Menurut pengamat media sosial Enda Nasution, justru ini adalah peringatan dari Microsoft supaya netizen kita lebih bijak dalam berkomentar.
Dikutip dari pernyataan Enda Nasution di Tribunnews, Senin (1/3/2021) kemarin. Dia menyebut, wajar bila Microsoft memberi peringatan karena netizen Indonesia kerap menunjukkan sikap seenaknya di dunia maya.
"Wajar bila Microsoft merilis hasil survei itu. Tak bisa dipungkiri tanpa kita hadir langsung, baik tidak menggunakan nama akun asli, membuat banyak orang jadi sok berani dan berbuat seenaknya. Tapi di sisi lain kita butuh itu untuk memperlihatkan netizen Indonesia itu aktif dan antusias kalau dibahas seperti ini," ujar pengamat media sosial Enda Nasution, Senin kemarin.
Enda lebih mengambil sikap positif atas hasil riset Microsoft itu.
Dia menilai dirilisnya survei Digital Civility Index (DCI) dari Microsoft untuk mengukur tingkat kesopanan digital pengguna internet dunia saat berkomunikasi di dunia maya merupakan suatu bentuk rapor atas perilaku netizen.
"Artinya ini ada sebuah ukuran yang jelas, jadi kita tahu kita posisinya ada di mana. Setelah ada survei Microsoft, akan jelas arah kita mau ke mana dan apa yang dilakukan setelah melihat hasil survei ini. Saya harap mudah-mudahan ke depan ada pergerakan yang positif untuk memperbaiki perilaku dari para netizen," terang Enda.
Bukan cuma soal faktor komentar netizen +62 yang semaunya di dunia maya, lebih jauh Enda berpendapat, bola metodologi survei Microsoft ini merupakan ukuran yang bagus karena turut memasukkan faktor seperti hoax, penipuan, dan ujaran kebencian dalam penelitiannya.
"Sebenarnya ini bagus lho indeks ukurannya. Karena survei Microsoft bersama digital civility index ini mereka coba up lagi soal kesopanan itu apa, lalu ada hoaks, berita bohong termasuk di dalamnya. Kemudian soal diskriminasi, ras itu juga jadi salah satu poin. Jadi masuk akal sekali kalo dilihat indeks yang diukur dalam surveinya," papar Enda.
Enda menyarankan daripada merasa tidak terima dan berdebat kusir soal hasil penelitian ini dapat merepresentasikan watak netizen atau tidak, akan lebih baik menanggapinya sebagai sarana untuk bercermin dan memperbaiki diri.
"Ini masalahnya, netizen merasa survei itu tidak merepresentasikan sikap kita di dunia maya. Padahal dari sisi validitasnya sangat mengena sekali, tapi kita malah terjebak dalam perdebatan bahwa kita tak seperti yang diuraikan Microsoft, justru semakin kita geram maka survei itu semakin menunjukkan validitasnya," urainya.
Baca Juga: Perangi Rasisme, Michael Jordan Sumbang Dana Rp1,4 Triliun
Soal jumlah sampel yang disebutkan hanya 70 persen dari 16.000 responden tak bisa menjadi acuan bahwa rata-rata warganet indonesia tak berakhlak.
"Mungkin netizen mempertimbangkan penguna medsos Indonesia kan banyak, ya sangat mungkin sekali di antara sampel yang diambil, tidak terwakili dari survei itu. Setidaknya, ini penilaian secara umum untuk netizen seluruh Indonesia, bahwa baik dan santun banyak, tapi kalau dirata-rata banyak juga yang nggak sopannya," jelasnya.
Berkaca pada hasil survei sebelumnya, ternyata ini bukan pertama kali yang dilakukan oleh Microsoft. Setidaknya sudah lima kali Microsoft melakukan survei serupa.
Studi tahunan ini sangat berfokus mengukur tingkat kesopanan digital yang bertujuan meningkatkan kesadaran dan mendorong interaksi positif secara online.
"Menurut saya harusnya jadi pengingat untuk semua. Selama ini banyak yang tak merasa seberapa buruk sikap kita di dunia maya. Memang survei ini tidak sepenuhnya valid, tapi survei ini kan sudah 5 tahun berjalan, berarti ini adalah peringatan supaya bermedsos yang lebih sopan dan santun lagi," tutupnya. (*)