Sejalan dengan Kritikan Siswa dan Orangtua Murid, Penilitian Juga Sebut Sistem Zonasi Sekolah Nggak Adil

Jumat, 28 Juni 2019 | 13:54
KOMPAS.com/ACHMAD FAIZAL

Aksi wali murid dan calon peserta didik memprotes PPDB sistem zonasi di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Rabu (19/6)

HAI-Online.com -Semenjak digunakanmenjadi salah satu jalur dalam seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sistem zonasi langsung mengundang beragam komentar negatif sejumlah pihak, khususnya dari calon siswa dan juga orangtua murid.

Banyaknya komentar negatif atas penerapan jalur zonasi sendiri terjadi karena sistem satu ini dinilai nggak adil mengingat anak jadi nggak bisa masuk ke sekolah impian hanya karena jarak rumah mereka yang jauh.

Rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh calon siswa dan orangtua murid tersebut ternyata sejalan dengan laporan penelitian berjudul 'Housing Costs, Zoning, and Access to High-Scoring Schools' dari Brookings Institution di Amerika Serikat.

Seperti yang dilansir HAI dari Kompas.com, laporan ini mempelajari kaitan antara zonasi, harga rumah, dan nilai ujian sekolah dengan menganalisis data nilai ujian nasional 84.077 sekolah di 100area metropolitan terbesar AS pada tahun 2010 dan 2011.

Baca Juga: Timbulkan Masalah, Mendikbud Beri 7 Alasan Tetap Jalankan PPDB Zonasi

Melalui riset tersebut, para peneliti mendapati bahwa kebijakan zonasi membatasi akses terhadap perumahan murah di daerah yang lebih makmur, dan mengurangi kesempatan edukasi bagi siswa dengan keluarga berpendapatan rendah.

"Edukasi yang baik penting bagi masa depan ekonomi seorang anak, dan di mana rumah itu dibeli, maka akanmemiliki pengaruh besar terhadap kesempatan untuk mendapatkan edukasi tersebut,” tulis salah seorang peneliti, Jonathan Rothwell.

Bahkan, pada mayoritas area metropolitan, tinggal di perumahan mahal menjadi satu-satunya cara untuk masuk ke sekolah yang dianggap favorit.

"Pada mayoritas area metropolitan, satu-satunya cara untuk masuk ke sekolah yang mendapat nilai ujian nasional lebih tinggi adalah dengan tinggal di perumahan mahal. Ini membuat anak-anak yang lahir di bawah kesulitan naik ke atas," terangnya lebih lanjut.

Untuk menyelesaikan permasalahan ini, para peneliti mengusulkan beberapa rekomendasi, salah satunya adalah menghapuskan sistem zonasi yang bersifat eksklusif sepenuhnya.

Namun, apabila sistem zonasi memang tetap ingin dipertahankan, Rothwell sebagai seorang pakar ekonomi menyarankan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi di dalamnya.

Hmm, kalau menurut pendapat kalian sendiri gimana sob? Sebaiknya sistem zonasi dilanjutkan atau dihapuskan aja? (*)

Tag

Editor : Alvin Bahar