro ‘Tutut’ Triadi, alumnus PL lain juga mengungkapkan kebingungannya kenapa anak PL dan Gonzaga bisa punya tradisi semacam itu.
“Nggak jelas sih alasannya. Biasanya cuma nyolot-nyolotan liat-liatan. Mungkin karena energi kita yang kegedean ya waktu itu kita masih SMA,” kekehnya.
Lebih lanjut Tutut menjelaskan kenapa duel tersebut secara turun temurun selalu dilakukan dengan anak Gonzaga.
“Karena konsep satu lawan satu mungkin cuma bisa diterima sama anak Gonz. Karena memang karakter anak Gonz itu emang sebenernya nggak jauh berbeda dengan anak PL, dari bagaimana kita temenan mungkin salah satunya,” ujar dia.
Ricky 'Indies' Lionardi, alumnus PL lain mengamini hal yangdiungkapkan Tutut.
"Kalo ada masalah pribadi, gue rasa nggak ada. Gue bahkan nggak tau dia siapa da sebaliknya. Kita tunjuk-tunjukkan aja, terus partai," ujarnya.
Baca Juga: Mendikbud Pastikan Setelah Mei 2021 Nggak Ada Lagi Kuota Gratis
Partai satu lawan satu PL-Gonzaga ini sendiridiungkapkan para alumni bukan sekadar berantem atau tawuran antarpelajar.
Mereka punya aturan khusus yang nggak boleh dilanggar setiap peserta.
"Kita bikin lingkaran. Panggil satu-satu siapa yang mau maju," ujar Benson 'Mbah Jombreng' Santjoko, alumnus PL dari angkatan yang sama.
"Peraturannya, ketika lo jatuh, nggak boleh diserang. Ketika sudah berdarah, dia dianggap kalah, atau ketika mereka berhenti menyerang," jelas Benson.
Satu hal yangjadi pondasi merekauntuk partai tersebut yakni nggak boleh ada keroyokan.Prinsip tersebut pun dipegang teguh oleh setiap siswa dari kedua sekolah.
"Lo keroyokan sama aja nyali lo patungan, bukansatu lawan satu," tutur Nico.
Baca Juga: Begini Cara Band Sekolah di Washington Latihan Selama Pandemi
Tanggapan guru
Fenomena berantem ini mungkin bagi sebagian besar orang dianggap bukan hal yang patut menjadi tradisi pelajar disekolah mana pun.
Namun,untuk satu aspek, sejumlah guru dari SMA PL justru memuji hal yangsiswa mereka lakukan, meski juga nggak mengamini hal tersebut dilakukan di lingkungan pendidikan.
"Satu lawan satu untuk sebuah institusi pendidikan tidak bagus, nggak cocok. Tapi kalau untuk di luaran sana, di luar institusi pendidikan, itu asyik, karena mereka sportif," tutur Pak Edhi, Guru Geografi SMA PL angkatan 1999.
Pak Hendrikus,Guru Bahasa Inggris di sekolah yang sama pun mengatakan bahwa partai satu lawan satu merupakan gambaran tindakan yang sportif.
Partai satu lawan satu antara siswa SMA PL dan SMA Kolese Jakarta bisa jadi hanya merupakan luapan energiremaja yang berlebih untuk menunjukkan eksistensinya.
Namun di luar itu semua, nggak dipungkiri sportivitas mereka dalam kegiatan yang dinilai rentan memicu tawurantersebut mungkin jugalah yang membentuk para alumnus mereka menjadi seperti seperti sekarang ini.
"Pas lulus, gue malah punya temen akrab dari Gonz. Trus kita kayak, 'Kenapa sih dulu kita ribut?" ujar Markus Didit Van Bohlamon, alumnus SMA PL lainnya sembari tertawa. (*)
Baca Juga: Mantap, Bantuan Kuota Internet untuk Pelajar Bisa untuk Akses Semua Website