HAI-Online.com- Belakangan ini, Indonesia sedang diramaikan dengan aksi ribuan mahasiswa yang turun ke jalan. Nggak cuma terjadi di Jakarta, daerah lain seperti Bandung, Makassar, Yogaykarta, dan Surabaya, juga dipenuhi oleh mahasiswa yang menyuarakan penolakan terhadap RUU KUHP dan KPK tersebut.
Demi keadilan bersama, aksi yang berlangsung pada 23 - 24 September tersebut pun mendapat banyak dukungan dari masyarakat. Dukungan bahkan juga datang dari anak-anak SMA/SMK sederajat. Mereka, yang masih berstatus "pelajar" tersebut, ikut turun demi solidaritas membantu para mahasiswa menyuarakan tuntutan.
Beberapa perdebatan pun muncul. Di satu sisi, ini menandakan bahwa generasi muda berarti memiliki kepedulian yang tinggi untuk bangsanya. Di sisi lain, mereka masih dinilai belum pantas untuk ikut turun ke jalan. Pasalnya, aksi anak STM/SMA/SMK yang terjadi pada Rabu (25/9/2019) kemarin, menuai keributan yang mengakibatkan banyaknya korban luka-luka, dan fasilitas umum yang rusak.
Sebenernya, perlu nggak sih anak STM/SMA/SMK ikut hal seperti ini? Ini dia beberapa tanggapan dari para mahasiswa.
Gue cuma lihat di Instagram tentang aksi pelajar yang tiba-tiba datang bergerombol yang kayak udah mau tawuran. Gue sendiri melihatnya aksi pelajar ini, istilahnya cuma sebagai bala bantuan untuk melawan polisi aja, karena kehadiran mereka hanya pas bagian ricuh aja. Pas negosiasi untuk masuk gedung DPR, mereka nggak ada.
Dan, gue yakin mereka datang cuman emang mau ribut. Gue nggak tau sih mereka paham atau nggak sama tuntutan yang disuarakan mahasiswa kemarin di DPR, tetapi dengan mereka hanya muncul pas ricuh—meyakinkan gue kalo mereka tuh sebenernya nggak atau apa yang mereka suarakan dan terkesan hanya ikut-ikutan.
Istilahnya, saat ricuh, pelajar ini datang sebagai barisan terdepan dengan mental yang sudah kebentuk buat tawuran untuk bantuin mahasiswa pas ribut ini. Di sisi lain, kehadiran mereka sebenarnya nggak ada salahnya juga. Toh, yang ingin dituntut itu kan dampaknya ke semua golongan masyarakat gitu.
Jadi, kalo pelajar mau ikut menyuarakan—aksinya pun menurut gue nggak ada salahnya, asal mereka punya tujuan dan maksud yang sesuai dengan aksinya.
Baca Juga: 'I Love You 3000' Buat Pemerintah dan DPR
Kalo menurut gue, yang anak SMK itu pada gabung sebenarnya mereka punya rasa solidaritas aja sih.Menyaksikan kakak-kakak mahasiswanya pada demo, mereka merasa oh gue harus bantu mereka nih biar bisa diakuin jadi anak Indonesia yang mau Indonesia jadi lebih baik.
Namun, rata-rata dari mereka, gue yakin nggak ada yang mengerti tujuan mahasiswa ngapain kemarin dan untuk yang rusuh-rusuh itu oknum aja sih. Lalu, anak SMK ini jadi malah mencontoh oknum untuk ikutan rusuh.
Kemudian, anak-anak SMK ini kan pada di bawah umur semua, ya. Gue agak bingung, sih. Emang boleh ya? Anak di bawah umur, bikin demonstrasi dan penanggung jawabnya siapa? Soalnya mereka datang begitu pulang sekolah.
Menurutku, Sekolah Tinggi Menengah (STM) ikut demo agak mengagetkan. Toh, masih pelajar dan usianya masih remaja juga gitu dan sebenarnya bahkan kebanyakan dari mereka masih tidak mengerti tujuan dari demo ini.
Namun, aku salut di sini mereka nggak takut mati, hanya takut buku basah dan hebatnya lagi bisa ngerebutwater cannon dari polisi. Merekapurebergerak atas kemauan sendiri dan menunjukkan solidaritasnya buat kakak-kakak mahasiswa yang diperlakukan tidak adil oleh aparat dan pemerintah.
Sebenarnya, aku sendiri masih pro dan kontra soal ini, karena memang STM ini gerakannya tidak terkoordinir dan terkesan barbar. Terlebih, sangat membahayakan nyawa mereka, tetapi aku sangat menghargai semangatnya dalam melihat ketidakadilan di depan mata dengan keberanian untuk turun ke jalan—yang membuktikan kepedulian mereka terhadap situasi negara yang genting ini.
Menurut gue sendiri, aksi pelajar kemarin sangat tidak perlu. Gue bisa bilang begini karena ketika beberapa media menanyakan tujuan dari aksinya, mereka (pelajar tersebut) nggak tau.
Gara-gara aksi kemarin, jadinya lalu lintas terganggu dan kembali terjadi bentrok dengan aparat keamanan, padahal tidak ada tujuannya. Meski banyak pembelaan atas dasar solidaritas, menurut gue nggak substansial aksinya. Kalo punya aspirasi, silahkan aja disampaikan, tetapi mekanismenya harus jelas.
Jangan berlagak pahlawan tetapi nggak bisa menghormati ketentuan yang ada. Sebab, menurut sumber dari kepolisian, mereka melakukan aksi nggak ada surat izinnya, sudah kelihatan bahwa aksi tersebut tidak terencana dengan baik.
Mereka, para pelajar, langsung turun ke jalan tanpa tahu alasan sebenarnya mahasiswa melakukan aksi itu buat apa. Salah konteks banget, cuma ikut demo untuk memuaskan hasrat mereka dalam membuat onar.
Masalahnya, gue liat di berita salah satu media, ada perwakilan mereka diwawancarain malah bahas persoalan pindah ibukota dan antek-antek Cina atau asing. Cara mereka, menurut gue agak tidak terkontrol. Justru, malah memperburuk aksi yang damai, yang dijalankan mahasiswa.
Kalo kayak gini, yang ada malah nggak didengerin tujuan utama mahasiswa yang selama ini mereka tuntut ke DPR, perihal RKUHP dan RUU lainnya. Kalo mau aksi, sebelum turun, bekali dulu dengan informasi dan pengetahuan. Cari dulu informasinya, baca, pahami, dan jangan pakai kekerasan maupun merusak fasilitas publik.
Sebenarnya, gue salut sama para pelajar yang melek atas keadaan negeri ini. Gue salut sama mereka yang mau mengaspirasikannya. Semoga bisa menjadi benih-benih pemikir kritis ketika mereka sudah menjadi mahasiswa.
Tapi yang disayangkan, mereka belum mengerti manajemen dan cara menyampaikan aspirasi mereka dengan baik. Ada banyak yang perlu dipahami pelajar, sebelum turun ke jalan, seperti pengetahuan mendalam soal mengkaji permasalahan yang ada.Mereka juga kurang koordinasi tentang tujuan aksi mereka apa. Jadi, cenderung aksi mereka seperti dilihat rusuh doang.
OSIS atau organisasi sekolah lainnya bisa dijadikan wadah dan seharusnya dapat membuat mereka belajar aksi yang terorganisir seperti apa. Di situ, bisa jadi wadah juga untuk melakukan aksi dan diskusi yang baik. Selain itu, mereka juga harus punya perwakilan untuk berbicara dengan pihak yang ada di dalam sana, dalam konteks hari ini adalah DPR.
Yang aksi anak STM itu, ya. Sebenarnya, kita semua pasti sudah pada tahu, dari berbagai media dan pemberitaan,mostly dari mereka tidak mengerti atau paham dengan konteks maupun topik yang sedang diperjuangkan.
At some point,gue merasa mereka hanya mengincar huru-hara. Namun, yang patut digaris bawahi di sini, setidaknya mereka peka dengan kondisi saat ini. Selanjutnya, tugas guru-guru mereka di sekolah nantinya yang harus meningkatkan minat baca dan mampu mengontrol atau membimbing perilaku mereka sebagai pelajar.
Menurut gue, aksi anak STM kemarin itu bentuk dari solidaritas aja sih. Banyak video di media sosial maupun portal berita media yang tersebar dan memperlihatkan bahwa banyak dari mereka tidak tahu apa sebenarnya yang dituntut oleh mahasiswa.
Jadi, ya memang jatuhnya terlihat seperti perusuh dan karena mereka masih dibawah umur. Cukup berbahaya juga, karena tidak mengetahui mana kawan mana lawan. Takutnya di balik itu ada penyusup dan/atau siswa STM itu menjadi terprovokasi dan malah membahayakan nyawa mereka. Namun, terima kasih sekali lagi sudah melawan.
Menurut gue, sudah bagus banyak orang-orang semakin sadar akan kebijakan-kebijakan yang sedang dirancang maupun yang telah diatur oleh pemerintah. Sampai pelajar-pelajar melek semua dengan pakai tagar #AyoSemuaBergerak.
Namun, nggak setuju aja gue kalo aksi mereka ini sampai ada yang bakar motor wartawan (dari kabarnya), ricuh, dan gampang terprovokasi. Soalnya, jadi berkesan aksi mereka cuman ingin bantu hebohin aksi dari mahasiswa doang.
Menurut gue, apa yang dilakukan mereka—untuk turun ke jalan, sudah baik. Namun, akan lebih baik lagi kalo mereka belajar soal manajemen aksi, audiensi, propaganda, dan lain-lain terlebih dahulu, biar aksi mereka ini tidak sia-sia. Terlebih, gue secara personal, kagum dan bangga karena mereka sudah berani mengemukakan pendapat, meski usia mereka masih muda. Kita butuh pemuda yang cerdas dan aktif dalam partisipasi publik.
Menurutku, di satu sisi kita nggak bisa menyalahkan sepenuhnya ke mereka. Mereka seperti itu, juga ada campur andil masyarakat yang terlanjut memberi stigma negatif ke mereka, seakan-akan mereka tidak bisa melek politik, tidak peduli sekitar, dan lainnya.
Selama ini, masyarakat dan pemerintah belum efektif melakukan pendekatan ke mereka, tetapi aku juga menyayangkan karena pergerakan mereka yang cukup tidak terarah. Pun, ada oknum yang malah memanfaatkan keadaan untuk menyalahkan gerakan mahasiswa.
Sebenernya bagus kalau anak-anak SMK/SMA/STM tertarik untuk turun ke jalan karena itu menandakan bahwa mereka antusias dan peduli sama persoalan di Indonesia. Tapi akan lebih baik kalau: Pertama,mereka paham apa yang sedang diperjuangkan, "apasih yang jadi masalah?""rentetan impactnya apa?"
Nggak butuh jadi anak politik, anak hukum, etc, kuncinya cuma ikutin perkembangan berita aja. Kalautau apa yang diperjuangkan, maka orasinya juga akan straight to the point.Kedua, jangan rusuh sampe ngerusak fasilitas umum atau vandalisme.Karena jatohnya itu "menyuarakan" aspirasi rakyat, tapi dalem prakteknya juga merebut hak-hak masyarakat.
Menurut saya, mereka itu belum waktunya. Kita tahu mereka ini kan masih remaja, masih gampang untuk terprovokasi, jadi ada baiknya mahasiswa-mahasiswa aja yang turun.
Waktu dulu tahun 98, ada bentuk provokasi dari polisi (yang sebenernya kita juga nggak tau itu polisi atau bukan), dan itu aja mahasiswa bisa terpancing. Apalagi sekarang, diikuti anak-anak SMA/SMK/STM.
Untuk mereka yang ingin kritis itu nggak perlu turun jalan. Cukup pelejari, pahami aja dulu apa sih yang terjadi di Indonesia. Jadi kedepannya, ketika mereka jadi mahasiswa atau bahkan jadi pemimpin bangsa, sudah tahu harus berbuat apa. Kayaknya lebih bagus belajar di sekolah, jangan sampai bolos hanya untuk ikut aksi di jalan.
Penulis: Lubna dan Felix