"Sampai detik ini pun saya masih kena hinaan karena orang menganggap menghina orang gendut itu masih oke saja," kata Mo Sidik, menganalisa bahwa selama ini aksi bullying sering terjadi karena banyak orang masih menganggap lumrah perilaku yang membuat korban atau penyintas merasa nggak nyaman di depan publik.
Ditambah lagi, ketika pelakunya merupakan orang yang populer atau punya banyak pendukung, maka tindakan perundungan itu divalidasi, disetujui banyak orang.
"Bullyingitu salah satu efeknya adalah bisa bikin depresi. Korbannya itu depresif, pelakunya agresif, terangnya lagi.
Menurutnya, pelaku perundungan cenderung bakal lebih terpancing untuk melancarkan aksinya ketika korban atau penyintas bereaksi dan menunjukkan posisi mereka yang lebih lemah dibanding pelaku.
Sementara itu, dengan membalikkanbullyingmenjadi komedi, kita mengubah posisi korban jadi nggak terlalu depresif dan pelaku jadi nggak agresif.
Hal itu karena salah satu aturanstand-up comedyadalah memulai semuanya dari penerimaan diri (self acceptance), lantas mengubah kekurangan atau pengalaman buruk jadi sesuatu dari masa lalu yang bisa ditertawakan karena kita saat ini sudah lebih baik dari sebelumnya.
Sejak pertama kali diluncurkan pada 2018, terapi asertif menggunakanstand-up comedyuntuk melawan aksibullyingmendapatkan respon yang positif dari para siswa, orangtua, hingga guru.
"Stand-up comedyawalnya ditemukan karena kemarahan. Ketika itu diungkapkan di komedi, kemarahan itu malah bisa disampaikan melalui materi yang baik," ulas Mo Sidik lagi.
"Makanyastand-up comedyitu harusoriginal, harus kita yang nulis, karena pengalaman itu kita yang punya," tuturnya mengajak siapapun untuk relax menghadapi situasi tapi nggak harus cuek.
Kalo komedi bisa diterima oleh banyak orang, cara asertuf ini bakal menyusutkan aksi bullying di masyarakat. Yuk ajak pembully ketawa, jangan perlihatkan kamu lemah. (*)