HAI-online.com -Penelitian yang diterbitkan di Nature Astronomy, ngasih wawasan baru soal asal-usul karbon di alam semesta.
Analisis ini menetapkan katai putih sebagai penghasil karbon aktif selama bintang aslinya punya setidaknya 1,5 kali massa Matahari.
Baca Juga: Para Astronom Kembali Temukan Planet Layak Huni, Kali Ini Lebih Besar dari Bumi
Katai putih merupakan bintang kecil yang sudah nggak lagi bersinar dan tahap evolusi terakhir bintang bermassa kecil, dan menengah yang nggak cukup masif untuk jadi supernova.
Ketika bahan bakar nuklir dari bintang-bintang ini dihabiskan, itu berkembang jadi raksasa merah dan akhirnya kehilangan lapisan luar yang hanya meninggalkan inti.
Sekitar 90 persen dari semua bintang bakalan mengakhiri hidup sebagai katai putih.
Para ilmuwan percaya kalo ada hubungan langsung antara massa bintang asli dan massa katai putih. Ini dikenal sebagai hubungan massa awal-akhir dan dapat diuji dengan melihat sekelompok bintang yang terikat bersama.
Semua bintang ini terbentuk dari awan molekul raksasa yang sama pada waktu yang bersamaan.
Para ahli dapat merekonstruksi distribusi massa asli dan memperkirakan, seberapa besar seharusnya nenek moyang para katai putih ini.
Namun, para ilmuwan menemukan bahwa hubungan massa awal-akhir memiliki sesuatu yang nggak terduga.
Baca Juga: Terungkap, Ternyata Bumi Nggak Punya Satu Bulan, Tapi Ada Tiga!
"Studi kami menginterpretasikan masalah ini dalam hubungan massa awal-akhir sebagai tanda sintesis karbon yang dibuat oleh bintang bermassa rendah di Bimasakti," ucap Dr Paola Marigo, penulis utama penelitian dari Universitas Padua di Italia, seperti dikutip dariIFL Science, Rabu (8/7/2020).
Menurut tim ahli, kehadiran karbon di interior bintang mengubah evolusi bintang dalam satu cara penting.
Unsur dilucuti dari mantel bintang selama periode waktu yang lebih lama dan selama interval tersebut, inti bintang bakal jadi katai putih dapat terus mendapatkan massa.
Para ilmuwan menemukan kalo bintang-bintang yang lebih besar dari dua massa Matahari berkontribusi terhadap karbon di galaksi, sedangkan yang kurang dari 1,5 massa Matahari tidak.
Hal ini menempatkan kendala pada massa minimum bintang harus menyebarkan bahan kaya karbon ketika mati.
"Salah satu aspek yang paling menarik dari penelitian ini adalah bahwa hal itu berdampak pada usia katai putih untuk memahami sejarah pembentukan Bimasakti."Hubungan massa awal-akhir juga yang menentukan batas massa minimum untuk supernova," kata Dr Pier-Emmanuel Tremblay, rekan penulis penelitian dari Universitas Warwick.
Temuan ini memiliki konsekuensi di luar kimiawi kosmos. Ini juga memberi tahu para ilmuwan tentang usia bintang-bintang tersebut dan mengingat peran katai putih dalam studi kosmologis, hal ini akan memiliki dampak luas. (*)
Artikel ini pertama kali tayang di wartaekonomi.co.id dengan judul "Astronom Temukan Sumber Kehidupan Alam Semesta, Seperti Apa?"