HAI-Online.com– Tidak gampang bagi seorang lulusan sarjana arsitektur mewujudkan gambar yang dibuatnya di atas kertas menjadi bangunan ideal.
Selain butuh modal besar, seni merancang bangunan ini bakal terwujud kalo arsiteknya punya nyali yang cukup besar untuk bertindak layaknya kontraktor besar dan punya rasa nilai seni yang tinggi juga.
Hal itu nggak mustahil dilakukan, terutama bagi para arsitek muda, terlebih di Indonesia. Bekal keberanian yang dipupuk harusfull. Pasalnya, kalo tidak begitu, kerja arsitek muda hanya dijadikan sebagai pelengkap semata. Apalagi jika bekerja untuk orang lain.
Baca Juga: Salut, Cowok Ini Mengunggah Foto untuk Ngasih Tahu Betapa Mudahnya Memungut Sampah
"Kita mulai menyadari, negara kita masih kurang bisa untuk ngasih ruang bertumbuh bagi arsitek muda. Apalagi kalo mengandalkan hanya sebagai arsitek-nya saja. Nggak bisa maju tuh, berat. Seringnya cuma jadi pendamping doang," cerita Muhammad Egha saat ditemui HAI usai acara talkshow yang digelar TACO dalam event mosaic in diversity bertema Karya Kita di Senayan City, Jakarta Selasa (21/8) lalu.
Kepada puluhan anak muda di acara tersebut, ia ingin menunjukkan bahwa anak muda bisa membuat karyanya sendiri tanpa bergantung seutuhnya ke orang lain.
Untuk itu, Muhammad Egha, dari sebuah kos-kosan sederhana di sekitaran kampusnya di Binus, dia mulai membuatFirma Arsitektur bernama Delusion.
Bukan sebuah delusi kalo ternyata perusahaan rintisannya ini bisa membangun berbagai bentuk bangunan ikonik yang berawal dari khayalannya sendiri.
"Yang jadi bernilai dari sebuah desain, dia nggak cuma gambar di atas kertas, tapi jadi bangunan ikonik. Itu butuh kontraktor yang tepat dan bisnis owner yang mendukung," ucapnya lagi semakin mantap inginberwirausaha di bidang yang dikuasainya tersebut.
Egha percaya dengan passionnya membangun ruang-ruang ikonik ini tumbuh di dalam negeri, kontraktor dan pengusaha harus punya pandangan yang sama dulu. Hanya saja hal itu belum terlalu mudah dilakukan, apalagi bagi arsitek muda sepertinya.
Baca Juga: Jangan Malu Jualan Buah, Cowok Ini Untung Rp 27 Miliar Per Bulan!
"Saat itulah saya banting setir, ganti visi. Bikin empat perusahaan selain arsitek, bikin kontraktor untuk menjadikan desain gambar itu jadi bangunan, toko mebel untuk ngisi bangunannya, developer untuk memasarkan produknya," ceritanya di tahun 2013 saat membangun Delution Entreprise.
Egha tak sendirian, selang satu tahun kelulusannya ia menggandeng dua teman kuliahnya di Binus, Sunjaya Askaria dan Hezby Ryandi, menyusultahun 2014 mereka mendapat partner baruFahmy Desrizaldari kampus yang sama.
Bermodalbudgettiga puluh juta rupiah dan sebuah kantor mungil di kos-kosan dekat kampusnya itu, Delution bertumbuh dan terus menorehkan prestasi di bidang arsitektur.
Mereka pernah meraih penghargaan di New York dalam event Architizer A+ Awards untuk penemuan Splow House di kategori arsitektur dan hunian kecil di tahun 2017.
SebelumnyaSpecial Mention German Design Award 2016yang diadakanGerman Design Council di Frankfurt,Best Design of The Year for Corporate Small Spacejuha diraihnya,serta beberapa penghargaan keren lainnya.
Dengan niat membangun ruang ikonik, seperti estate, gedung ikonik sampai jembatan ikonik, Delution terus mengupayakannya.Menengok Dubai, yang punya bangunan-bangunan ikonik, bahkan negara tersebut sudah bisa disebut Iconic country, Egha juga mau Indonesia punya banyak bangunan keren seperti di sana.
"Bukan tentang gaya dan keren aja tapi desain ikonik itu bakal menjadi wajah kotanya, tentu nggak mengesampingkan fungsinya,” papar Egha lagi.
Terbukti melalui empat perusahaannya, pada 2014Delution membangun Vortiland,sebuah kompleks perumahan di Ciputat Bintaro yang setiap bentuk bangunan rumahnya tidak seragam.
Baca Juga: Super Art Fest Sebagai Jawaban Bagi Kaum Millenials Dalam Berseni
“Stand out bisa dibilang begitu,karena setiap rumah itu didesain ikonik dan berbeda. Kita juga membangun fasilitas untuk komunitas di sana, ada movie deck,rooftopdan di lantai atas ada kursi yang difungsikan untuk menyapa warga lainnya,” terangnya, kini perusahaannya memiliki keuntungan tahunan mencapai Rp 100 Miliar.
Dengan rekam jejak prestasi dan karya arsitektur anak muda yang terus dikembangkan, Delution ingin melakukan perubahan tingkat global.
“Inginnya saat ini bisa timbuh subur tidak hanya di Indonesia tapi juga dunia dan mess market. Kita memastikan lokal terserap dulu, trus mengedukasi bahwa bayar arsitek itu nggak tentu mahal doang tapi membangun well known brand architect juga. Goalnya pada 2026 kita goes multinasional,” jelanya lagi. (*)