HAI-online.com - Dari sekian banyak program TV yang seru buat kita pantengin, ternyata ada secuil ‘kebohongan’ yang lucunya, udah jadi rahasia umum. Misal, soal konten acara yang nggak 100% betulan. Ngakunya reality show, tapi ternyata ada script-nya.
Begitu juga dengan keriaan sebuah program live studio atau outdoor dengan puluhan bahkan ratusan penonton. Mereka berteriak, bertepuk tangan sampai joget-joget, tapi ternyata nggak tulus. Karena, eh karena mereka adalah Penonton Bayaran (selanjutnya disingkat PB aja ya, RED).
Meski fenomena ini udah muncul sejak lama, dan bahkan mungkin lo juga udah tau, nyatanya masih ada hal-hal terselubung lain, yang belum banyak disundul ke permukaan. Mulai dari sudut pandang TV-nya, sampai dari sisi PB-nya sendiri. Biar nggak penasaran, so, mari kita “telanjangin” infonya satu per satu. Yuk!
Hampir Semuanya Bayaran
Kalau PB hadir di acara musik atau talkshow, kita udah nggak kaget. Namun faktanya, di luar dua genre acara itu pun, hampir semua program di televisi selalu membutuhkan yang namanya PB.
“Acara yang butuh PB itu banyak deh. Musik, talkshow, lawakan, penghargaan-penghargaan, acara dakwah, semua itu butuh penonton tuh, nggak ada yang datang sendiri.” aku ibu Rini Pilar, koordinator PB untuk sebuah program musik di salah satu saluran TV swasta.
Fakta lain juga dibocorin sama Andre A. Hidayat, talent coordinator dari sebuah saluran TV swasta, yang suka ngurusin penggunaan jasa PB. Kata doi, semua acara yang dilakukan di dalam studio, pastinya perlu jasa PB. Termasuk ulang tahun TV, atau acara-acara TV yang besar, semuanya butuh penonton bayaran.
Baca Juga: Saturday Night Karaoke Cover Lagu Band Pop-Punk Jepang 'Piggies', Tapi Liriknya Diubah
Lumbung Duit
Satu hal yang mungkin menggelitik kita adalah, kenapa sih TV-TV ini perlu ‘merekayasa’ keriuhan acaranya sampai harus menggunakan jasa PB? Ya simpel aja, guys. Mereka itu punya kebutuhan visual yang rame dan padat buat program TV yang diusungnya.
“Selain kebutuhan visual, penonton juga diperlukan untuk membangun mood yang baik buat host atau bintang tamu.” kata Andre.
Nah, kalau TVnya dapat ‘manfaat’ dari segi visual, ternyata para penontonnya sendiri juga bisa untung, lho. Contohnya Andina. Setiap pagi, cewek ini rutin menjadi penonton bayaran di sebuah acara salah satu TV swasta. Dari awalnya cuma iseng, sekarang dia malah dapat kerjaan dari sana.
“Aku ikut ginian sejak tahun 2014. Awalnya sih mau nonton band temen yang manggung di sini, akhirnya diajakkin jadi penonton yang dibayar. Iseng aja, kalau lagi males ya males juga. Tapi nggak ada yang tau kan dari iseng-iseng gini kita bisa dapat apa, kayak sekarang aku jadi asistennya Nania Indonesian Idol. Pernah jadi asistennya Marcell Chandrawinata dan Lolita Agustine juga.” cerita Andina.
Beda keuntungan Andina, beda lagi keuntungan yang dibabat sama Dea. Mahasiswi semester 4 Universitas Pancasila ini kerap menghadiri berbagai acara TV demi mencari tambahan dana buat kegiatan kemahasiswaan di kampusnya.
Ada pun yang menekuni kegiatan PB ini sebagai mata pencaharian, mereka bisa ngantongin duit di kisaran 1,5-2 juta per bulan. Tapi buat mencapai angka segitu, mereka mesti mau mengisi bangku penonton di 3 sampai 4 program TV per hari. Widih, capek juga tuh.
12 Juta Sebulan
Selain tau cerita seru dari para penontonnya, kita juga perlu tau kalau mereka itu nggak jalan sendiri-sendiri. Ada pihak-pihak yang bertugas mencari, mengumpulkan, dan mengkoordinir para PB ini untuk kemudian diajak ‘main’ ke berbagai program TV. Dengan kata lain, pihak-pihak inilah yang telah menjadikan dunia PB sebagai ladang bisnis yang rupanya lumayan ‘basah’.
Ya gimana nggak basah kalau ternyata mereka bisa mendulang rupiah minimal 12 juta dalam satu bulan? Bermodalkan alat komunikasi dan networking yang luas, satu kepala bisa membawahi beberapa kepala lainnya di berbagai daerah. ‘Kepala daerah’ yang biasa disebut koordinator lapangan (koorlap) ini, bisa mengumpulkan ratusan PB untuk kemudian diboyong ke program TV setiap saat. Bahkan, satu jam sebelum program TV-nya mulai pun, bisa!
Selain kategori umum, ada lagi yang namanya kategori mahasiswa. Penonton bayaran dari kategori ini, sama kayak Dea, biasanya mencari kesempatan nonton buat menambang rupiah demi terlaksananya kegiatan di kampus. Rika, salah seorang koordinator penonton bayaran dari kategori mahasiswa ini ngaku malah bisa mengantongi maksimal 17 juta rupiah satu bulan.
“Dulu ada acara di kampus, aku jadi koordinator danusnya dan cari-cari link buat jadi penonton bayaran. Lama-lama ada yang mau minta tolong buat nonton juga. Tadinya nggak nyari keuntungan, eh tapi makin lama makin banyak yang minta. Akhirnya coba potong aja fee dari fee mereka. Dan keterusan deh sampai sekarang.” pungkas cewek yang udah punya koneksi PB dari puluhan kampus ini. Gokil!
Baca Juga: 8 Profesi Unik Ini (Mungkin) Cuma Bisa Kamu Temuin di Indonesia!
Perputaran Uang “PB”
Dari menelusuri langsung ke berbagai pihak yang terlibat dalam bisnis Penonton Bayaran ini, kami pun mendapatkan gambaran mengenai perputaran uangnya.
Awalnya, beberapa program TV yang membutuhkan PB, kayak acara musik, talkshow, komedi/lawakan, award ceremony, program rohani, dan beberapa special event, melalui talent coordinator di setiap program TV-nya bakal mencari agensi yang punya banyak koneksi PB.
Talent coordinator program TV tersebut bakal menyampaikan kebutuhan PB ke agensi, dari beberapa aspek: jumlah (30-300 orang); kategori (umum, mahasiswa, atau umum+mahasiswa); usia (tergantung segmentasi acara); penampilan (formal, semiformal, atau casual).
Perputaran uangnya, bakal terjadi kalo udah ada kesepakatan antara pihak agensi/penyedia PB dan talent coordinator dari program TV tersebut. Bayaran para PB biasanya berkisar antara 25,000-100,000 rupiah/orang/program TV (tergantung skala dan segmentasi acara). Lalu, agensi bakal memotong 5,000-15,000 rupiah dari bayaran setiap PB. Para PB tadi yaa, minimal bakal mendapatkan bayaran 20,000 di setiap program TV. Karena minimal, ya jadi masih bisa lebih.
Disclaimer: Info ini merupakan gambaran secara umum, belum tentu semua pengguna jasa penonton bayaran alias PB menggunakan sistem kayak gini.
(Penulis: Jeanett Verica)