Film tersebut kemudian juga ditayangkan lewat platform streaming online TV on-demand UseeTV, program layanan televisi milik Telkom.
Film Sejauh Kumelangkah berkisah tentang persahabatan dua remaja penyandang disabilitas netra yang tinggal di Amerika Serikat dan Indonesia, serta akses terhadap berbagai layanan publik termasuk akses penyandang disabilitas terhadap pendidikan yang merupakan hak asasi manusia.
Film ini sangat menggugah kesadaran masyarakat tentang sekolah inklusi, apalagi Indonesia tercatat memiliki populasi penyandang disabilitas netra terbesar kedua di dunia, setelah Ethiopia sehingga dokumenterSejauh Kumelangkahdiharapkan dapat memberikanawarenesslebih kepada masyarakat dan penyandang disabilitas.
Catatan HAI, film karyaUcu Agustin itu juga telahlolos dalam ajang Good Pitch Indonesia 2019 yang dikurasi oleh In-Docs (Yayasan Masyarakat Mandiri Film Indonesia). Bahkan, ia tengah memersiapkan film pendek tersebut ke dalamversi yang lebih panjang dengan judulMenggapai Bintangyang ditargetkan rampung pada akhir tahun ini sehingga filmnya bakal diputar pada Hari Penglihatan Sedunia, Oktober 2020.
Sayangnya pelanggan hak cipta terjadi di lingkungan dunia pendidikan kita.
Pelanggaran itu bermula ketika seorang staf ahli di Kemendikbud meminta In-Docs merekomendasikan film dokumenter Indonesia untuk tayangan program BDR Kemendikbud di TVRI. Staf tersebut yang juga salah satu executive produser film Sejauh Kumelangkah merekomendasikan—salah satunya, film ini.
In-Docs kemudian berkali-kali meminta draft kontrak/MOU supaya semua pihak bisa secara transparan mengetahui skema kerjasama penayangan film di program Kemendikbud di TVRI, termasuk untuk keperluan memberitahu pihak AJI, tapi tak sekalipun permintaan ditanggapi.
Pada 25 Juni 2020, film Sejauh Kumelangkah tayang di TVRI dalam program BDR Kemendikbud dan juga disiarkan / streaming online di TV on-demand UseeTV, tanpa kontrak, tanpa izin, dan tanpa pemberitahuan kepada In-Docs, terlebih kepada Ucu.
Film bukan hanya telah diberi logo Kemendikbud dan TVRI, tapi juga telah dimutilasi dan dimodifikasi sedemikian rupa hingga pesan dalam film terkait isu disabilitas netra banyak terpotong dan hilang serta tidak tersampaikan dengan baik.
Secara sepihak, Kemendikbud kemudian juga mengirim uang sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) kepada In-Docs melalui rekening atas nama pribadi/perorangan dan bukan melalui rekening resmi institusi Kemendikbud.
Selain itu Kemendikbud juga diminta untuk membuka rincian dan penggunaan anggaran program BDR ke publik. Selanjutnya, pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan program BDR pun harus dilakukan agar kejadian serupa tak terulang lagi.
"Karena materi hak cipta ditayangkan ke publik di lembaga penyiaran publik dan dengan menggunakan anggaran dana publik (untuk mitigasi bencana Covid-19)," tegas Alghiff dalam siaran tertulis, Minggu (4/10/2020) ini. (*)