HAI-Online.com – Indonesia memiliki 65 juta anak muda yang termasuk ke dalam usia produktif. Jumlahnya akan semakin banyak lagi kalo menyertakan usia orang-orang dewasa yang cenderung matang. Artinya, hampir setengah warga Indonesia diisi oleh anak-anak muda.
Jumlah ini ternyata bukan hanya menjadi “kabar baik” melainkan juga menjadi tantangan besar bagi kita. Ada keuntungan dan tidak sedikit kekurangan dari banyaknya jumlah anak muda di negara ini.
Untuk itu, Najwa Shihab, co founder Narasi yang tengah menyelenggarakan rangkaian acara Indonesia Butuh Anak Muda, merasa perlu untuk mengingatkan lagi betapa diperlukannya keberdayaan anak muda.
Baca Juga: Ekspektasi Kemenparekraf Jadi Tuan Rumah Free Fire Champions Cup 2020
Menurut Nana, begitu sapaan akrabnya, peran anak muda menjadi kian penting untuk menghadirkan solusi kreatif dan sejak dulu, merekalah yang telah melakukan perubahan berarti bagi negeri.
“Anak muda jangan pernah berhenti mencoba, terus berani melakukan perubahan demi Indonesia yang lebih baik di masa depan,” ucapnya kepada HAI, belum lama ini.
Ada 10 alasan kenapa Indonesia butuh anak muda. Alasan itu pernah disampaikan Nana melalui channel YouTubenya di Narasi, dan secara detail penjelasan itu akan disampaikan kembali dalam konferensi Indonesia Butuh Anak Muda (IBAM) bersama dengan para pembicara muda.
Konferensi IBAM akan digelar pada Rabu (19/2/2020) di Ciputra ArtPreneneur, Lotte Avenue, Jakarta. Acara ini mengampanyekan #bergerakdari sekarang untuk Indonesia yang lebih baik 10 tahun mendatang yang juga merupakan rangkaian peringatan 1 Dekade Mata Najwa.
Akan hadir Najwa Shihab dalam talkshow “Kita Bisa Apa?”yang secara garis besar, gerakan ini mengajak anak muda untuk memperkuat kemampuan diri dengan fokus mengasah empat pilar, yaitu; Peduli Bumi, bijak di Internet, Budaya Populer dan Cerita Manusia.
Baca Juga: 7 Penemuan Unik yang Nggak Disangka-Sangka Kita Butuhin Banget
Meski begitu, ada beberapa kebiasaan anak muda yang patut dikoreksi. Nana menyebut anak muda sekarang cenderung apatis. Untuk itu, kebiasaan buruk ini yang harus diganti menjadi anak muda yang tahu, 10 tahun ke depan, mereka mau apa?
“Penting membangun budaya yang membawa konteks bahwa anak muda mampu berkontribusi dalam partisipasi nyata di setiap solusi. Perlu langkah nyata yang harus dimulai sejak hari ini, membentuk generasi pemimpin masa depan sekaligus mengejar ketertinggalan.
“Kami ingin memberikan perspektif kepada anak muda bahwa apa yang terjadi hari ini, berpengaruh terhadap posisi mereka dan Indonesia di masa depan. Menghadirkan gambaran nyata, apa yang terjadi jika anak muda memilih untuk berpartisipasi atau anti-partisipasi. Mempertajam konteks dan pesan sekaligus membumikannya ke dalam bentuk partisipasi nyata yang bisa dilakukan anak muda,” tutur Najwa. (*)