HAI-Online.com - Pembelajaran tatap muka akan mulai dilakukan pada tahun ini pada sekolah-sekolah di beberapa daerah di Indonesia.
Tentu spai saat ini masih banyak pro dan kontra, pasalnya kasus corona yang belum menurun dan munculnya varian baru corona menjadi ketakutan baru lagi yang harus dihadapi oleh pelajar maupun orang tua.
Untuk itu, perlu kesiapan yang matang dan regulasi yang tepat melanjutkan program belajar tatap muka.
Baca Juga: Begini Cara Mencairkan Dana Bantuan PIP, Siswa SMA Sederajat Dapet 1 Juta Per tahunMenanggapi tentang adanya mutasi virus corona yang ditemukan di Inggris, Pakar Epidemiologi Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman angkat bicara.Ia mengingatkan pemerintah mempertimbangkan ulang rencana pembukaan sekolah tatap muka pada awal 2021.
Dikhawatirkan, dengan kecepatan penularan 70 persen dari virus asli, maka anak-anak rentan terpapar Covid-19.
"Ada dugaan juga bahwa mutasi ini lebih efektif juga menginfeksi anak-anak. Ini akan jadi perhatian besar apalagi kalau wacana buka sekolah ini terus digulirkan," ujar Dicky Budiman, dikutip HAI dari Kompas.com.
Baca Juga: Hati-hati! Fitur 'People Nearby' di LINE, MiChat, dan Telegram Punya 4 Bahaya
Dicky mengatakan, mutasi virus corona ini akan membuat orang sakit lebih banyak dan nantinya membuat pelayanan dan beban di Fasilitas Kesehatan jauh lebih berat.
"Bisa sampai 3 kali lipat dari yang saat ini ada dan artinya kalau lebih banyak yang sakit, fasilitas Kesehatan tidak memadai, maka akan lebih banyak orang tidak tertolong," ungkapnya.Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban dalam cuitan di akun twitternya mengatakan, varian baru virus corona, sebenarnya sudah ada dari 20 September silam, tapi baru disadari beberapa hari lalu.
"Varian baru ini bernama N501Y dan punya kemampuan infeksi yang lebih tinggi. Lebih mudah menular 70 persen. Terutama kepada anak-anak," cuitnya pada Jumat (25/12/2020).Baca Juga: Kemendikbud Sebut 16 Provinsi Belum Siap Belajar Tatap MukaPenulis: Ferry Budi Saputra